Sesaji Sesajen Untuk Leluhur
Sesaji adalah suatu proses atau ritual yang dilakukan untuk menyembah atau memuja sesuatu yang dianggap suci atau kuat. Dalam kebudayaan kepercayaan di Indonesia, sesaji memiliki makna dan fungsi yang sangat penting.
Makna dari sesaji dalam kebudayaan kepercayaan di Indonesia adalah sebagai bentuk pemujaan atau penghormatan terhadap sesuatu yang dianggap suci atau kuat. Sesaji dapat dilakukan untuk menyembah dewa, leluhur, arwah, makam, keris, gunung, air, pohon, tanah, atau bahkan keberuntungan, keselamatan, kemakmuran, kesehatan, keberhasilan, kesuburan, kesucian, kekuatan, dan kebahagiaan.
Fungsi dari sesaji dalam kebudayaan kepercayaan di Indonesia adalah untuk mencapai tujuan tertentu. Sesaji dapat digunakan untuk meminta perlindungan, keselamatan, keberuntungan, kesejahteraan, kesehatan, keberhasilan, kesuburan, atau bahkan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Selain itu, sesaji juga dapat digunakan untuk mengenang atau menghormati sesuatu yang dianggap penting dalam sebuah kepercayaan atau budaya.
Dalam kebudayaan kepercayaan di Indonesia, sesaji juga dapat digunakan dalam ritual keagamaan atau ritual adat. Misalnya, dalam ritual keagamaan, sesaji dapat digunakan untuk menyembah Tuhan atau entitas supranatural yang diyakini oleh sebuah agama. Sedangkan dalam ritual adat, sesaji dapat digunakan untuk menghormati leluhur atau menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Sesaji dalam kebudayaan kepercayaan di Indonesia memiliki makna dan fungsi yang sangat penting. Sesaji dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu, meminta perlindungan, keselamatan, keberuntungan, kesejahteraan, kesehatan, keberhasilan, kesuburan, atau bahkan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Selain itu, sesaji juga dapat digunakan untuk mengenang atau menghormati sesuatu yang dianggap penting dalam sebuah kepercayaan atau budaya.
Kepercayaan Sesaji Masyarakat Indonesia
Sesaji atau sesajen adalah suatu ritual yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia Nusantara untuk menyembah berbagai dewa dan arwah. Dalam ritual ini, masyarakat menyediakan berbagai benda yang dianggap penting oleh dewa atau arwah yang disembah, seperti makanan, minuman, dan bunga.
Sesaji merupakan bagian dari kepercayaan masyarakat Indonesia Nusantara yang sangat kuat. Kepercayaan ini berasal dari tradisi animisme yang meyakini bahwa alam dan benda-benda di dalamnya memiliki roh. Oleh karena itu, masyarakat percaya bahwa dengan melakukan sesaji, mereka dapat memperoleh keselamatan dan keberuntungan dari dewa atau arwah yang disembah.
Sesaji dapat dilakukan untuk berbagai acara, seperti pernikahan, peresmian rumah baru, atau hanya sebagai upacara rutin setiap hari atau minggu. Dalam sesaji, masyarakat akan menyediakan berbagai benda yang dianggap penting oleh dewa atau arwah yang disembah, seperti makanan, minuman, dan bunga. Benda-benda ini akan ditempatkan di atas meja khusus yang disebut meja sesaji.
Sesaji juga merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat Indonesia Nusantara yang sangat kaya. Setiap daerah memiliki tradisi sesaji yang berbeda-beda. Seperti di Bali, sesaji dikenal dengan sebutan “canang sari” yang dibuat dari daun lontar yang dibentuk seperti keranjang dan diisi dengan berbagai benda penting.
Meskipun sesaji merupakan bagian dari kepercayaan masyarakat yang sangat kuat, namun tidak semua masyarakat di Indonesia Nusantara melakukan ritual ini. Beberapa masyarakat lebih memilih untuk mengikuti agama lain seperti Islam, Kristen, dan Buddha. Namun, kepercayaan akan sesaji masih tetap eksis dan diterima dalam masyarakat yang melakukannya.
Secara keseluruhan, sesaji merupakan bagian penting dari kepercayaan masyarakat Indonesia Nusantara yang sangat kuat. Ritual ini dianggap sebagai cara untuk menyembah dewa dan arwah serta memohon keselamatan dan keberuntungan. Kepercayaan ini sangat kaya dan beragam sesuai dengan daerah yang berbeda.
Namun, di era globalisasi saat ini, sesaji juga mengalami perubahan dan evolusi. Beberapa masyarakat mulai mengadaptasi sesaji dengan cara yang lebih modern dan sesuai dengan kemajuan teknologi.
Selain itu, sesaji juga dianggap sebagai bentuk dari pariwisata spiritual yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin mengetahui lebih jauh tentang kebudayaan dan kepercayaan masyarakat Indonesia Nusantara.
Meskipun demikian, sesaji tetap harus diperlakukan dengan hormat dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan komersial atau mengambil keuntungan dari kepercayaan masyarakat. Sesaji harus dijalankan dengan cara yang baik dan sesuai dengan etika yang berlaku.
Secara keseluruhan, sesaji merupakan bagian penting dari kebudayaan dan kepercayaan masyarakat Indonesia Nusantara yang harus dihormati dan diterima. Sesaji juga merupakan daya tarik yang menarik bagi wisatawan yang ingin mengenal lebih jauh tentang kebudayaan dan kepercayaan masyarakat Indonesia Nusantara. Namun, sesaji harus dijalankan dengan cara yang baik dan sesuai dengan etika yang berlaku.
Kepercayaan Leluhur dalam Sesaji di Jawa
Kepercayaan leluhur dalam sesaji di Jawa adalah sebuah tradisi yang berakar pada kepercayaan animisme yang mengakui adanya kekuatan spiritual yang melekat pada alam dan benda-benda di sekitarnya. Dalam kepercayaan ini, leluhur atau nenek moyang dianggap sebagai sumber kekuatan spiritual yang dapat memberikan berkah atau perlindungan kepada keluarga yang masih hidup.
Sesaji adalah salah satu cara untuk menyembah dan menghormati leluhur. Sesaji biasanya dilakukan pada hari-hari tertentu seperti hari kelahiran atau hari leluhur, atau pada saat ada peristiwa penting dalam keluarga seperti pernikahan atau selamatan. Dalam sesaji, biasanya dibawa makanan, minuman, dan benda-benda lain yang dianggap dapat menyenangkan leluhur, seperti bunga, dupa, atau benda-benda yang berhubungan dengan kegiatan leluhur selama hidup.
Sesaji dilakukan di tempat khusus seperti makam leluhur atau di rumah yang dianggap memiliki kekuatan spiritual yang kuat. Dalam sesaji, biasanya diadakan pula upacara-upacara seperti menyalakan dupa, membaca doa, atau menyanyikan lagu-lagu khas yang diyakini dapat menyenangkan leluhur.
Kepercayaan leluhur dalam sesaji di Jawa sangat kuat dan diyakini oleh banyak orang, terutama di kalangan masyarakat pedesaan. Kepercayaan ini diyakini dapat memberikan berkah dan perlindungan kepada keluarga yang masih hidup, sekaligus menjaga hubungan baik dengan leluhur. Namun, di kalangan masyarakat urban, kepercayaan ini semakin berkurang dan digantikan oleh keyakinan agama yang lebih modern.
Sesaji Sesajen Sasahan Persaudaraan Setia Hati Terate
Upacara pengesahan anggota warga baru organisasi bela diri Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dilaksanakan pada tanggal 1 Suro atau satu malam Suro, yang dalam Islam dikenal sebagai tanggal 1 Muharram. Dalam acara ini memang menggunakan sesaji atau sesajen (uborampe) yang sebagai bentuk sikap penghormatan terhadap semua makhluk ciptaan-Nya dan juga agar dapat selalu meraih Keberkahan serta Ridho-Nya (Allah SWT).
Namun ada beberapa pihak menganggap bahwa penggunaan sesaji atau sesajen dala acara Sasahan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan simbol yang dikenakan sebagai sabuk ialah dari Mori atau Kain Kafan merupakan bentuk Kesyirikan. Namun, ini salah karena Kesyirikan atau Musyrik memiliki banyak jenis dan bentuk perilaku.
Dalam Islam, perilaku seperti pembaitan terhadap pembimbing dengan yang dibimbing dikenal sebagai thoriqoh dalam menggapai ilmu makrifat dengan wadah penyebutan yang disebut sebagai tasawuf.
Sehingga tidak heran juga seperti contohnya bagi yang pernah melakukan Umrah atau Naik Haji juga diberi Kain Mori Ihram dan itu juga dari beberapa kelompok, seseorang tertentu juga dipakai atau dibuat nantinya sebagai bekal Mengawali Azal untuk membungkus Badan Atau Wadah yang lebih tepatnya ialah untuk membungkus Mayit saat sudah Meninggal, Karena itu dalam Persaudaraan Setia Hati Terate bahwa kebendaan tersebut guna mengingatkan ketika Manusia meninggal nanti yang mendampingi hanya Mori Aji (Jimat, Barang sini kang Dirumah sing dibungkus Mori opo?,, Yaitu awak badan wadah kan kang sing jumeneng Ing dhamem oribadining manusia) dan sisi lain juga mengingatkan bahwa aebagai bentuk amal seperti Amal Jariyah, Ilmu bermanfaat dan Anak Sholeh (Laki-laki) dan juga Sholeha (Perempuan) juga sebagai bekal utama dan terpenting ingat semua itu atas Kehendak Ridho-Nya entah diakhirat kita ditempatkan dimana. Dan sebagai Insan kita hanya selalu ahrus berihtiah selalu dengan cara yang benar dan di jalan yang benar, caranya bagaimana.. kita harus berpedoman teguh pada Al Qur’an Nur Kharim dan Selalu Ber-Iman kepada Dzat yang Maha Kekal nan Agung Maha Kuasa Sega-gala-Nya yaitu Allah SWT.
Oleh karena itu sebagai Makhluk Insan yang sudah diberikan Kaweruh atau Pengetahuan untuk dijadikan Shirothol Ilmunya tersebut dan dikembangkan sebagai Thoriqoh maka diharapkan untuk kematangan suatu Ilmu itu tidak bisa serta Merta jika sudah Weruh dengan mudahnya mengariskan suatu Keadaan, Perilaku dan Terlebih Manusianya maka Untuk Pelaku Penimba Ilmu agar dijaga semua Ajaran Ilmu Tasawuf supaya tidak Mudharat yang berakibat bisa menjadi Murtad.
Ini bukan pembenaran atau pembelaan, karena ialah suatu penjelasan secara garis besarnya agar sebagai makhluk kita supaya lebih Arif dan bijaksana.
Sesaji Sesajen dari Suku Jawa
Sesaji atau sesajen merupakan bagian penting dari kepercayaan masyarakat Jawa. Dalam kepercayaan ini, masyarakat percaya bahwa dengan melakukan sesaji, mereka dapat memperoleh keselamatan dan keberuntungan dari dewa atau arwah yang disembah.
Di Jawa, sesaji dikenal dengan sebutan “Muka” yang merupakan ritual pemujaan yang dilakukan untuk menyembah Dewa, leluhur, atau arwah yang disembah. Dalam ritual ini, masyarakat menyediakan berbagai benda yang dianggap penting oleh dewa atau arwah yang disembah, seperti makanan, minuman, dan bunga. Benda-benda ini akan ditempatkan di atas meja khusus yang disebut meja sesaji.
Sesaji juga dilakukan dalam berbagai acara, seperti pernikahan, peresmian rumah baru, atau hanya sebagai upacara rutin setiap hari atau minggu.
Dalam sesaji di Jawa, sesaji dibagi dalam dua jenis yaitu sesaji yang dilakukan di dalam rumah atau di luar rumah. Sesaji yang dilakukan di dalam rumah disebut “Muka Dalem” yang digunakan untuk menyembah leluhur yang dipercayai tinggal di dalam rumah. Sementara sesaji yang dilakukan di luar rumah disebut “Muka Lingsir” yang digunakan untuk menyembah Dewa yang dipercayai tinggal di luar rumah.
Sesaji di Jawa juga dianggap sebagai bentuk dari pariwisata spiritual yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin mengetahui lebih jauh tentang kebudayaan dan kepercayaan masyarakat Jawa. Namun, seperti dijelaskan sebelumnya, sesaji harus dijalankan dengan cara yang baik dan sesuai dengan etika yang berlaku serta tidak boleh digunakan untuk kepentingan komersial atau mengambil keuntungan dari kepercayaan masyarakat.
Contoh Selamatan Sesaji Melihat Pandangan Gaib
Jika telah mendapat Anugerah melihat Pemandangan Gaib, maka sedulur bisa ataupun harus mengadakan selamatan upacara sesaji yang ditujukan kepada:
- Kangjeng Nabi Mukamad Rasululah:
- Sega Wuduk
- Lembarang Ayam Pethak
- Sarem Tamper
- Lombok Ijo
- Terong
- Dhaharan Woh-wohan
- Sekar Konyoh
- Kangjeng Susuhunan ing Ngampeldenta:
- Sega Liwet
- Jangan Manggul
- Wuwuran Bekatul
- Kangjeng Susuhunan ing Kalijaga
- Sega Liwet
- Jangan Ron Kangkung
- Ron Sentul
- Ron Senting
- Ron Ranti
- Ron lan Woh Kudhu
- Sambel Pecwl Lele
- Bakaran Dhendheng Gepukan
- Bakaran Gereh
- Bakaran Balur
- Kangjeng Sultan Demak Ingkang Wekasan:
- Sega Punar
- Jangan Loncom
- Sambel Kedhele Tanpa Trasi
- Kangjeng Sultan Adiwijaya ing Pajang:
- Sega Wuduk
- Dhaharan Arang-arang Kambang
- Kangjeng Panembahan Senopati ing Ngalaga ing Mata-ram:
- Sega Pera
- Gorengan ulam tambra
- Sega Golong
- Pecel Pitik
- Jangan Menir
- Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Agung Prabhu Anyak-rakusuma ing Mataram:
- Dhaharan Ketan Salak
- Ulam Pindhang Maesa atau Ulam Pindhang Ayam
- Sega Golong
- Pecel Pitik
- Jangan Menir
Seluruh bahan untuk selamatan harus dikepung bersama-sama dengan beberapa dulur yang diundang dan diberi Doa Rasul, Kabula, Tulak Bilahi, serta Salamet.
Pagi hari seusai lelaku, jangan langsung tidur. Harus berjalan-jalan di sekeliling pekarangan rumah untuk berjaga-jaga manakala mendapat isyarat lagi dari Tuhan. Apa yang ditemui nanti harus benar-benar dijadikan petunjuk bagi kita. Sedangkan yang belum mendapatkan tanda saat lelaku, janganlah berkecil hati. Bisa diulangi lagi untuk bulan berikutnya dan tidak usah melakukan selamatan.
Bagi yang sudah pernah mendapat isyarat gaib, biasanya batinnya akan bertambah tajam. Jika sewaktu-waktu sedulur ingin memohon petunjuk, Sedulur tidak lagi perlu berpuasa. Asalkan batin sudah merasakan sebuah tanda, Sedulur bisa langsung melakukan tafakur, menutup semua pancaindra sebagaimana dijelaskan di atas.
Demikian Mukadimah Informasi terkait Sesaji Sesajen untuk Leluhur sebagai Budaya yang di Anggap Keramat serta selalu di junjung agung karena semua perilaku tersebut tak lain iala ditujukan kepada Yang Maha Agung Kekal Kuasa Sega-gala-Nya yakni Allah SWT.