Wirid Hidayat Jati, makam Ilmu Makrifat

Wirid Hidayat Jati

<a href="https://www.pshterate.com/"><img data-src="Makam Raden Ngabehi Rangga Warsita.jpg" alt="Wirid Hidayat Jati, makam Ilmu Makrifat"></a>
Izinkan saya mempersembahkan Wirid Hidayat Jati, kumpulan ajaran dan pengetahuan suci yang diturunkan oleh para pemimpin spiritual Jawa sejak zaman dahulu. Setelah wafatnya Kangjeng Susuhunan ing Ngampeldenta, penguasa terhormat Ngampeldenta, para pemimpin spiritual dengan murah hati berbagi wirid ngelmu mereka masing-masing, yang melambangkan esensi kesempurnaan spiritual. Wirid-wirid ini bersumber dari kebijaksanaan mendalam, pengalaman, intuisi, dan inspirasi ilahi, dan mencakup pemahaman menyeluruh akan tujuan yang dimaksudkan. Mari kita eksplorasi tingkatan-tingkatan wirid ini secara detail.
Pada awal berdirinya Kerajaan Demak, hanya ada delapan pemimpin spiritual yang menyebarkan kebijaksanaan Ngelmu Makripat. Mereka adalah sebagai berikut:
  1. Susuhunan ing Giri Kadhaton, yang menyampaikan ajaran Wisikan Ananing Dat.
  2. Susuhunan ing Tandhes, yang berbagi kebijaksanaan Wedharan Wahananing Dat.
  3. Susuhunan ing Majagung, yang mengungkap rahasia Gelaran Kahananing Dat.
  4. Susuhunan ing Benang, yang memberikan pencerahan dengan petunjuk Tata Malige ing Dalėm Betal Makmur.
  5. Susuhunan ing Muryapada, yang memberikan pengetahuan yang terkandung dalam Tata Malige ing Dalem Betal Mukaram.
  6. Susuhunan ing Kalinyamat, yang membimbing pencari dengan ajaran suci Tata Malige ing Dalem Betal Mukadas.
  7. Susuhunan ing Gunungjati, yang menerangi jalan iman melalui ajaran Panetep Santosaning Iman.
  8. Susuhunan ing Kajenar, yang memberikan petunjuk melalui ajaran Sasahitan.
Kemudian, menjelang berdirinya Kerajaan Pajang, Ngelmu Makripat kembali muncul, dan delapan pemimpin spiritual menyebarkan esensinya. Mereka adalah sebagai berikut:
  1. Susuhunan ing Giri Parapen, yang melanjutkan penyebaran kebijaksanaan Wisikan Ananing Dat.
  2. Susuhunan ing Darajat, yang meneruskan ajaran Wedharan Wahananing Dat.
  3. Susuhunan ing Ngatas Angin, yang lebih lanjut mengungkap rahasia Gelaran Kahananing Dat.
  4. Susuhunan ing Kalijaga, yang dengan tekun menyampaikan petunjuk Tata Malige ing Dalem Betal Makmur.
  5. Susuhunan ing Tembayat, yang setelah mendapat izin dari gurunya, Susuhunan ing Kalijaga, berbagi pengetahuan yang terkandung dalam Tata Malige ing Dalem Betal Mukaram.
  6. Susuhunan ing Padusan, yang melanjutkan tugas mulia menyebarkan ajaran suci Tata Malige ing Dalem Betal Mukadas.
  7. Susuhunan ing Kudus, yang memberikan pencerahan dengan ajaran Panetep Santosaning Iman.
  8. Susuhunan ing Geseng, yang dengan tulus memberikan petunjuk melalui ajaran Sasahitan.
Seluruh wejangan di atas memiliki intisari yang sama. Selanjutnya mari kita jelajahi Wirid Hidayat Jati, sebuah koleksi ajaran dan pengetahuan suci yang berasal dari guru spiritual terkemuka di tanah Jawa, termasuk Kangjeng Susuhunan ing Ngampeldenta. Ketika Negara Mataram berkuasa, Sang Nata Ingkang Sinuwun, Kangjeng Sultan Agung Prabhu Anyakrakusuma, dengan niat baik mengumpulkan semua ajaran delapan tingkatan sebelumnya beserta ajaran tambahannya, dengan maksud agar maknanya lebih jelas. Semua ajaran tersebut kemudian digabung menjadi satu kesatuan. Setelah berdiskusi dengan para ahli ngelmu kesempurnaan, dengan kehendak beliau, diputuskan siapa saja yang mendapat izin dan hak untuk mengajarkan ajaran tersebut. Mereka adalah:
  1. Panembahan Purubaya
  2. Panembahan Juminah
  3. Panembahan Ratu Pekik
  4. Panembahan Juru Kiting
  5. Pangeran ing Kadilangu
  6. Pangeran ing Kudus
  7. Pangeran ing Kajoran
  8. Pangeran ing Tembayat
  9. Pangeran ing Wangga
Ajaran yang telah digabung menjadi satu tersebut bersumber dari berbagai kitab Tasawuf. Urutan tingkatan ini didasarkan pada ajaran ngelmu yang telah diatur dengan baik sejak zaman dahulu, yang merupakan petunjuk bertahap dalam menjelaskan firman Tuhan Yang Mahasuci yang dinyatakan kepada Nabi Musa Kalamullah, bahwa manusia adalah refleksi dari Dzat Yang Maha Esa. Itulah inti dari Ngelmu Makripat yang menjadi wirid para nabi dan wali sejak zaman kuno, yang kemudian dikembangkan oleh para pandhita dan menghasilkan berbagai ajaran yang beragam.
Namun, seiring berjalannya waktu, ajaran tersebut mengalami perpecahan akibat banyaknya tokoh bijak yang menjadi guru yang mengajarkan wiridnya masing-masing. Beberapa di antara mereka mengkhususkan diri dalam mengajarkan Ngelmu Makripat saja, sementara yang lain fokus pada Ngelmu Talek, Ngelmu Patah, atau Ngelmu Sorog.
Kemudian, Kiai Ageng Muhammad Sirullah dari Kedhung Kol, sebuah daerah di selatan Kedhung Panganten dengan sengkalan Rong Sogata Warga Sinuta (Rong: 9, Sogata: 7, Warga: 7, Sinuta: 1, yang jika dibalik menjadi angka tahun, adalah 1779 Jawa) sungguh-sungguh mempelajari ajaran ini. Jika diperhatikan dengan seksama, sengkalan Rong Sogata Warga Sinuta juga mencerminkan nama RONG soGAta WARga SInuTA alias Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam tahun Alip 1779. Beliau menerima petunjuk Tuhan Yang Maha Suci untuk merestrukturisasi urutan pengajaran Ngelmu Makripat dan menyampaikan maksudnya secara jelas. Delapan tingkatan ajaran dikumpulkan menjadi satu, seperti yang dijelaskan secara rinci di bawah ini.

Laku Wirid Hidayat Jati

Sebaiknya wirid ini tidak hanya sekadar dipelajari, tetapi juga membutuhkan laku yang melibatkan kedamaian batin, menenangkan gejolak diri, dan fokus sepenuhnya pada pengalaman yang mendalam dengan Dzat Yang Mahasuci. Berdasarkan pengalaman yang telah ada, banyak yang telah mencapai peningkatan kesadaran. Jangan ragu-ragu lagi. Tidak ada perbedaan antara zaman akhir dan zaman sekarang. Surga dan neraka sebenarnya sudah nyata ada di zaman ini. Kita telah menjalani semuanya. Seluruh wejangan ini pertama kali dikumpulkan oleh Kangjeng Susuhunan ing Kalijaga, kemudian terpecah dan dikumpulkan kembali oleh Sang Nata Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Agung ing Mataram. Sekarang, wejangan tersebut dikumpulkan oleh Kiai Ageng Muhammad Sirullah dari daerah Kedhung Kol, dan diberi nama Wirid Hidayat Jati. Wejangan ini diambil dari intisari kitab Hidayatul Kakaik, yang menjadi sumber dari segala kitab Tasawuf.
Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai tata cara mewejang Ngelmu Makripat, Ilmu Kesempurnaan Hidup, yang selalu dipraktikkan oleh para wali. Urutan langkah-langkahnya sebagai berikut:
  1. Pertama-tama, guru dan murid mengambil air wulu (Wudlu) dengan membaca doa niat:
    • Nawaitu rapngal kadasi suharata walkabirata parlan lilahi tangala, Allahu Akbar. (Nawaitu raf’al hadatsi shaghirata wal kabirata, fardlal lillahi ta’ala. Allahu Akbar.)
    • Aku berniat mengangkat hadas kecil dan besar, wajib karena Allah Taala. Allah Mahabesar.
  2. Lantas bersalin pakaian yang serbasuci dan tidak diperkenankan memakai segala bahan yang terbikin dari emas.
  3. Jika berkenan, pakailah kuluk mathak putih, bertelanjang dada, serta berbalur wewangian. Kuluk adalah sejenis songkok berbentuk mahkota. Mathak berasal dari bahasa Kawi, patha, yang berarti belajar sastra suci. Matha atau mathak berarti mempelajari sastra suci. Putih bermakna kesucian. Dengan demikian, kuluk mathak putih melambangkan kepala yang sangat ingin mempelajari kesucian. (Songkok khusus yang dipakai pada upacara Grebeg Mulud di keraton Surakarta.)
  4. Mengenakan sumping’ bunga yang diuntai dalam bentuk surengpati pada telinga kiri. Makna dari sumping bunga surengpati adalah ketiadaan takut kepada kematian. Surengpati berasal dari kata sura ring pati: berani mati. Dipakai pada telinga kiri karena sesuai kepercayaan, segala sesuatu yang menggunakan pancaindra bagian kiri akan mempunyai daya yang baik dan bermanfaat.
  5. Mengenakan kalung bunga yang diuntai dalam bentuk margasopana, untaian mirip usus ayam rangkap tiga. Makna dari kalung bunga margasopana adalah jalan yang bertingkat. Marga berarti jalan, sopana berarti bertingkat. Itu berarti seorang murid telah siap lahir-batin untuk mendaki jalan spiritual yang bertingkat-tingkat. Makna untaian rangkap tiga adalah tiga tingkatan yang harus ditapaki: tingkatan badan fisik atau raga, tingkatan badan halus atau Suksma, tingkatan badan sejati atau Atma.
  6. Mengenakan keris berangkai bunga seperti yang dikenakan pengantin. Melambangkan seorang murid yang telah siap lahir-batin untuk bertemu Dzat Yang Mahasuci, bagaikan seorang pengantin yang hendak dipertemukan dengan pasangannya. Sang murid adalah mempelai perempuan dan Dzat Yang Mahasuci adalah mempelai lakilaki.
  7. Tempat pewejangan ditata dan diberi tetumbuhan pada empat sisinya. Pilihlah tanaman yang indah, kalau bisa Hiasan telinga yang berbunga harum, sebagai lambang dari bertumbuhnya jiwa yang suci.
  8. Digelari alas yang bersih. Di atas alas pertama digelari tikar halus yang baru. Di atas tikar halus digelari kain mori berlapis tujuh, bisa juga berlapis tiga, kemudian di tebari sekar campur bawur (Bunga beraneka macam yang dijadikan satu).
  9. Mempersembahkan srikawin atau mas kawin atau mahar berupa emas putih berbobot satu tail yaitu 938,601 gram, lenga sundhul langit yaitu minyak wangi yang penuh di dalam botol kaca kecil, kemenyan seharga seringgit 1 ringgit sama dengan 2,50 gulden pada masa sérat ini dibuat (abad ke-19). Kalau sekarang, 2,50 gulden sama dengan Rp. 2.440.010,-. Semuanya ditutupi kain mori dan ditaruh dalam satu tempat.
  10. Disertai pengiring berupa gedhang agung/setangkup pisang raja (Musa textilia) yang tua dengan jumlah genap, suruh ayu/ Daun sirih ((Piper battle. L) beserta peranti menyirih: gambir (Uncaria gambir Roxb), jambe (pinang, Areca catechu), kapur sirih, susur (tembakau yang dipadatkan berbentuk bulat), dan daun saga telik (Abros precatorius)), jambe tanganan yang dibiarkan utuh beserta kulit buahnya. Semuanya ditutup dengan kain mori dan ditaruh dalam satu tempat.
  11. Ditambah kemudian dengan kembar mayang sajodho, yaitu hiasan khusus pada upacara pengantin Jawa, dibuat dua buah.
  12. Semua hal di atas diletakkan di tempat untuk mewejang.
  13. Saat sudah memasuki dini hari, segeralah menuju tempat pewejangan. Yang hendak diwejang duduk menghadap ke barat. Berturut-turut, telinga kiri, dua lubang hidung, dan dada diberi asap dupa. Setelah itu, pewejangan oleh sang guru, disaksikan oleh empat orang lain yang seilmu, bisa dilakukan.

8 Wejangan Wali

Wejangan sesuai dengan apa yang telah dibabar oleh delapan wali di tanah Jawa, yang dikumpulkan menjadi satu, berasal dari kiyas yang diambil dari kadis Kangjeng Nabi Mukamad Rasululah (Nabi Muhammad) kepada Sayidina Ngali (Sayyidina Ali bin Abu Thalib). Dibisikkan pada telinga kiri. Urut-urutannya ada delapan, sebagaimana terurai di bawah ini:

1. Wisikan Ananing Dat (Petunjuk Adanya Dzat)

Sajatine ora ana apa-apa, awit duk maksih awang uwung durung ana sawiji-wiji, kang ana dhingin iku Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun. Sajatining Dat (Dat: Dzat (Hakikat) Tuhan) Kang Amaha Suci anglimputi ing Sipatingsun (Sipat: Sifat Tuhan), anartani ing Asmaningsun (Asma: Asma (Nama) Tuhan), amratandhani ing Apengalingsun (Apengal: Afal (Perbuatan) Tuhan).
Sesungguhnya tiada apa pun, sebab ketika masih dalam awang uwung (suwung), belumlah ada apa pun. Yang ada terdahulu adalah Ingsun (Aku), tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun. Sesungguhnya Dzat Yang Mahasuci meliputi Sifat Ingsun, menyertai Asma Ingsun, menandai Af’al Ingsun.

2. Wedharan Wahananing Dat (Penjabaran Sarana Dzat)

Sajatine Ingsun Dat Kang Amurba Amisesa. Kang Kawasa anitahake sawiji-wiji dadi padha sanalika sampurna saka ing Kodratingsun (Qudrat: Kuasa). Ing kono wus kanyatahan pratandhaning Apengalingsun minangka bebukaning Iradatingsun (Iradah: Kehendak), kang dhingin Ingsun anitahake Kayu (Al-Hayyu: Hidup) aran Sajaratulyakin (Syajaratul Yaqin: Pohon Keyakinan), tumu wuh ing sajroning Ngalam Adam Makdum Ajali Abadi (Alam Adam Maqdum Azali Abadi: Alam Ketiadaan, Yang Awal, Nirwaktu, Abadi); nuli Cahya aran Nur Mukamad (Nur Muhammad: Cahaya Terpuji); nuli Kaca (Cermin) aran Miratulkayai (Mir’atul Haya’: Cermin Malu); nuli Nyawa aran Roh Ilapi (Ruh Idlafi: Ruh Penguat); nuli Damar (Pelita) aran Kandhil (Pelita dari emas murni); nuli Sesotya (Berlian) aran Dharah; nuli Dhingdhing Jalal (Dinding Agung) aran Kijab (Hijab: Tabir) kang minangka Warananing Kalaratingsun (Hadlarat: Kehadiran).
Terjemahan: Sesungguhnya Ingsun (Aku) Dzat Yang Berkuasa sepenuhnya. Mahakuasa menitahkan segenap makhluk, yang menjadi dengan seketika, dan sempurna karena Qudrat Ingsun. Disana sudah nyata pertanda dari Af’al Ingsun sebagai pembuka Iradah Ingsun. Pada mula pertama Ingsun menitahkan Hayyu bernama Syajaratul Yaqin, tumbuh pada Alam Adam Maqdum Azali Abadi; kemudian Cahaya bernama Nur Muhammad; kemudian Kaca bernama Mir’atul Haya’; kemudian Nyawa bernama Ruh Idlafi; kemudian Damar bernama Kandhil; kemudian Sesotya bernama Darah; kemudian Dinding Agung bernama Hijab yang merupakan Selubung Hadlarat Ingsun.

3. Gelaran Kahananing Dat (Penggelaran Keadaan Dzat)

Sajatine manusa iku Rahsaningsun (Perbendaharaan Rahasia atau Rasa Sejati Yang Rahasia (Sirr), lan Ingsun iki Rahsaningmanusa. Karana Ingsun anitahake Adam asal saking ing anasir (Unsur) patang prakara: siji Bumi, loro Geni, telu Angin, papat Bonyu; iku dadi kawujudaning Sipatingsun, Ing kono Ingsun panjingi Mudah (Keberadaan manusia selain badan fisik) limang prakara: siji Nur (Cahaya), loro Rahsa, telu Roh (Ruh: Hakikat manusia), papat Napsu (Nafs: Pribadi manusia), lima Budi. lya iku minangka Warananing Wajahingsun (Keberadaan Tuhan) Kang Amaha Suci.
Terjemahan: Sesungguhnya manusia itu Rahsa Ingsun dan Ingsun itu Rahsa manusia. Sebab Ingsun menitahkan Adam berasal dari anasir empat macam: pertama Bumi, kedua Api, ketiga Angin, keempat Air. Itu semua menjadi perwujudan Sifat Ingsun. Di sana Ingsun masuki Mudah lima macam: pertama Nur, kedua Rahsa, ketiga Ruh, keempat Nafs, kelima Budi. Itulah Selubung Wajah Ingsun Yang Mahasuci.

4. Pambukaning Tata Malige ing Dalem Betal Makmur

(Awal Penataan Mahligai di Baitul Makmur)
Sajatine Ingsun anata Malige (Mahligai) ana sajroning Betal Makmur (Baitul Makmur: Rumah Keramaian). Iku omah enggoning parameyaningsun. Jumeneng ana Sirahing Adam. Kang ana ing sajroning Sirah iku Dimak, iya iku utek; kang ana ing antaraning uték iku Manik (Pusat mata); sajroning Manik iku Budi; sajroning Budi iku Napsu; sajroning Napsu iku Suksma; sajroning Suksma iku Rahsa; sajroning Rahsa ing Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun Dat kang anglimputi ing Kahanan Jati.
Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligaidi Baitul Makmur. Di sanalah rumah tempat keramaian Ingsun. Bertempat di Kepala Adam. Yang ada di dalam Kepala itu Dimag, yaitu otak; yang ada di antara otak itu Manik; di dalam Manik itu Budi; di dalam Budi itu Nafs; di dalam Nafs itu Suksma; di dalam Suksma itu Rahsa; di dalam Rahsa itu Ingsun, tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, Dzat yang meliputi Keadaan Sejati.

5. Pambukaning Tata Malige ing Dalem Betal Mukaram

(Awal Penataan Mahligai di Baitul Muharram)
Sajatine Ingsun anata Malige ana sajroning Betal Mukaram (Baitul Muharram: Rumah Larangan). Iku omah enggoning lèlaranganingsun, Jumeneng ana ing Dhadhaning Adam. Kang ana ing sajroning Dhadha iku Ati; kang ana antaraning Ati iku Jantung; sajroning Jantung iku Budi; sajroning Budi iku Jinèm, iya iku Angen-Angen (Hasrat, keinginan yang melekat); sajroning Angen-Angen iku Suksma; sajroning Suksma iku Rahsa; sajroning Rahsa iku Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun Dat kang anglimputi ing Kahanan Jati.
Terjemahan: Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligai yang ada di Baitul Muharram. Di sanalah rumah tempat larangan Ingsun. Bertempat di Dada Adam. Yang ada di dalam Dada itu Hati; yang ada di antara Hati itu Jantung; di dalam Jantung itu Budi; di dalam Budi itu Jinêm, yaitu Angen-Angen; di dalam Angen-Angen itu Suksma; di dalam Suksma itu Rahsa; di dalam Rahsa itu Ingsun, tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, Dzat yang meliputi Keadaan Sejati.

6. Pambukaning Tata Malige ing Dalem Betal Mukadas

 (Awal Penataan Mahligai di Baitul Muqaddas)

Kagem Jaler (Untuk Lelaki)

Sajatine Ingsun anata Malige ana sajroning Betal Mukadas (Baitul Muqaddas: Rumah Suci). Iku omah eggoning pasuceningsun. Jumeneng ana ing Kontholing (Kantong testis) Adam. Kangana ing sajroning Konthol iku Pringsilan (Testis); kang ana ing antaraning Pringsilan iku Nutpah (Nuthfah: Mani), iya iku Mani; sajroning Mani iku Madi (Madzi: Cairan bening yang keluar dari penis ketika seorang lelaki terangsang); sajroning Madi iku Wadi (Wadzi: Cairan kental putih yang keluar setelah kencing atau melakukan pe-kerjaan berat); sajroning Wadi iku Manikem (Manikam: Permata); sajroning Manikem iku Rahsa; sajroning Rahsa iku Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun Dat kang anglimputi ing Kahanan Jati. Jumeneng Nukat Gaib (Nuqtah Ghaib: Titik Gaib) tumurun dadi Johar Awal (Jauhar Awwal: Mutiara Awal), ing kono wahananing Ngalam Akadiyat (Alam Ahadiyyah: Alam Keesaan), Ngalam Wakdat (Alam Wahdah: Alam Kesatuan), Ngalam Wakidiyat (Alam Wahidiyyah: Alam Ketunggalan), Ngalam Arwah (Alam Arwah: Alam Banyak Ruh), Ngalam Misal (Alam Mitsal: Alam Perumpamaan), Ngalam Ajesam (Alam Ajsam: Alam Jisim/Alam Jasad/Alam Material), Ngalam Insan Kamil (Alam Insan Kamil: Alam Manusia Sempurna), dadining manusa kang sampurna, iya iku sajatining Sipatingsun.
Terjemahan: Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligai di Baitul Mu-qaddas. Di sanalah rumah tempat penyucian Ingsun. Berada pada konthol Adam. Yang ada di dalam konthol itu Pringsilan; yang ada di antara Pringsilan itu Nuthfah, yaitu Mani; di dalam Mani itu Madzi; di dalam Madzi itu Wadzi; di dalam Wadzi itu Manikem; di dalam Manikêm itu Rahsa; di dalam Rahsa itu Ingsun, tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, Dzat yang meliputi Keadaan Sejati. Berada di dalam Nuthfah Ghaib, turun menjadi Jauhar Awwal, dari sana tercipta keberadaan Alam Ahadiyyah, Alam Wahdah, Alam Wahidiyyah, Alam Arwah, Alam Mitsal, Alam Ajsam, Alam Insan Kamil, sehingga menjadi manusia sempurna dan itulah sesungguhnya Sifat Ingsun.

Kagem Pawestri (Untuk Wanita)

Sajatine Ingsun anata Malige ana sajroning Betal Mukadas. Iku omah enggoning pasuceningsun. Jumeneng ana ing Baganing (Baga: vagina) Siti Kawa. Kang ana ing sajroning Baga iku Reta (Reta berarti benih. Diambil dari kosakata Sanskerta dan Jawa Kuno. Di sini berarti indung telur); kang ana ing antaranin Reta iku Mani; sajroning Mani iku Madi; sajroning Madiiku Wadi; sajroning Wadiiku Manikėm; sajroning Manikem iku Rahsa; sajroning Rahsa iku Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun Dat kang anglimputi ing Kahanan Jati. Jumeneng Nukat Gaib tumurun dadi Johar Awal, ing kono wahananing Ngalam Akadiyat, Ngalam Wakdat, Ngalam Wakidiyat, Ngalam Arwah, Ngalam Misal, Ngalam Ajėsam, Ngalam Insan Kamil, dadining manusa kang sampurna, iya iku sajatining Sipatingsun.
Terjemahan: Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligai di Baitul Mu-qaddas. Di sanalah rumah tempat penyucian Ingsun. Berada pada Baga Siti Hawa. Yang ada di dalam Baga itu Purana; yang ada di antara Purana itu Reta, yaitu Mani; di dalam Mani itu Madzi; di dalam Madzi itu Wadzi; di dalam Wadzi itu Manikem; di dalam Manikém itu Rahsa; di dalam Rahsa itu Ingsun, tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, Dzat yang meliputi Keadaan Sejati. Berada di dalam Nuqthah Ghaib, turun menjadi Jauhar Awwal, dari sana tercipta keberadaan ‘Alam Ahadiyyah, ‘Alam Wahdah, ‘Alam Wahidiyyah, ‘Alam Arwah, ‘Alam Mitsal, ‘Alam Ajsam, Alam Insan Kamil, sehingga menjadi manusia sempurna dan itulah sesungguhnya Sifat Ingsun.

7. Panetep Santosaning Iman (Peneguh Kesentosaan Iman)

Kagem Jaler (Untuk Lelaki):

Ingsun andkseni satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun, lan anekseni Ingsun satuhune Mukamad iku utusaningsun.
Terjemahan: Ingsun (Aku) bersaksi sesungguhnya tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, dan Ingsun bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan Ingsun.

Kagem Pawestri (Untuk Wanita):

Ingsun anakseni satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun, lan anakseni Ingsun satuhune Mukamad iku utusaningsun, Pretimah iku umatingsun.
Terjemahan: Ingsun (Aku) bersaksi sesungguhnya tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, dan Ingsun bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan Ingsun, Fatimah itu umat Ingsun.

8. Sasahitan (Kesaksian)

Ingsun anekseni ing Datingsun dhewe, satuhune ora ana Pangeran anging ingsun lan anekseni Ingsun satuhune Mukamad iku utusaningsun. Iya sajatine kang aran Allah iku Badaningsun, Rasul iku Rahsaningsun, Mukamad iku Cahyaningsun. lya Ingsun Urip ora kena ing pati; iya ingsun Eling ora kena ing lali; iya Ingsun Kang Langgeng ora kina owah gingsir ing Kahanan Jati; iya Ingsun Kang Waskitha ora kasamaran ing sawiji-wiji; iya Ingsun Аmurba Amisesa Kang Kawasa Wicaksana ora kekurangan ing pangerti; byar sampurna padhang tarawangan, ora karasa ара-ара, ora апа katon ара-ара, mung Ingsun kang anglimputi ing alam kabeh kalawan Kodratingsun.
Terjemahan: Ingsun (Aku) bersaksi kepada Dzat Ingsun sendiri, sesungguhnya tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, dan Ingsun bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan Ingsun. Sesungguhnya yang disebut Allah itu Badan Ingsun, Rasul itu Rahsa Ingsun, Muhammad itu Cahaya Ingsun. Ingsun Yang Hidup tidak terkena mati; Ingsun Yang Ingat tidak terkena lupa; Ingsun Yang Abadi, tidak terkena perubahan, dalam Keadaan Sejati; Ingsun Yang Mengetahui segala-galanya dan tidak khilaf pada apa pun; Ingsun Yang Berkuasa sepenuhnya, Mahakuasa lagi Mahabijak, tidak kekurangan akan segala pemahaman; byar sempurna terang-benderang, tidak berasa apa pun, tidak terlihat apa pun, hanya Ingsun yang meliputi seluruh alam dengan Qudrat Ingsun.

1. Pamuja (Pemujaan)

Ana pepujaningsun sawiji, Date iya Datingsun, Sipate iya Sipatingsun, Asmane iya Asmaningsun, Apengale iya Apengalingsun. Ingsun puja ing Patemon Tunggal sakahanan Ingsun, sampurna kalawan Kodratingsun.
Terjemahan: Ada satu yang menjadi pujaan Ingsun, Dzat-Nya adalah Dzat Ingsun, Sifat-Nya adalah Sifat Ingsun, Asma-Nya adalah Asma Ingsun, Af’al-Nya adalah Af’al Ingsun. Ingsun kehendaki dalam Pertemuan Tunggal yang sekeadaan dengan Ingsun, sempurna dengan Qudrat Ingsun.

2. Tobat utawa Panalangsa (Tobat atau Penyesalan)

Ingsun analangsa marang Datingsun dhewe, regeding Jisiming-sun, gorohe ing Atiningsun, serenge ing Napsuningsun, laline ing uripingsun salawas-lawase. Ing mengko Ingsun ruwat ing sadosaningsun kabeh saka ing Kodratingsun.
Terjemahan: Ingsun (Aku) menyesal kepada Dzat Ingsun sendiri. Kotornya Jasad Ingsun, kebohongan Hati Ingsun, kemarahan Nafsu Ingsun, lupanya Hidup Ingsun, selama-lamanya. Saat ini juga Ingsun ruwat (bersihkan) seluruh dosa-dosa Ingsun semua atas kuasa Qudrat Ingsun.

3. Pangruwat (Pembersih)

Ingsun angruwat kadangingsun papat kalima pancer kang dumunung ana ing Badaningsun dhewe. Mar Marti Kakang Kawah Adhi Ari-Ari Getih Puser, sakehing kadangingsun kang ora katon, lan ora karawatan, utawa kadangingsun kang metu saka ing marga hina(Jalan yang hina; kemaluan wanita), lan kangora mêtu saka ingmarga hina, sarta kadangingsun kang mêtu barêng sadina kabeh padha sampurna nirmala waluya ing Kahanan Jati dening Kodratingsun.
Terjemahan: Ingsun (Aku) membersihkan empat saudara Ingsun beserta yang kelima yaitu pusat, yang berada pada Badan Ingsun sendiri. Mar Marti, Kakang Kawah, Adhi Ari-Ari, Getih, Puser, seluruh saudara Ingsun yang tidak terlihat dan tidak terawat, juga saudara Ingsun yang keluar dari marga hina serta yang tidak keluar dari marga hina, serta saudara Ingsun yang keluar bersamaan dalam sehari. Semua menjadi sempurna, tidak bercacat dan penuh kesembuhan dalam Keadaan Sejati oleh karena Qudrat Ingsun.

4. Saksi ing Dat Kita, Kaya Sasahitan

(Kesaksian atas Dzat Kita, Seperti Sasahitan)
Ingsun anekseni ing Datingsun dhewe, satuhune ora ana Pangeran anging ingsun lan anekseni Ingsun satuhune Mukamad iku utusaningsun. Allah iku Badaningsun, Rasul iku Rahsaningsun, Mukamad iku Cahyaningsun. Iya Ingsun Kang Urip ora kena ing pati; iya Ingsun Kang Eling ora kêna ing lali; iya Ingsun Kang Langgeng ora kêna owah gingsir ing Kahanan Jati; iya Ingsun
Kang Waskitha ora kasamaran ing sawiji-wiji; iya Ingsun Kang Amurba Amisesa Kang Kawasa Wicaksana ora kėkurangan ing pangerti; byar sampurna padhang tarawangan, ora karasa apa-apa, ora ana katon apa-apa, mung Ingsun kang anglimputi ing alam kabeh kalawan Kodratingsun.
Terjemahan: Ingsun (Aku) bersaksi kepada Dzat Ingsun sendiri, sesungguhnya tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, dan Ingsun bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan Ingsun. Allah itu Badan Ingsun, Rasul itu Rahsa Ingsun, Muhammad itu Cahaya Ingsun. Ingsun Yang Hidup tidak terkena mati; Ingsun Yang Ingat tidak terkena lupa; Ingsun Yang Abadi, tidak terkena perubahan, dalam Keadaan Sejati; Ingsun yang mengetahui segala-gala dan tidak khilaf pada apa pun; Ingsun yang berkuasa sepenuhnya, Mahakuasa lagi Mahabijak, tidak kekurangan akan segala pemahaman; byar sempurna terang-benderang, tidak berasa apa pun, tidak terlihat apa pun, hanya Ingsun yang meliputi seluruh alam dengan Qudrat Ingsun.

5. Anucekake Sakehing Anasir

(Menyucikan Seluruh Anasir)
Ingsun anucekake sakaliringanasiringsun kangabangsa jasmani. Suci mulya sampurna anunggal kalawan sakaliring anasiringsun kang abangsa rokani. Nirmala waluya ing kahanan Jati dening Kodratingsun.
Terjemahan: Ingsun (Aku) menyucikan segala anasir Ingsun yang berwujud jasmani. Suci mulia sempurna manunggal dengan segala anasir Ingsun yang berwujud ruhani. Tidak bercacat dan penuh kesembuhan di dalam Keadaan Sejati oleh karena Qudrat Ingsun.

6. Angawinake Badan karo Nyawa

(Menikahkan Badan dengan Nyawa)
Allah kang kinawin, winalenan dening Rasul, pangulune Mukamad, saksine malaikat papat, lya iku Ingsun kang angawin Badaningsun, winalenan dening Rahsaningsun, kaunggahake dening Cahyaningsun, sinéksenan dening molekatingsun papat; Jabarail iya iku pangucapingsun; Mingkail pangambuningsun; Israpil paningalingsun; Ngijrail pamiyarsaningsun, srikawine sampurna, saka ing Kodratingsun.
Terjemahan: Allah yang menikah, Rasul yang menjadi wali, Muhammad yang menjadi penghulu, empat malaikat yang menjadi saksi. Itulah Ingsun (Aku) yang menikahi Badan Ingsun, Rahsa Ingsun sebagai wali, disahkan oleh Cahaya Ingsun, empat malaikat menjadi saksi. Jibril tak lain ucapan Ingsun; Mikail penciuman Ingsun; Israfil penglihatan Ingsun; Izrail pendengaran Ingsun, mas kawinnya sempurna, oleh karena Qudrat Ingsun.

7. Sangkan Paraning Tanajultarki

(Asal dan Tujuan Tanazultaraqi, Tanazul Taraqi: Menurun dan Menaik.)
Ingsun mancad saka ing Ngalam Insan Kamil, tumeka ing Ngalam Ajésam, nuli tumeka maring Ngalam Misal, nuli tumeka maring Ngalam Arwah, nuli tumeka maring Ngalam Wakidiyat, nuli tumeka maring Ngalam Wakdat, nuli tumeka maring Ngalam Akadiyat, nuli tumeka maring Ngalam Insan Kamil maneh. Sampurna padhang tarawangan saka ing Kodratingsun.
Terjemahan: Ingsun (Aku) menapak dari Alam Insan Kamil sampai kepada Alam Ajsam, lantas sampai kepada Alam Mitsal, lantas sampai kepada Alam Arwah, lantas sampai kepada ‘Alam Wahidiyyah, lantas sampai kepada Alam Wahdah, lantas sampai kepada Alam Wahidiyyah, lantas sampai kepada Alam Insan Kamil kembali. Sempurna terang-benderang oleh karena Qudrat Ingsun.

8. Pambirat Asaling Cahya

(Menghilangkan Asal Cahaya)
Cahya ireng kadadeyaning Napsu Luwamah (Nafsul Lawwamah: pribadi yang suka mencela, menyesali; pribadi yang bebal dan labil), sumurup maring cahya kang abang; cahya abang kadadeyaning Napsu Amarah (Nafsul ‘Ammarah: pribadi yang mengajak kepada keburukan), sumurup maring cahya kang kuning; cahya kuning kadadeyaning Napsu Supiyah (Nafsus Sufiyyah: pribadi yang tertawan atau mencintai kenikmatan duniawi) sumurup maring cahya kang putih; cahya putih kadadeyaning Napsu Mutmainah (Nafsul Muthmainnah: pribadi yang tenang, stabil), sumurup maring cahya kang amancawarna; cahya kang amancawarna kadadeyaning Pramana, sumurup maring Dating cahyaningsun kang awening mancur mancorong gumilang tanpa wewayangan. Byar sampurna padhang tarawangan, ora ana katon apa-apa, kabeh-kabeh padha kalimputan dening Datingsun saka ing Kodratingsun.
Terjemahan: Cahaya hitam terwujud dari Nafsul Lawwamah, terserap kepada cahaya merah; cahaya merah terwujud dari Nafsul Ammarah, terserap kepada cahaya kuning; cahaya kuning terwujud dari Nafsus Sufiyyah, terserap kepada cahaya putih; cahaya putih terwujud dari Nafsul Muthmainnah, terserap kepada cahaya aneka warna; cahaya aneka warna terwujud dari Pramana (Inti Kesadaran), terserap kepada Dzat Cahaya Ingsun yang jernih memancar bersinar terang gilang gemilang tanpa bayangan Byar sempurna terang benderang, tidak terlihat apa pan, semua terliputi oleh Dzat Ingsun oleh karena Qudrat ingsun.

Wejangan Tambahan untuk menjalankan Dzat Nya

Setelah semua wejangan di atas dibabar, sang guru lantas berlanjut pada wejangan tambahan untuk menjalankan Dzat Nya, Jumlahnya ada empat belas macam, yaitu:

1. Angumpulake Kawula Gusti

(Mengumpulkan Hamba dan Tuhan)
Ingsun Dating Gusti Kang Asifat Esa, anglimputi ing kawula ningsun, tunggal dadi sakahanan, sampurna saka ing Kodratingsun.
Terjemahan: Ingsun (Aku) Dzat Tuhan Yang Bersifat Esa, meliputi hamba Ingsun, menyatu dalam satu keadaan, sempurna oleh karena Qudrat Ingsun.

2. Mahasucekake ing Dat

(Memahasucikan Dzat)
Ingsun Dat Kang Amaha Suci Kang Asifat Langgeng, Kang Amurba Amisesa, Kang Kawasa, Kang Sampurna, nirmala waluya ing jatiningsun kalawan Kodratingsun.
Terjemahan: Ingsun (Aku) Dzat Yang Mahasuci Yang Bersifat Langgeng, Yang Berkuasa penuh, Yang Kuasa, Yang Sempurna, tidak bercacat, penuh kesembuhan di dalam kesejatian Ingsun oleh karena Qudrat Ingsun.

3. Angrakit Karatoning Dat

(Merakit Keraton Dzat)
Ingsun Dat Kang Maha Luhur, Kang Jumeneng Ratu Agung, Kang Amurba Amisesa, Kang Kawasa andadekake ing Karatoningsun kang agung, Kang Amaha Mulya. Ingsun wengku sampurna sakapraboningsun, sangkep saisen-iseningkaratoningsun, pepak sabalaningsun, kabeh ora ana kang kêkurangan. Byar gumelar, dadi saciptaningsun, ana sasedyaningsun, teka sakarsaningsun kabeh saka ing Kodratingsun.
Terjemahan: Ingsun (Aku) Dzat Yang Mahaluhur, Yang Bertakhta sebagai Ratu Agung, Yang Maha Berkuasa penuh, Yang Mahakuasa menjadikan Keraton Ingsun yang agung, Yang Mahamulia. Ingsun cakup sempurna seluruh Jabatan Ingsun, lengkap beserta seluruh isi Keraton Ingsun, genap berikut bala tentara Ingsun, seluruhnya tiada yang kurang. Byar tergelar, jadi segala yang Ingsun angan-ngankan, ada segala yang Ingsun harapkan, datang segala yang Ingsun kehendaki oleh karena Qudrat Ingsun.

4. Angracut Jisim (Melepaskan Jasad)

Jisimingsun kang kari ana ing ngalam dunya, yen wis ana ing jaman Karamating (Karamah: Kemuliaan) Maha Mulya, wulu, kulit, daging, getih, balung, sungsum sapanunggalane kabeh, asale saka ing cahya muliha maring cahya, sampurna bali marang Ingsun maneh, saka ing Kodratingsun.
Terjemahan: Jasad Ingsun yang tertinggal di alam dunia, manakala sudah berada di zaman Karamah Mahamulia bulu, kulit, daging, darah, tulang, sumsum, dan semuanya saja yang berasal dari cahaya pun berpulang kepada cahaya, sempurna kembali kepada Ingsun lagi, oleh karena Qudrat Ingsun.

5. Anarik Sampurnaning Akrab

(Menarik Kesempurnaan Akrab)
Yoganingsun sapandhuwur sapangisor kabeh, kang padha mulih ingjaman Karamating ngalame dhewe-dhewe, padha suci mulya sampurna kaya Ingsun saka ing Kodratingsun.
Terjemahan: Keturunan sedarah Ingsun ke atas dan ke bawah, yang ber-pulang kepada zaman Karamah alamnya sendiri-sendiri, semuanya menjadi suci mulia, sempurna, sebagaimana Ingsun oleh karena Qudrat Ingsun.

6. Angukud Gumelaring Jagad

(Mengambil Tergelarnya Jagat)
Ingsun andadekake ngalam dunya saisen-isene kabeh iki, yen wis tutuging wewangene, Ingsun kukud mulih mulya sampurna dadi sawiji kalawan kahananingsun maneh saka ing Kodratingsun.
Terjemahan: Ingsun (Aku) menjadikan alam dunia beserta segenap isinya. Jika sudah sampai pada batas waktunya, Ingsun akan mengambil semuanya, sempurna menjadi satu dengan keadaan Ingsun, oleh karena Qudrat Ingsun.

7. Ambabar Kaharjaning Turas

(Menebar Keindahan Keturunan)
Turasingsun kang maksih padha kari ana ing ngalam dunya kabeh padha nêmuwa suka bungah sugih singgih aja ana kang kekurangan, rahayu salamêta sapandhuwur sapangisor saka ing Kodratingsun.
Terjemahan: Keturunan Ingsun yang masih tertinggal di alam dunia, semuanya mendapatkan kesenangan, kekayaan, kedudukan yang bagus. Jangan sampai ada yang kekurangan. Damai dan selamatlah ke atas hingga ke bawah oleh karena Qudrat Ingsun.

8. Amasang Pangasihan

(Memasang Pengasih)
Sakehe titahingsun kabeh, kang padha andulu kang padha karungu padha asih welasa marang Ingsun, saka ing Kodrating-sun.
Terjemahan: Seluruh ciptaan Ingsun, yang sama melihat dan sama mendengar, semuanya saja menjadi berbelas kasih kepada Ingsun, oleh karena Qudrat Ingsun.

9. Amasang Kamayan

(Memasang Kekuatan Pengaruh)
Sakehing makhlukingsun kabeh, kang ora angedahake maring Sun, padha kaprabawa ing kamayan dening Kodratingsun.
Terjemahan: Seluruh makhluk Ingsun, yang tak memedulikan Ingsun, terjerat perbawa kekuatan pengaruh oleh karena Qudrat Ingsun.

10. Amusus Budi

(Mengaduk Kesadaran Jaga)
Budiningsun kang metu saka ing Ati Maknawi, Ati Sanubari, Ati Suwedha, Ati Pungat, Ati Siri, sapanunggalane kabeh, Ingsun pusus dadi sawiji dumunung sajroning Angen-Angen, angirup karkating (Harakat: gerakan) Jasad, saka ing Kodratingsun.
Terjemahan: Budi ingsun yang keluar dari Hati Maknawi, Hati Sanubari, Hati Suwedha, Hati Fuad, Hati Sirri dan sejenisnya semua, Ingsun aduk menjadi satu berada dalam Angen-Angen, menghirup harakat (gerakan) Jasad, oleh karena Qudrat Ingsun.

11. Amuntu Napsu (Memutar Nafs)

Napsuningsun Aluwamah, Amarah, Supiyah, Mutmainah sahawane kabeh, Ingsun puntu dadi sawiji dumunung sajroning karsa, angirup karkating Budi, saka ing Kodratingsun.
Terjemahan: Nafs Ingsun Lawwamah, Ammarah, Sufiyyah, Muthmainnah, berikut hawanya semua, Ingsun putar menjadi satu di dalam keinginan, menghirup harakat (gerakan) Budi, atas Qudrat Ingsun.

12. Angimpun Roh (Menghimpun Ruh)

Rohingsun Jasmani, Nabati, Napsani, Rokani, Rakmani, Nurani, lapi sapanunggalane kabeh, Ingsun impun dadi sawiji dumunung sajrorsing sedya, angirup karkating napsu, saka ing Kodratingsun.
Terjemahan: Ruh Ingsun Jasmani, Nabati, Nafsani, Ruhani, Rahmani, Nur Aini, Idlafi, dan semuanya saja, Ingsun himpun menjadi satu dalam Kehendak, menghirup harakat (gerakan) Nafs, oleh karena Qudrat Ingsun.

13. Anuntum Rahsa (Mengembalikan Asal Sirr)

Rahsaningsun kang tumerah saka ing Sir Ibtadi, Sir Kahari, Sir Kamali, Sir Ngaji, Sir Kakiki, Sir Wahdi, Ingsun tuntumake dadi sawiji dumunung sajroning Cipta, angirup karkating Roh, saka ing Kodratingsun.
Terjemahan: Rahsa Ingsun yang berasal dari Sirrul Ibtadi, Sirrul Qahhari, Sirrul Kamali, Sirrul ‘Azizi, Sirrul Haqiqi, Ingsun kembalikan menjadi satu di dalam Cipta, menghirup harakat (gerakan) Ruh, oleh karena Qudrat Ingsun.

14. Pambirating Ganda Ala maring Sawa

(Menghilangkan Bau Tak Sedap pada Mayat)
Dibaca saat sudah merasa mendekati ajal, atau dibaca di telinga kiri mayat yang berbau kurang sedap:
Bismilahirakmanirakim. Sabda angin, tansah murba wisesa, sahganda kari rasa, badanku arum, selehku arum, rak-lap tan ana karasa, dhong ginêndhong saking kérsane Gusti Sunan Lepen radiyalahunganhu, ngalaihisalam.
Terjemahan: Bismillahir rahmanir rahim. Sabda angin, senantiasalah berkuasa sepenuhnya, hilangkanlah bau (hingga) tinggallah rasa, harumlah badanku, harumlah rebahku, rak-lap tidak ada yang terasa, terjaga dalam lindungan karena kehendak Gusti ‘anhu, ‘alaihis salam.
Wejangan nomor 14 di atas adalah wejangan tambahan Raden Tanaya, yang beliau peroleh dari guru beliau dan konon merupakan warisan Kangjeng Susuhunan ing Kalijaga.
Pada tahap akhir, yang diwejang kemudian dijelaskan maksud dari seluruh wejangan di atas satu demi satu, sejelas-jelasnya. Jika semua sudah usai, yang memberikan wejangan membaca Setikpar Astakpirulahalngadim (Istighfar: Astaghfirullahal adzim (Aku mohon ampun kepada Allah Yang Agung), disusul Donga Kabula, Allahuma anta kolaktani, wa anta tahdini, wa anta tutngimuni, wa anta taskini, wa anta tumituni, wa anta tuhyini  (Doa Makbul: Allahuma anta khalaqtani, wa anta tahdini, wa anta tuth’imuni, wa anta tasqiri, wa anta tumituni, wa anta tuhyini (Ya Allah, Engkau yang menciptaku, dan Engkau yang menunjukiku, dan Engkau yang memberiku makan, dan Engkau yang memberiku minum, dan Engkau yang mematikanku, dan Engkau yang menghidupkanku) dalam hati, memohon am-punan kepada Yang Berkuasa penuh atas kehidupan agar tidak terkena malapetaka karena telah menjabarkan Rahasia Dzat. Kemudian yang diwejang diminta berjanji:
Manakala sang guru masih hidup, ia tidak diperkenankan memberikan wejangan kepada orang lain (dengan ketentuan lengkap seperti di atas). Karena jika itu terjadi, akibatnya kurang baik, seperti yang sudah-sudah. Tetapi jika memang dirasa perlu, kalau ada saudara yang sakit keras, wejangan yang boleh diberikan hanyalah Wisikan Ananing Dat. Selain itu, seumpama yang diwejang belum bisa memahami wejangan sepenuhnya dan masih belum puas menerima penjabaran sang guru, lalu ia hendak mencari guru lain, itu tidaklah mengapa. Asal dengan satu syarat ia harus meminta izin kepada guru pertama.

Ambengan

Setelah itu, semuanya bersalaman. Lebih utama lagi, yang diwejang memberikan sembah bakti, sungkem, kepada yang mewejang. Setelah meninggalkan tempat pewejangan, semuanya segera menghadap ambengan (Nasi berikut lauk pauknya untuk sebuah upacara selamatan) demi keselamatan jiwa dan raga. Bentuk ambengan adalah sebagai berikut:
  1. Untuk menghormati Kangjeng Nabi Mukamad Rasululah, persembahannya adalah:
    • Sega wuduk
    • Lembarang ayam pethak (Masakan ayam yang diolah lembaran, memakai ayam berbulu putih)
    • Sarem tamper (Garam halus)
    • Lombok ijo
    • Terong
    • Dhaharan woh-wohan
    • Sekar konyoh (Sekar konyoh: air yang diberi bunga mawar, melati, daun pandan wangi (pandanus utilis), dan daun kemuning (muraya paniculata), lantas diberi kencur, mangir (bisa dibeli di pasar), parutan kunyit, dan tepung beras.)
  2. Untuk menghormati para sahabat Rasul berikut para waliyullah, persembahannya adalah:
    • Sega golong
    • Pecel pitik
    • Jangan menir
    • Iwak kebo siji digoreng (Mata kerbau satu saja, jeroan kerbau lengkap sepotong-sepotong saja, daging kerbau sepotong saja)
  3. Untuk menghormati Kangjeng Susuhunan ing Ngampel-denta, persembahannya adalah:
    • Sega liwet
    • Jangan manggu
    • Wuwuran bekatul (Taburan bekatul Bekatul adalah bagian terluar dari biji padi yang terbungkus kulitnya Mengandung vitamin B1, mampu mengobati beri-beri.)
  4. Untuk menghormati Kangjeng Susuhunan ing Kalijaga, persembahannya adalah:
    • Sega liwet
    • Jangan ron kangkung (Sayur kangkung)
    • Ron sentul (Daun pohon sentul. Nama lainnya adalah pohon kecapi (Sandoricum Koetjape [Burn.f.] Merr)
    • Ron senting
    • Ron ranti
    • Ron lan woh kudhu (Daun dan buah mengkudu atau pace (Morinda Citrifolia)
    • Sambel pecel lele
    • Bakaran dhendheng gepukan
    • Bakaran gereh (Ikan asin bakar)
    • Bakaran balur (Sejenis ikan laut yang diasinkan. Banyak dibuat di pesisir utara Jawa Tengah sampai Cirebon)
  5. Untuk menghormati Kangjeng Sultan Demak ingkang Wekasan (Kangjeng Sultan Demak terakhir. Bisa merujuk kepada Sultan Trenggana (1521 – 1546) yang tewas di Panarukan atau Sunan Prawata (1546-1549) yang tewas oleh utusan Arya Panangsang di dalam keraton), persembahannya adalah:
    • Sega punarlos
    • Jangan loncom
    • Sambel kedhele tanpa trasi
  6. Untuk menghormati Kangjeng Sultan Adiwijaya ing Pajang (Mas Karebet atau Jaka Tingkir, memerintah Kesultanan Pajang pada 1549-1582), persembahannya adalah:
    • Sega wuduk
    • Dhaharan arang-arang kambang (Kue yang dibuat dari nasi kering yang digoreng, lalu dituang dengari gula merah cair)
  7. Untuk menghormati Kangjeng Panémbahan Senopati ing Ngalaga ing Mataram (Danang Sutawijaya, raja pertama Kesultanan Mataram (1587-1601)), persembahannya adalah:
    • Sega pera (Nasi yang tidak lengket, mudah terpisah pisah, dan cenderung keras)
    • Gorengan ulam tambra (Ikan tombro goreng)
    • Sega golong
    • Pecel pitik
    • Jangan menir
  8. Untuk menghormati Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Agung Prabhu Anyakrakusuma ing Mataram (Raden Mas Jatmika atau Raden Mas Rangsang, raja ketiga Kesultanan Mataram (1613-1645), persembahannya adalah:
    • Dhaharan ketan salak
    • Ulam pindhang maesa atau ulam pindhang ayam
    • Sega golong
    • Pecel pitik
    • Jangan menir
  9. Persembahan untuk menghormati para leluhur yang pernah mengajarkan inti Ngelmu Makripat adalah apa saja yang menjadi makanan kesukaannya ketika masih hidup ditambah:
    • Kinang (Bahan lengkap bersirih: daun strih, buah gambir, buah pinang, susur (tembakau yang dibentuk bulat), dan kapur sirih.)
    • Sekar konyoh

Doa Ambengan

Semua bahan tadi diberi doa-doa sebagai berikut:

1. Donga Rasul (Doa Rasul)

Allahuma antal awalu pa laisa kablaka saiun, wa antal akiru palaisa bakda sai-un, wa anta ngalimu gaibi wa anta ngala kuli
sai-un kodir, wa anta ngalamul guyub, wa anta ngala kuli sai-in ngalim, birakmatika ya arkamar rakimin.
Doa Rasul: Allahumma antal awwalu fa laisa qablaka syai’un, wa antal akhira fa laisa ba’daka syai’un, wa anta ‘alimul ghaibi wa anta ‘ala kulli syai’un qadiru wa anta ‘allamul ghuyubi, wa anta ‘ala kulli syai’in alim, birahmatika ya arhama rahimin (Ya Allah, Engkau adalah awal, maka tak ada sesuatu sebelum-Mu dan Engkau adalah Akhir, maka tak ada sesuatu pun setelah-Mu; dan Engkau mengetahui segala yang gaib dan Engkau berkuasa atas segala sesuatu; dan Engkau mengetahui segala yang gaib; dan Engkau tahu atas segala sesuatu dengan rahmat Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara yang penyayang).

2. Donga Majemuk (Doa Majmu’)

Bismilahirakmanirakim. Allahuma disultaniladim. Wa dil manil kadim wa dil wajehil karim wa waliyil kalimati tamati wa dak-awati mustajabati ngakili kasani wal kusaini min angpusil kaki ngainil kodrati wanadirin wa ngainil insi wal jinni wa ing yakaduladina kaparu la yuj-likunaka bi absarihim lama samingud dikra wa yakuluna inahu lamajenun wa ma huwa ila dikrulil ngalamin wa mustajabu lukmanil kakim wawarisa sulaimana dawuda ngalaihimasalam al wadudu dul ngarsil majib towil ngumuri wa sahih ajesadi wakedi kajati wakesir amwali wa auladi wa kabib linasi ajêmangin. Wataba ngadil ngada wata kulaha min bani adama ngalaihis salamu mang kana kaya wa yahikal batilu ina batila kana jahuka. Wa nunajilu minal kur-ani ma huwa sipa-u wa rakmatu lil mukminin. Subkana rabika rabil ngijati ama yasipun wa salamun ngalal mursalin wal kamdulilahirabil ngalamin.
Bismillahir rahmanir rahim. Allahumma dhis shulthanil adzim. Wa dzilmannil qadim wa dzil wajhil karim wa waliyyil kalimatit tammati wad daawati mustajabati aqilil hasani wal husaini min anfusil haqqi ‘ainil qudrati wannazhirina wa ‘ainil insi wal jinni wa iyyakadul ladzina kafaru la yuzliqunaka bi absharihim lamma sami udz dzikra wa yaquluna innahu lamajnun wa ma huwa illa dzikrul lil ‘alamin wa mustajabu luqmanil hakimi wa waritsa sulaimanu dawuda ‘alaihis salamu al wadudu dzul ‘arsyil majid thawwil ‘umri wa shahhih ajsadi waqdli hajati waktsir amwali wa auladi wa habbib linnasi ajma’in. Wataba ‘adil ada wata kullaha min bani adama alaihissalamu man kana hayya wa yahiqqal bathilu innal bathila kana zahuqa. Wa nunazzilu minal qurani ma huwa syifauw wa rahmatul lil mu minin. Subhana rabbika rabbil izzati amma yashifuna wa salamun alal murshalina wal hamdu lillahi rabbil’alamin.
Artinya: (Ya Allah, Dzat yang memiliki kekuasaan yang agung, yang memiliki anugerah yang terdahulu, memiliki wajah yang mulia, menguasai kalimat-kalimat yang sempurna dan doa-doa yang mustajab, penanggung Hasan dan Husain dari jiwa-jiwa yang haq, dari pandangan mata yang memandang, dari pandangan mata manusia dan jin. Dan sesungguhnya orang-orang kafir benar-benar akan menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, ketika mereka mendengar Al-Quran dan mereka berkata: “Sesungguhnya (Muhammad) benar-benar orang gila, dan Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh umat. Dan yang mengijabahi Luqmanul Hakim, dan Sulaiman telah mewarisi Daud a.s. Allah adalah Dzat Yang Maha Pengasih lagi memiliki singgasana yang mulia, panjangkanlah umurku, sehatlah tubuhku, kabulkan hajatku, perbanyaklah harta bendaku dan anakku, cintakanlah semua manusia dan jauhkanlah permusuhan dari anak cucu Nabi Adam a.s., orang-orang yang masih hidup dan semoga tetap ancaman siksa bagi orang orang kafir, Dan katakanlah: Yang haq telah datang dan yang batil telah musnah, sesungguhnya perkara yang batil itu pasti musnah. Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang orang yang beriman, dan Al-Quran tidak akan menambah kepada orang orang yang berbuat aniaya melainkan hanya kerugian. Mahasuci Allah Tuhanmu Tuhan Yang Mahamulia dari sifat-sifat yang diberikan oleh orang-orang kafir. Dan semoga keselamatan bagi para rasul. Dan segala puji
bagi Allah Tuhan Semesta Alam).

3. Donga Kabula (Doa Kabul)

Allahuma anta kolaktani, wa anta tahdini, wa anta tutngimuni, wa anta taskini, wa anta tumituni, wa anta tuhyini.

4. Donga Tulak Bilahi (Doa Tolak Bala)

Allahuma sipana minal balak wal wabak wal golak wal kohti wa jamingil amrali wa mautil puja ati watonguni mala yaksipun goiruka.
Allahummaksyifana minal bala’i wal waba’i wal għala’i wal qahthi wa jamiil amrodli wa mautil fujati wath tha’uni mala yaksifun ghairuka.
Artinya: (Ya Allah singkirkanlah balak penyakit dari kami, mahalnya harga, kelaparan, tha’un dan mati mendadak, yang kesemuanya tak ada yang mampu menyingkirkan kecuali Engkau).

5. Donga Salamet (Doa Selamat)

Allahuma ina nasaluka salamatan pidin, wa ngapiyatan piljasad, wa jiyadatan pilngilmi, wa barakatan pirijki, wa taubatan kablal maot, warakmatan ngindalmaot, wamakpirotan bakdalmaot.
Allahumma inna nasaluka salamatan fiddin, wa ‘afiyatan fil jasadi, wa ziyadatan fil ‘ilmi, wa barakatan fir rizqi, wa taubatan qablal mauti, wa rahmatan ‘inda mauti, wa maghfiratan badal maut.
Artinya: (Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada Engkau akan keselamatan agama dan sehat badan, dan tambahnya ilmu pengetahuan, dan keberkahan dalam rezeki dan diampuni sebelum mati, dan mendapat rahmat waktu mati, dan mendapat pengampunan sesudah mati. Ya Allah, mudahkan bagi kami waktu [sekarat] menghadapi mati, dan selamatkan dari siksa neraka, dan pengampunan waktu hisab).

Waktu untuk mewejang haruslah bulan Jawa ketika pada tanggal pertama awal bulan tersebut jatuh pada hari Jumat. Sedangkan waktu untuk mewejang harus tepat pada tanggal 15 ketika bulan purnama, dengan syarat hari Jumat tanggal satu pada bulan tersebut tidak termasuk hari Sangar, Naas, dan Taliwangke. Jika Jumat tanggal satu pada bulan tersebut termasuk hari Sangar (Sangar: berasal dari kosakata Jawa Kuno, yang berarti kerusakan), Naas (Naas: Nahasy, hari sial), dan Taliwangke (Taliwangke: tali bangkai, tali mayat), wejangan tetap diperbolehkan asalkan harus pada hari Anggara Kasih (Selasa Kliwon) tanpa menunggu purnama. Tempat untuk mewejang haruslah tempat yang bersih dan suci, tidak tertutupi apa pun (terbuka), sangat utama jika di lereng gunung, di tanah lapang, di tengah sungai atau lautan dengan naik perahu. Tempat yang bagus juga harus disesuaikan dengan nama tempat yang juga bermakna bagus. Misalnya: lereng Gunung Agung, tanah lapang di Purwodadi (Purwo: awal, Dadi: menjadi), tanah lapang di Ngadipala (Adi: unggul, Pala: buah), dan lain lain.

<a href="https://www.pshterate.com/"><img data-src="Pambukaning Tata Malige ing Dalem Betal Mukadas.jpg" alt="Wirid Hidayat Jati, makam Ilmu Makrifat"></a>

Makam Raden Ngabehi Rangga Warsita

Raden Ngabehi Rangga Warsita / Ronggawarsita, lahir pada tanggal 14 Maret 1802–24 Desember 1873) dikenal sebagai pujangga terkemuka dalam budaya Jawa pada masa Kasunanan Surakarta. Ia dianggap sebagai pujangga besar terakhir dari tanah Jawa.
Nama asli Rangga Warsita adalah Bagus Burhan. Ayahnya, Mas Pajangswara atau Mas Ngabehi Ranggawarsita, merupakan keturunan Yasadipura II, seorang pujangga utama Kasunanan Surakarta. Bagus Burhan berasal dari keluarga yang memiliki latar belakang kebangsawanan, dengan ayahnya berasal dari keturunan Kesultanan Pajang dan ibunya berasal dari keturunan Kesultanan Demak. Bagus Burhan diasuh oleh Ki Tanujaya, seorang abdi dalem ayahnya.
Rangga Warsita mengambil peran sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom dengan gelar Raden Ngabei Ronggowarsito, menggantikan ayahnya yang meninggal pada tahun 1830. Kemudian, setelah kematian Yasadipura II, Ranggawarsita diangkat menjadi pujangga Kasunanan Surakarta oleh Pakubuwana VII pada tanggal 14 September 1845.
Ranggawarsita dikenal sebagai seorang peramal ulung dengan pengetahuan yang luas dalam berbagai ilmu kesaktian. Selain itu, ia juga merupakan seorang cendekiawan yang memiliki pemahaman mendalam tentang ajaran dan filsafat Jawa. Ranggawarsita menjalin hubungan yang harmonis dengan Pakubuwana VII, dan selama masa tersebut, ia menciptakan banyak karya sastra yang beragam.
Beberapa karya sastra tulisan Ranggawarsita antara lain:
  1. Bambang Dwihastha: cariyos Ringgit Purwa
  2. Bausastra Kawi atau Kamus Kawi – Jawa, yang ditulis bersama C.F. Winter sr.
  3. Sajarah Pandhawa lan Korawa: miturut Mahabharata, yang ditulis bersama C.F. Winter sr.
  4. Sapta dharma
  5. Serat Aji Pamasa
  6. Serat Candrarini
  7. Serat Cemporet
  8. Serat Jaka Lodang
  9. Serat Jayengbaya
  10. Serat Kalatidha
  11. Serat Panitisastra
  12. Serat Pandji Jayeng Tilam
  13. Serat Paramasastra
  14. Serat Paramayoga
  15. Serat Pawarsakan
  16. Serat Pustaka Raja
  17. Suluk Saloka Jiwa
  18. Serat Wedaraga
  19. Serat Witaradya
  20. Sri Kresna Barata
  21. Wirid Hidayat Jati
  22. Wirid Ma’lumat Jati
  23. Serat Sabda Jati
Karya-karya ini menunjukkan pemahaman dan keahlian Ranggawarsita dalam sastra Jawa. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah “Serat Centhini”, yang menjadi salah satu karya sastra Jawa yang paling berpengaruh dalam budaya Jawa. Ranggawarsita memberikan kontribusi yang besar dalam melestarikan dan mengembangkan warisan budaya Jawa melalui tulisannya.
Sekian dulu penjabaran garis besarnya, terkait Wirid Hidayat Jati, makam Ilmu Makrifat.

Leave a Comment