Keceran PSHT, juga dikenal sebagai Upacara Keceran, adalah sebuah tradisi budaya dalam Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Dalam keceran ini, para anggota PSHT menjalani suatu prosesi pengukuhan dan pembinaan spiritual. Meskipun demikian, sebagian adat keceran PSHT tidak dapat dipublikasikan secara terperinci karena sifatnya yang rahasia. Artikel ini akan membahas gambaran umum mengenai adat keceran yang umumnya diketahui.
Kata “keceran” berasal dari bahasa Jawa Kuno yang terdiri dari dua kata, yaitu “kecer” dan akhiran “an”. “Kecer” berarti “menuju”, sedangkan akhiran “an” mengindikasikan kesatuan atau keterkaitan. Dalam konteks keceran PSHT, istilah ini mengacu pada upacara atau proses yang dilakukan oleh para anggota PSHT untuk mempererat persaudaraan dan persatuan antara sesama manusia. Adanya kata “cer” dalam komunikasi menggunakan bahasa Jawa merupakan penggambaran dari hubungan kekerabatan atau wadah yang bersatu di bawah satu entitas. Dengan demikian, keceran PSHT berfungsi sebagai sarana untuk mengukuhkan dan membina persaudaraan di dalam organisasi.
Selain itu, kata “kecer” juga merujuk pada alat musik tradisional Jawa yang digunakan untuk mengendalikan irama gending-gending dalam permainan karawitan. Dalam konteks keceran PSHT, istilah ini menggambarkan proses pengendalian dan pengarahan manusia terhadap sesamanya untuk mencapai pengukuhan persaudaraan sesuai dengan aturan dan nilai-nilai PSHT. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika bahasa Jawa sering digunakan dalam komunikasi terkait keceran PSHT, karena bahasa ini mencerminkan makna pengandungan atau wadah dari satu entitas yang bersatu. Misalnya, upacara pengukuhan di dalam PSHT menggunakan kain mori sebagai simbolisasi ikatan.
Tradisi keceran PSHT harus dipahami dengan baik dan bukan hanya dianggap sebagai informasi semata terkait kegiatan ini. Penting untuk berhati-hati terhadap bahaya syirik atau musyrik yang dapat muncul dalam konteks keceran. Dalam konteks pemahaman yang disebut “pengisian”, tujuannya bukan untuk memberikan kekuatan supranatural kepada individu atau membuat seseorang menjadi sakti atau kuat. Sebaliknya, pengisian memiliki maksud memberikan pengajaran rohani yang mendorong calon anggota PSHT untuk bertindak dengan jujur, lurus, dan membuka pikiran serta hati mereka terhadap proses yang mereka jalani. Dengan demikian, pengisian menjadi ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan memberikan kejelasan.
Setelah wafatnya Ki Ngabehi Surodiwiryo, pendiri PSHT, beberapa aspek dalam adat keceran, termasuk juru kecer, menjadi perdebatan. Setelah melalui musyawarah, disepakati bahwa juru kecer adalah saudara tua Setia Hati pada tingkat ke-tiga. Sistem penerimaan anggota baru juga mengalami perubahan, dimana sebelumnya hanya Ki Ngabehi Surodiwiryo yang memiliki wewenang penerimaan, kini melalui proses penyaringan yang sangat ketat. Keputusan ini ditentukan melalui musyawarah dengan Lembaga Pertimbangan Persaudaraan.
Pada saat ini, calon anggota PSHT yang akan menjalani keceran harus mendapatkan izin dari orang tua jika mereka belum mandiri. Mereka harus mengajukan permohonan yang berisi pernyataan kesungguhan mereka untuk menjadi bagian dari Persaudaraan Setia Hati, tanpa adanya paksaan atau pengaruh dari pihak lain. Selain itu, calon anggota wajib mengunjungi saudara tua Setia Hati yang telah ditunjuk dan dipercaya untuk memberikan bimbingan mengenai nilai-nilai dan aspek-aspek Persaudaraan Setia Hati. Hal ini bertujuan untuk mengenal karakteristik dan niat calon anggota. Setelah melalui seleksi dan mendapatkan persetujuan dari saudara tua Setia Hati, calon anggota kemudian menyediakan persyaratan-persyaratan untuk upacara keceran. Beberapa persyaratan yang harus disiapkan dalam keceran PSHT antara lain Ayam Jago, Uang Logam Koin, Kain Mori, Buah Pisang Raja, Daun Suruh Temu Rose, dan lain sebagainya.
Keceran PSHT adalah sebuah tradisi yang penting dalam Persaudaraan Setia Hati Terate. Melalui upacara ini, anggota PSHT menjalani proses pengukuhan persaudaraan dan pembinaan spiritual yang mengajarkan nilai-nilai kejujuran, kesungguhan, dan pengabdian. Walaupun beberapa aspek keceran PSHT tidak dapat diungkapkan secara terperinci, kegiatan ini tetap berperan dalam mempererat ikatan antara anggota PSHT.