Doa merupakan salah satu cara yang diperintahkan agama untuk berkomunikasi dengan Allah. Namun, ada satu sosok nabi yang memiliki keistimewaan luar biasa dalam doanya, yaitu Nabi Sulaiman. Ijazah doa Nabi Sulaiman menjadi kunci ajaib yang membuka pintu kemurahan dan kekuatan Ilahi. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi beberapa doa Nabi Sulaiman yang diyakini dapat mengabulkan permohonan, menundukan wanita, mendatangkan kekayaan, mengusir jin dan setan, mengusir hewan-hewan yang merugikan, serta membawa rezeki berlimpah.
1. Nabi Sulaiman Memerintah dan Diberikan Kebijaksanaan
Surah Al-Baqarah (2:247)
Arab:
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا ۚ قَالُوا أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِّنَ الْمَالِ ۚ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ ۖ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَن يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Transliterasi Latin:
Wa qāla lahum nabīyuhum inna Allāha qad ba’atha lakum ṭālūta malikan qālū annā yakūnu lahu al-mulku ‘alaynā wa naḥnu aḥaqqū bil-mulki minhu wa lam yuti sa’atan mina al-māli qāla inna Allāha iṣṭafāhu ‘alaykum wa zādahu basṭatan fī al-ʿilmi wal-jismi wa Allāhu yuti mulkahu man yashā’u wa Allāhu wāsiʿun ʿalīmun.
Artinya:
Dan nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut (Saul) menjadi raja atas kamu.” Mereka berkata: “Bagaimana dia dapat menjadi raja atas kami, padahal kami lebih berhak mendapatkan kerajaan daripadanya dan dia tidak diberikan harta yang banyak?” Nabi mereka menjawab: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya atas kamu dan Dia telah melimpahkan kepadanya pengetahuan dan kekuatan yang besar. Dan Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui.”
Tafsirnya:
Ayat ini mengisahkan tentang Nabi Samuel yang memilih dan mengangkat Talut (Saul) sebagai raja atas kaum Bani Israel. Para pemimpin Bani Israel tidak puas dengan pilihan ini dan mempertanyakan keabsahan Talut sebagai raja, mengingat ia tidak memiliki kekayaan yang berlimpah.
Namun, Nabi Samuel memberikan penjelasan bahwa Allah telah memilih Talut sebagai raja dan memberikan kepadanya kebijaksanaan (pengetahuan) dan kekuatan yang luar biasa. Kekayaan bukanlah kriteria utama untuk menentukan seseorang menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana. Allah dapat memberikan kerajaan-Nya kepada siapa pun yang Dia kehendaki, dan Dia Maha Luas dalam memberikan karunia-Nya serta Maha Mengetahui segala hal.
Tafsir ayat ini mengajarkan kita untuk tidak menilai seseorang berdasarkan harta atau kedudukan materi yang dimilikinya. Kepemimpinan yang baik datang dari kebijaksanaan, pengetahuan, dan keadilan yang Allah berikan. Allah-lah yang mengetahui apa yang terbaik untuk umat-Nya dan Dia memilih pemimpin-pemimpin yang sesuai dengan hikmah-Nya.
2. Nabi Sulaiman Mengendalikan Jin dan Angin
Surah Al-Anbiya’ (21:81)
Arab:
وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ عَاصِفَةً تَجْرِي بِأَمْرِهِ إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا ۚ وَكُنَّا بِكُلِّ شَيْءٍ عَالِمِينَ
Transliterasi Latin:
Wa li-Sulaymāna al-riḥa ‘āṣifatan tajrī bi-amrihi ilā al-arḍi allatī bāraknā fīhā wa kunnā bi-kulli shay’in ʿālimīn.
Artinya:
Dan bagi Sulaiman (kami tundukkan) angin yang berhembus dengan perintahnya menuju negeri yang telah Kami berkati di dalamnya. Dan Kami Maha Mengetahui segala sesuatu.
Tafsirnya:
Ayat ini menyatakan bahwa Nabi Sulaiman diberikan kekuasaan untuk mengendalikan angin sesuai dengan kehendaknya. Ia memiliki kontrol atas angin yang berhembus dan dapat mengarahkannya ke tempat yang dikehendakinya. Keistimewaan ini diberikan oleh Allah kepada Nabi Sulaiman sebagai tanda kekuasaan dan keberkahan-Nya.
Dalam sejarah, dikisahkan bahwa Nabi Sulaiman menggunakan kekuasaannya atas angin dan jin untuk melaksanakan tugas-tugasnya, termasuk dalam pembangunan Bait Suci di Yerusalem dan menjaga kerajaannya. Pengendalian angin dan jin merupakan salah satu karunia Allah kepada Nabi Sulaiman yang menunjukkan kebesaran dan keajaiban kekuasaan-Nya.
Tafsir ayat ini mengajarkan kepada kita tentang kekuasaan Allah yang tak terbatas dan kemampuan-Nya untuk memberikan karunia-karunia khusus kepada hamba-hamba-Nya yang dipilih. Hal ini juga menekankan bahwa kekuasaan dan otoritas yang dimiliki Nabi Sulaiman berasal dari Allah semata, dan ia menggunakan kekuasaan tersebut dengan adil dan bijaksana untuk memenuhi tugas-tugasnya sebagai pemimpin dan nabi.
3. Sulaiman dan Hud-Hud
3.0. Surah An-Naml (27:16-19)
Arab:
تَمَٰتَ عَلَىٰ سُلَيْمَٰنَ جُنُودُهُۥ مِنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ وَٱلطَّيْرِ فَهُمْ يُوزَعُونَ حَتَّىٰٓ إِذَآ أَتَوْا۟ عَلَىٰ وَادِى ٱلنَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌۭ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّمْلُ ٱدْخُلُوا۟ مَسَـٰكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَـٰنُ وَجُنُودُهُۥ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًۭا مِّن قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَـٰلِحًۭا تَرْضَىٰهُ وَأَدْخِلْنِى بِرَحْمَتِكَ فِى عِبَادِكَ ٱلصَّـٰلِحِينَ
Transliterasi Latin:
Tamāta ʿalā Sulaymāna junūduhu mina al-jinni wal-insi waṭ-ṭayri fahum yūzaʿūn. Ḥattā iżā ataw ʿalā wādin-naml qālat namlatun yā ayyuhā n-namlu dkhulū masākinakum lā yaḥṭimannakum Sulaymānu wa junūduhu wa hum lā yašʿurūn. Fatabassama ḍāḥikan min qawlihā wa qāla rabbi awzīʿnī an ashkura niʿmataka allatī anʿamta ʿalayya wa ʿalā wālidayya wa an aʿmala ṣāliḥan tardāhū wa adkhlīnī bi-raḥmatika fī ʿibādika aṣ-ṣāliḥīn.
Artinya:
Pasukan Sulaiman terdiri dari jin, manusia, dan burung-burung yang tertib dalam barisan. Hingga suatu ketika mereka sampai di lembah semut, seekor semut berkata, “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kalian tidak diinjak oleh Sulaiman dan pasukannya tanpa mereka menyadarinya.” Lalu semut itu tersenyum dengan tertawa karena perkataannya, dan ia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku kekuatan untuk bersyukur atas nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, serta supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.”
Tafsirnya:
Ayat-ayat ini mengisahkan tentang perjalanan tentara Sulaiman yang terdiri dari jin, manusia, dan burung-burung. Ketika mereka tiba di lembah semut, seekor semut memberi peringatan kepada semut-semut lainnya untuk masuk ke dalam sarang-sarang mereka agar tidak diinjak oleh Sulaiman dan pasukannya tanpa mereka menyadarinya.
Kejadian ini membuat Sulaiman tersenyum dan tertawa karena terkejut dengan ucapan semut tersebut. Ia menyadari keajaiban dan kebijaksanaan Allah yang meliputi segala makhluk, termasuk semut yang memberikan peringatan kepada kaumnya. Sulaiman merasa terharu dan bersyukur atas nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadanya.
Setelah itu, Sulaiman berdoa kepada Allah untuk diberi kekuatan untuk bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya dan berbuat amal yang saleh yang diredhai oleh-Nya. Ia juga memohon agar dimasukkan ke dalam golongan hamba-hamba Allah yang saleh dengan rahmat-Nya.
Tafsir ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya menghargai dan memperhatikan makhluk-makhluk kecil yang ada di sekitar kita. Meskipun semut hanyalah hewan kecil, Allah memberikan mereka suatu pemahaman yang luar biasa sehingga dapat memberikan peringatan kepada mereka.
Selain itu, ayat ini juga mengajarkan tentang pentingnya bersyukur atas nikmat-nikmat Allah dan berbuat amal yang baik sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada-Nya. Nabi Sulaiman, meskipun memiliki kekuasaan yang besar, tidak lupa untuk selalu bersyukur dan memohon petunjuk dan rahmat Allah.
3.1. Surah An-Naml (27:16)
Arab:
وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُودَ وَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنطِقَ الطَّيْرِ وَأُوتِينَا مِن كُلِّ شَيْءٍ إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْفَضْلُ الْمُبِينُ
Transliterasi Latin:
Wa waritha Sulaymānu Dāwūda wa qāla yā ayyuhā n-nāsu ʿullimnā manṭiqaṭ-ṭayri wa ūtinā min kulli shayʾin innahā lahuwa al-faḍlu al-mubīn.
Artinya:
Dan Sulaiman mewarisi dari Daud. Dia berkata, “Hai manusia, kami diajari bahasa burung dan diberi segala sesuatu. Sesungguhnya ini adalah karunia yang nyata.”
Tafsirnya:
Ayat ini menyiratkan bahwa Nabi Sulaiman mewarisi kemampuan dari ayahnya, Nabi Daud. Ia memiliki keistimewaan dalam memahami bahasa burung dan diberi pengetahuan luas tentang segala hal.
Nabi Sulaiman memanfaatkan kemampuannya dalam memahami bahasa burung untuk tujuan tertentu. Salah satu contohnya adalah ketika ia meminta hewan burung Hud-Hud untuk membawa informasi tentang Ratu Balqis dan kerajaannya. Hud-Hud melaksanakan tugas tersebut dengan sempurna dan memberikan laporan kepada Sulaiman.
Tafsir ayat ini mengajarkan tentang keistimewaan dan kebijaksanaan yang Allah berikan kepada Nabi Sulaiman. Ia memiliki pengetahuan dan kemampuan yang luar biasa, termasuk kemampuan untuk memahami bahasa burung. Sulaiman menggunakan kemampuannya ini untuk mengumpulkan informasi yang berguna dan penting bagi kerajaannya.
Ayat ini juga mengingatkan kita akan pentingnya memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan yang diberikan oleh Allah untuk kebaikan dan kemaslahatan. Nabi Sulaiman mengambil manfaat dari kemampuannya dalam memahami bahasa burung untuk mengatur dan memimpin dengan bijaksana.
3.2. Surah An-Naml (27:17)
Arab:
وَحُشِرَ لِسُلَيْمَانَ جُنُودُهُۥ مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ وَالطَّيْرِ فَهُمْ يُوزَعُونَ
Transliterasi Latin:
Wa ḥushira li-Sulaymāna junūduhu mina al-jinni wal-insi waṭ-ṭayri fahum yūzaʿūn.
Artinya:
Dan dikumpulkanlah untuk Sulaiman tentara-tentara dari jin, manusia, dan burung-burung, lalu mereka disusun dalam barisan.
Tafsirnya:
Ayat ini menggambarkan bagaimana Nabi Sulaiman mengumpulkan tentara-tentara yang terdiri dari jin, manusia, dan burung-burung. Ia memiliki kekuasaan dan kemampuan untuk mengatur dan memimpin mereka dengan bijaksana.
Dalam konteks kisah dengan Hud-Hud, ayat ini menjadi pendahuluan dari perintah Sulaiman kepada Hud-Hud untuk membawa informasi tentang Ratu Balqis dan kerajaannya. Hud-Hud adalah salah satu hewan burung yang merupakan bagian dari tentara Sulaiman yang mampu berkomunikasi dengan manusia.
Tafsir ayat ini menunjukkan kekuasaan dan otoritas Nabi Sulaiman dalam mengatur dan memimpin tentaranya yang terdiri dari makhluk-makhluk yang berbeda, termasuk jin, manusia, dan burung-burung. Ia memiliki kemampuan untuk menyusun mereka dalam barisan dan memanfaatkannya sesuai kehendak dan keperluan.
Perintah Sulaiman kepada Hud-Hud untuk membawa informasi tentang Ratu Balqis dan kerajaannya menunjukkan strategi dan kebijaksanaan Sulaiman dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Hud-Hud menjalankan tugas tersebut dengan sempurna, membawa informasi yang diinginkan oleh Sulaiman.
Tafsir ini mengajarkan kepada kita tentang pentingnya kebijaksanaan, kepemimpinan yang bijaksana, dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki. Nabi Sulaiman memanfaatkan kekuasaan dan kemampuannya dengan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3.3. Surah An-Naml (27:18)
Arab:
حَتَّىٰ إِذَا أَتَوْا عَلَىٰ وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
Transliterasi Latin:
Hatta idza ataw ‘ala wadin namli qalat namlatun ya ayyuha an-namlu udhkhulū masākinakum lā yaḥṭimannakum Sulaymānu wa junūduhu wa hum lā yašʿurūn.
Artinya:
Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, “Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.”
Tafsirnya:
Ayat ini menceritakan tentang peristiwa ketika Sulaiman dan pasukannya sampai di sebuah lembah yang dihuni oleh semut-semut. Di lembah tersebut, seekor semut memberikan peringatan kepada sesama semut agar mereka masuk ke dalam sarang-sarangnya agar terhindar dari terinjak oleh Sulaiman dan pasukannya yang tidak menyadari keberadaan semut-semut tersebut.
Tafsir ayat ini menggambarkan kebijaksanaan dan kepekaan Nabi Sulaiman terhadap makhluk-makhluk lain di sekitarnya, bahkan yang sekecil semut sekalipun. Meskipun Sulaiman memiliki kekuatan dan pasukan yang besar, dia memperhatikan makhluk-makhluk kecil dan menghormati hak-hak mereka. Dia tidak ingin melanggar atau membahayakan makhluk-makhluk tersebut, bahkan jika mereka tidak menyadari kehadiran dirinya.
Ayat ini juga mengandung pesan moral tentang pentingnya menghormati dan memperhatikan makhluk-makhluk lain di sekitar kita. Nabi Sulaiman sebagai seorang pemimpin yang bijaksana dan penuh perhatian, menunjukkan sikap yang baik terhadap lingkungan dan makhluk-makhluk di dalamnya. Kita diajarkan untuk menjaga keseimbangan dan harmoni dengan alam serta menghormati keberadaan setiap makhluk, tanpa memandang seberapa kecil atau besar mereka.
Tafsir ini mengingatkan kita untuk selalu bersikap bijaksana dan peduli terhadap lingkungan sekitar kita. Kita perlu menjaga keseimbangan ekosistem dan melindungi serta menghormati semua makhluk yang ada di dalamnya, baik yang dapat kita lihat dan rasakan, maupun yang tidak.
3.4. Surah An-Naml (27:19)
Arab:
فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّن قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
Transliterasi Latin:
Fatabassama dāḥikan min qawlihā wa qāla, “Rabb iawzi’nī an ashkura niʿmataka allatī anʿamta ʿalayya wa ʿalā wālidaya wa an aʿmala ṣāliḥan tarḍāhu wa adkhilnī biraḥmatika fī ʿibādika aṣ-ṣāliḥīn.”
Artinya:
Maka Sulaiman tersenyum sambil tertawa mendengar perkataan semut itu, dan ia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridai, dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.”
Tafsirnya:
Ayat ini melanjutkan cerita tentang peristiwa Sulaiman dan semut-semut di lembah semut. Ketika semut memberikan peringatan kepada sesama semut untuk masuk ke dalam sarang-sarang mereka, Sulaiman merespons dengan tersenyum dan tertawa mendengar perkataan semut tersebut. Kemudian, Sulaiman berdoa kepada Allah memohon petunjuk dan rahmat-Nya. Dia memohon agar diberikan ilham untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadanya dan kedua orang tuanya, juga agar diberikan kekuatan untuk mengerjakan amal shalih yang Allah ridai. Selain itu, ia memohon agar dimasukkan ke dalam golongan hamba-hamba Allah yang saleh dengan rahmat-Nya.
Tafsir ayat ini menunjukkan sikap rendah hati, syukur, dan permohonan petunjuk Nabi Sulaiman kepada Allah. Meskipun memiliki kekuasaan dan karunia yang besar, dia tidak sombong atau menyombongkan diri. Dia menyadari bahwa segala yang ia miliki adalah karunia dari Allah, dan dia ingin menggunakan kekuasaan dan karunia tersebut dengan cara yang baik dan sesuai dengan kehendak Allah. Doa Sulaiman ini juga menunjukkan kerendahan hati dan keinginan untuk selalu berada dalam keridhaan Allah serta berada di antara hamba-hamba-Nya yang saleh.
Tafsir ini mengajarkan kepada kita pentingnya sikap syukur terhadap nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita. Kita perlu mengakui bahwa segala yang kita miliki berasal dari Allah, dan kita harus berusaha menggunakan nikmat-nikmat tersebut dengan cara yang baik, mematuhi perintah-Nya, dan berbuat kebaikan yang dapat meraih keridhaan-Nya. Selain itu, kita juga harus rendah hati dan selalu berdoa memohon petunjuk dan rahmat Allah agar kita tetap berada di jalan yang lurus dan menjadi hamba-hamba-Nya yang saleh.
4. Nabi Sulaiman Membangun Istana yang Megah
4.0. Surah An-Naml (27:30)
Arab:
إِنَّهُ مِن سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Transliterasi Latin:
Innahu min Sulaimāna wa innahu bismi Allahi al-Raḥmāni al-Raḥīm.
Artinya:
Sesungguhnya ini (surat atau pesan) dari Sulaiman, dan sesungguhnya ini (surat atau pesan) itu dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.
Tafsirnya:
Ayat ini menunjukkan bahwa surat atau pesan yang disampaikan merupakan pesan dari Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman mengirimkan pesan tersebut dengan menyebutkan nama Allah, dengan menyatakan bahwa pesan tersebut datang dengan izin, rahmat, dan kasih sayang Allah.
Tafsir ayat ini memberikan penegasan bahwa apa yang disampaikan oleh Nabi Sulaiman adalah berdasarkan wewenang dan otoritas yang diberikan Allah kepadanya. Dengan menyebut nama Allah, Nabi Sulaiman mengakui bahwa segala kekuasaan dan kebijaksanaannya berasal dari Allah, Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Penggunaan kalimat “bismi Allahi al-Raḥmāni al-Raḥīm” (dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang) juga menunjukkan bahwa pesan yang disampaikan memiliki tujuan yang baik dan penuh kebaikan, serta ditujukan untuk kepentingan dan kemaslahatan umat manusia.
Tafsir ini mengajarkan pentingnya menyandarkan segala tindakan dan usaha kita kepada Allah, serta mengakui bahwa segala keberhasilan dan hasil yang kita dapatkan berasal dari-Nya. Selain itu, tindakan dan komunikasi kita juga seharusnya dilandasi oleh rasa kasih sayang, kebaikan, dan rahmat terhadap sesama, sebagaimana Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
4.1. Surah An-Naml (27:31)
Arab:
أَلَّا تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَ
Transliterasi Latin:
Al-lā ta’lū ‘alayya wa’tūnī muslimīn.
Artinya:
Janganlah kamu menunjukkan keangkuhan terhadapku, dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang tunduk patuh.
Tafsirnya:
Ayat ini merupakan perintah dari Nabi Sulaiman kepada para utusan atau perwakilan yang dikirim untuk membawa pesan ke Ratu Balqis. Nabi Sulaiman memberikan instruksi agar mereka tidak menunjukkan sikap sombong atau menyombongkan diri terhadapnya, melainkan datang dengan sikap tunduk dan patuh.
Tafsir ayat ini mengandung pelajaran penting tentang rendah hati, kerendahan diri, dan sikap tawadhu’. Nabi Sulaiman sebagai seorang nabi dan raja yang memiliki kekuasaan dan kebijaksanaan yang luar biasa tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kesederhanaan dan ketaatan kepada Allah. Dia menunjukkan bahwa kebesaran bukanlah berada dalam sikap angkuh, tetapi dalam kesalehan dan kerendahan hati.
Dalam konteks ini, ayat ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga sikap rendah hati dan tidak menyombongkan diri ketika berinteraksi dengan orang lain, terlebih lagi jika kita memiliki kedudukan atau kelebihan tertentu. Sikap tunduk dan patuh yang diminta oleh Nabi Sulaiman merupakan ekspresi dari ketundukan kepada Allah dan penghormatan terhadap sesama manusia.
Tafsir ayat ini mengingatkan kita untuk selalu memperhatikan etika dan adab dalam setiap interaksi kita, serta menghindari sikap angkuh dan sombong yang dapat merusak hubungan dengan orang lain dan dengan Allah.
4.2. Surah An-Naml (27:32)
Arab:
قَالَتْ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَفْتُونِي فِي أَمْرِي مَا كُنتُ قَاطِعَةً أَمْرًا حَتَّىٰ تَشْهَدُونِ
Transliterasi Latin:
Qālat yā ayyuhā al-malā’u aftūnī fī amrī mā kuntu qāṭiʿatan amran ḥattā tashhadūn.
Artinya:
Ia (Ratu Balqis) berkata, “Hai para pembesar, berikanlah pendapat kalian dalam urusanku. Aku tidak mengambil keputusan tanpa berkonsultasi denganmu.”
Tafsirnya:
Ayat ini merupakan ungkapan Ratu Balqis saat dia menghadap para pembesar atau penasihatnya untuk meminta nasihat dalam sebuah urusan atau keputusan penting. Ratu Balqis menunjukkan sikap bijaksana dengan menghormati dan meminta pendapat dari orang-orang yang ahli dan berpengaruh dalam kerajaannya sebelum mengambil keputusan.
Tafsir ayat ini mengandung pesan tentang pentingnya konsultasi dan musyawarah dalam pengambilan keputusan. Ratu Balqis menunjukkan sikap kepemimpinan yang bijaksana dengan tidak merasa bahwa keputusan harus diambil sepihak tanpa melibatkan orang lain. Dia mengakui bahwa para pembesar memiliki pengalaman dan pengetahuan yang dapat memberikan sudut pandang yang berharga.
Dalam konteks ini, ayat ini juga mengajarkan pentingnya menghargai dan mendengarkan pendapat orang lain dalam pengambilan keputusan. Dalam kepemimpinan, konsultasi dengan orang-orang yang memiliki keahlian atau pengalaman tertentu dapat membantu dalam menghasilkan keputusan yang lebih baik dan lebih bijaksana.
Tafsir ayat ini mengajarkan pentingnya sikap kesederhanaan, keadilan, dan musyawarah dalam menjalankan kepemimpinan. Meminta pendapat dan melibatkan orang lain dalam pengambilan keputusan adalah tindakan yang bijaksana dan dapat membantu mencapai hasil yang lebih baik.
5. Nabi Sulaiman Memerintah atas Jin
5.0. Surah An-Naml (27:39)
Arab:
قَالَ عِفْرِيتٌ مِّنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن تَقُومَ مِن مَّقَامِكَ ۖ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ
Transliterasi Latin:
Qāla ʿifrītun mina al-jinni anā ʾātīka bihi qabla an taqūma min maqāmika waʾinnī ʿalayhi laqawiyyun amīn.
Artinya:
Kata seorang jin dari golongan jin, “Aku akan membawanya kepadamu sebelum kamu bangkit dari tempat dudukmu. Sesungguhnya aku benar-benar kuat lagi dapat dipercaya.”
Tafsirnya:
Ayat ini mengisahkan percakapan antara Nabi Sulaiman dan seorang jin. Jin tersebut menawarkan kemampuannya kepada Nabi Sulaiman untuk membawakan sesuatu sebelum Nabi Sulaiman bangkit dari tempat duduknya. Jin tersebut mengaku memiliki kekuatan dan dapat dipercaya dalam melaksanakan tugas tersebut.
Tafsir ayat ini menunjukkan keajaiban dan kekuasaan Nabi Sulaiman yang diberikan oleh Allah. Salah satu keistimewaan Nabi Sulaiman adalah kemampuannya untuk memerintah dan berkomunikasi dengan jin serta memanfaatkan kekuatan mereka dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Jin tersebut menawarkan bantuannya kepada Nabi Sulaiman sebagai bukti kepatuhan dan pengakuan atas kekuasaan Nabi Sulaiman.
Ayat ini juga menggambarkan kekuatan dan keterampilan yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman dalam memimpin dan memerintah. Keberadaan jin sebagai makhluk yang memiliki kemampuan khusus menjadi salah satu sarana yang digunakan oleh Nabi Sulaiman untuk menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang nabi dan raja yang adil.
Tafsir ayat ini mengajarkan kita tentang kebijaksanaan dan keadilan dalam memerintah serta penggunaan kekuatan dan sumber daya yang ada dengan bijak. Keajaiban yang diberikan kepada Nabi Sulaiman adalah bentuk pengukuhan atas kenabian dan kelebihannya sebagai seorang pemimpin yang beriman.
5.1. Surah An-Naml (27:40)
Arab:
قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ ۚ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِندَهُ قَالَ هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
Transliterasi Latin:
Qāla alladhī ʿindahu ʿilmun mina al-kitābi anā ʾātīka bihi qabla an yartadda ʾilayka ṭarfuka falammā rāhu mustaqirran ʿindahu qāla hādhā min faḍli rabbī liyabluwanī a-ashkuru am akfur wa-man shakara fa-innamā yashkuru li-nafsihi wa-man kafara fa-inna rabbī ghaniyyun karīm.
Artinya:
Berkatalah orang yang memiliki ilmu dari Kitab, “Aku akan membawanya kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka ketika Sulaiman melihat singgasana itu ditempatnya yang sudah tetap, ia berkata, “Ini adalah karunia dari Tuhanku untuk menguji apakah aku bersyukur atau aku mengingkari. Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia hanya bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang mengingkari, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.”
Tafsirnya:
Ayat ini mengisahkan dialog antara Nabi Sulaiman dengan seseorang yang memiliki pengetahuan dari Kitab (mungkin seorang ahli atau nabi). Orang tersebut menawarkan membawa sesuatu kepada Nabi Sulaiman sebelum matanya berkedip. Ketika Nabi Sulaiman melihat takhta yang sudah tetap di hadapannya, ia menyadari bahwa itu adalah karunia dari Allah untuk menguji apakah ia bersyukur atau mengingkari nikmat tersebut.
Tafsir ayat ini menunjukkan kehebatan dan keajaiban yang diberikan kepada Nabi Sulaiman oleh Allah. Allah memberikan karunia yang luar biasa kepada Nabi Sulaiman dalam bentuk takhta yang muncul secara ajaib di hadapannya. Hal ini juga menjadi ujian bagi Nabi Sulaiman untuk melihat apakah ia akan bersyukur atas nikmat tersebut ataukah mengingkarinya.
Nabi Sulaiman menyatakan bahwa karunia ini adalah hasil dari kemurahan Allah dan merupakan ujian bagi dirinya. Jika Nabi Sulaiman bersyukur, itu hanya akan bermanfaat bagi dirinya sendiri, karena Allah tidak membutuhkan pujian atau syukur dari makhluk-Nya. Namun, jika Nabi Sulaiman mengingkari nikmat tersebut, itu akan menjadi tindakan yang buruk dan mencerminkan ketidaktaatan.
Tafsir ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan kepada kita. Kekayaan dan keistimewaan yang diberikan kepada seseorang adalah ujian dari Allah, dan sikap kita terhadapnya akan menjadi bukti iman dan ketundukan kita kepada-Nya. Jika kita bersyukur, itu akan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita, sedangkan mengingkari nikmat-Nya hanya akan membawa kerugian dan keingkaran.
5.2. Surah An-Naml (27:41)
Arab:
قَالَ نَكِّرُوا لَهَا عَرْشَهَا نَنظُرْ أَتَهْتَدِي أَمْ تَكُونُ مِنَ الَّذِينَ لَا يَهْتَدُونَ
Transliterasi Latin:
Qāla nakkirū lahā ʿarshahā nanzhur atahdī am takūnu mina alladhīna lā yahtadūna.
Artinya:
Mereka (jin) berkata, “Kami akan membuat takhta istananya tampak seperti miliknya, dan kita akan melihat apakah dia akan mendapatkan petunjuk (dan mengenali keasliannya), atau apakah dia termasuk orang-orang yang tidak mendapatkan petunjuk (dan tersesat).”
Tafsirnya:
Ayat ini menggambarkan reaksi para jin ketika Nabi Sulaiman memerintahkan mereka untuk membawa takhta Ratu Balqis. Para jin menyatakan bahwa mereka akan membuat takhta tersebut tampak seperti milik Ratu Balqis, untuk menguji apakah Nabi Sulaiman akan dapat membedakan keaslian takhta itu atau tidak.
Tafsir ayat ini menunjukkan kehebatan dan kekuasaan Nabi Sulaiman dalam memerintah atas jin. Jin-jin itu mampu melakukan hal-hal yang luar biasa, termasuk membuat takhta tampak seperti milik Ratu Balqis. Namun, Nabi Sulaiman memiliki pemahaman dan kecerdasan yang luar biasa, sehingga ia dapat membedakan antara keaslian dan kepalsuan.
Ayat ini juga mengandung pesan tentang pentingnya kecerdasan dan kebijaksanaan dalam memimpin. Nabi Sulaiman tidak hanya memiliki kekuasaan atas jin, tetapi juga memiliki kebijaksanaan untuk menghadapi tantangan dan mengambil keputusan yang tepat. Tafsir ayat ini mengajarkan kita untuk menggunakan akal dan pemahaman kita dalam menghadapi situasi yang kompleks, serta pentingnya memiliki petunjuk dan hidayah dari Allah dalam memimpin dan mengambil keputusan yang benar.
5.3. Surah An-Naml (27:42)
Arab:
فَلَمَّا جَاءَتْ قِيلَ أَهَٰكَذَا عَرْشُكِ ۖ قَالَتْ كَأَنَّهُ ۚ وَأُوتِينَا الْعِلْمَ مِن قَبْلِهَا وَكُنَّا مُسْلِمِينَ
Transliterasi Latin:
Falammā jā’at qīla ahāka dhā ʿarshuki, qālat ka’annahū, wa-ūtinā al-ʿilma min qablihā wa-kunnā muslimīn.
Artinya:
Ketika takhta itu sampai, dikatakan, “Apakah inilah takhtamu?” Dia (Ratu Balqis) menjawab, “Seperti itu. Dan kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami telah tunduk (berserah diri).”
Tafsirnya:
Ayat ini mengisahkan kedatangan takhta Ratu Balqis yang dibawa oleh para jin atas perintah Nabi Sulaiman. Ketika takhta itu tiba, Ratu Balqis ditanya apakah itu takhtanya. Dalam jawabannya, Ratu Balqis mengakui bahwa takhta tersebut adalah miliknya, seolah-olah takhta itu benar-benar miliknya.
Tafsir ayat ini menunjukkan kecerdikan Nabi Sulaiman dalam menguji Ratu Balqis. Meskipun takhta itu tampak seperti milik Ratu Balqis, Nabi Sulaiman mengetahui kebenaran dan dapat membedakan antara yang asli dan yang palsu.
Ayat ini juga menggambarkan bahwa Ratu Balqis dan bangsanya, sebelumnya, telah memiliki pengetahuan tentang takhta tersebut dan mereka telah berserah diri kepada Allah. Meskipun mereka memiliki kekayaan dan kedudukan yang besar, mereka menyadari kekuasaan dan kebijaksanaan Nabi Sulaiman serta mengakui keesaan Allah.
Tafsir ayat ini mengajarkan pentingnya memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan dalam menghadapi situasi yang kompleks, serta pentingnya tunduk dan berserah diri kepada Allah. Kecerdikan Nabi Sulaiman dan kesadaran Ratu Balqis tentang kebesaran Allah menjadi pelajaran bagi kita untuk selalu mengakui dan tunduk kepada-Nya dalam segala hal.
5.4. Surah An-Naml (27:43)
Arab:
وَصَدَّهَا مَا كَانَتْ تَعْبُدُ مِن دُونِ اللَّهِ ۚ إِنَّهَا كَانَتْ مِن قَوْمٍ كَافِرِينَ
Transliterasi Latin:
Wa saddahā mā kānat taʿbudu min dūni-llāhi, innahā kānat min qawmin kāfirīn.
Artinya:
Dan menyekatnya (Ratu Balqis) dari menyembah selain Allah; sesungguhnya dia adalah dari golongan yang kafir.
Tafsirnya:
Ayat ini menjelaskan bahwa Nabi Sulaiman memerintahkan agar Ratu Balqis tidak menyembah selain Allah. Ratu Balqis sebelumnya menyembah berhala dan dewa-dewa, tetapi setelah mengenal Nabi Sulaiman dan melihat keajaiban-keajaiban yang dia tunjukkan dengan izin Allah, dia meninggalkan penyembahan berhala dan menganut keimanan yang benar.
Tafsir ayat ini mengajarkan pentingnya tauhid (keyakinan kepada Allah yang Maha Esa) dan meninggalkan penyembahan terhadap selain-Nya. Ratu Balqis, setelah melihat bukti-bukti kekuasaan Allah yang diperlihatkan oleh Nabi Sulaiman, mengakui bahwa hanya Allah yang patut disembah dan menyadari kesalahannya dalam menyembah berhala-berhala.
Ayat ini juga menggambarkan peran Nabi Sulaiman dalam menyampaikan ajaran tauhid kepada orang-orang di sekitarnya, termasuk Ratu Balqis. Nabi Sulaiman menggunakan kekuasaan dan hikmah yang diberikan Allah untuk mengajak orang lain kepada keimanan yang benar dan menjauhkan mereka dari penyembahan berhala.
Tafsir ini memberikan pelajaran tentang pentingnya mengikuti jalan yang benar, meninggalkan penyembahan terhadap selain Allah, dan mengakui keesaan-Nya sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah.
5.5. Surah An-Naml (27:43)
Arab:
قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الصَّرْحَ ۖ فَلَمَّا رَأَتْهُ حَسِبَتْهُ لُجَّةً وَكَشَفَتْ عَن سَاقَيْهَا ۚ قَالَ إِنَّهُ صَرْحٌ مُّمَرَّدٌ مِّن قَوَارِيرَ ۗ قَالَتْ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي وَأَسْلَمْتُ مَعَ سُلَيْمَانَ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Transliterasi Latin:
Qīla lahā: “Adkhulī aṣ-ṣarḥa.” Falammā ra’athu hasibat-hu lujjatan wa-kashafat ‘an sāqayhā. Qāla innahū ṣarḥun mumaraddun min qawārīra. Qālat rabbi innī ẓalamtu nafsī wa-aslamtu ma’a Sulaimāna lillāhi rabbil-‘ālamīn.
Artinya:
Kepada Ratu Balqis dikatakan, “Masuklah ke dalam istana.” Ketika dia melihatnya, dia menganggapnya sebagai kolam yang dalam, dan dia terbuka kedua kakinya. Dia berkata, “Sesungguhnya ini adalah istana yang terbuat dari kaca.” Dia berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.”
Tafsirnya:
Ayat ini mengisahkan saat Nabi Sulaiman memerintahkan Ratu Balqis untuk masuk ke dalam istana yang dibangunnya. Ketika Ratu Balqis melihat istana tersebut, ia menganggapnya sebagai kolam yang dalam, dan tanpa sadar ia mengangkat kedua kakinya untuk menghindari air yang ia kira ada di dalamnya. Namun, ternyata istana tersebut terbuat dari kaca yang sangat jernih sehingga terlihat seperti kolam yang dalam.
Ketika Ratu Balqis menyadari kesalahannya dan melihat keindahan istana yang terbuat dari kaca, dia mengakui kesalahan dan mengaku bahwa dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Dia juga menyatakan bahwa dia berserah diri kepada Allah dan mengakui keesaan-Nya. Dia menyadari kekuasaan dan kebijaksanaan Nabi Sulaiman yang diberikan oleh Allah.
Tafsir ayat ini menunjukkan kecerdikan Nabi Sulaiman dalam membangun istana yang sangat indah dan menipu mata manusia. Ini juga menunjukkan bahwa kebijaksanaan dan kekuasaan Nabi Sulaiman tidak hanya terbatas pada makhluk hidup, tetapi juga mempengaruhi jin dan bahkan Ratu Balqis sendiri.
Tafsir ayat ini mengajarkan pentingnya mengakui kesalahan dan berusaha untuk memperbaiki diri. Ratu Balqis memberikan contoh kesadaran dan kesal dalam mengenali kesalahan yang telah ia perbuat. Dia juga menunjukkan ketundukan dan penyerahan diri kepada Allah sebagai tanda kesadaran akan kekuasaan-Nya dan perlunya hidup dalam ketaatan kepada-Nya.
6. Ujian Nabi Sulaiman dengan Ujian Tahta
6.0. Surah Saad (38:34)
Arab:
وَلَقَدْ فَتَنَّا سُلَيْمَانَ وَأَلْقَيْنَا عَلَىٰ كُرْسِيِّهِ جَسَدًا ثُمَّ أَنَابَ
Transliterasi Latin:
Wa laqad fatannā Sulaimāna wa alqainā ʿalā kursiyyihi jasadān thumma anāba.
Artinya:
Dan sungguh, Kami telah menguji Sulaiman dan Kami letakkan badan (yang tampak seperti) tubuh di atas takhtanya, kemudian dia bertaubat.
Tafsirnya:
Ayat ini mengisahkan tentang ujian yang diberikan kepada Nabi Sulaiman. Allah SWT menguji keimanan dan kesabaran Nabi Sulaiman dengan menguji keberhasilannya dalam mempertahankan dan menggunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Ujian ini berupa pengujian terhadap tahta dan kekuasaannya.
Dalam ayat ini, Allah menguji Nabi Sulaiman dengan meletakkan sebuah badan atau jasad yang tampak seperti tubuh di atas takhta Sulaiman. Hal ini dapat diartikan sebagai simbolisasi ujian terhadap kesetiaan dan keteguhan iman Nabi Sulaiman dalam menghadapi godaan kekuasaan dan kedudukan yang besar.
Nabi Sulaiman kemudian merenungkan ujian ini dengan sungguh-sungguh dan bertaubat kepada Allah. Tindakan taubat ini menunjukkan kesadaran dan ketaatan Nabi Sulaiman terhadap Allah, mengakui bahwa semua kekuasaan dan kesuksesan yang diberikan kepadanya hanyalah karunia Allah semata.
Tafsir ayat ini mengajarkan kita untuk senantiasa merenungkan ujian-ujian yang diberikan dalam kehidupan, termasuk ujian dalam menghadapi kekuasaan dan kedudukan yang besar. Kita harus tetap menjaga ketundukan, ketaatan, dan ketergantungan kita kepada Allah dalam menghadapi godaan-godaan dunia.
6.1. Surah Saad (38:35)
Arab:
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَّا يَنبَغِي لِأَحَدٍ مِّن بَعْدِيٓۚ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
Transliterasi Latin:
Qāla rabbi-ghfir lī wa hab lī mulkan lā yanbaghī li-ahadin min baʿdī, innaka anta al-Wahhāb.
Artinya:
Nabi Sulaiman berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan karuniakanlah kepadaku kerajaan yang tidak layak bagi siapa pun sesudahku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.”
Tafsirnya:
Ayat ini merupakan doa Nabi Sulaiman setelah dia merenungkan ujian yang diberikan kepadanya dengan meletakkan jasad di atas takhta. Nabi Sulaiman memohon ampunan kepada Allah atas dosa-dosanya dan memohon karunia berupa kerajaan yang tidak layak diberikan kepada siapa pun setelahnya. Dia menyadari bahwa hanya Allah yang berkuasa memberikan kerajaan dan karunia-karunia-Nya.
Doa ini menunjukkan kerendahan hati Nabi Sulaiman, kesadaran akan kelemahan dan ketergantungan dirinya kepada Allah. Dia memohon ampunan dan memohon karunia yang berkelanjutan dalam bentuk kekuasaan dan kedudukan yang tidak ada bandingannya.
Dalam doanya, Nabi Sulaiman menyebut Allah sebagai Al-Wahhāb, yang berarti Pemberi Karunia yang melimpah. Dia menyadari bahwa semua karunia, termasuk kerajaan dan kekuasaan, datang dari Allah semata.
Tafsir ayat ini mengajarkan pentingnya kerendahan hati, tawadhu’, dan kesadaran akan ketergantungan kita kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam menghadapi kekuasaan dan kedudukan. Kita harus selalu memohon ampunan, memohon karunia-Nya, dan tidak sombong dengan nikmat-nikmat yang diberikan Allah.
6.2. Surah Saad (38:36)
Arab:
وَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَاءً حَيْثُ أَصَابَ
Transliterasi Latin:
Wa sakhkharnā lahū ar-riiḥa tajrī bi-amrihi rukhā’an ḥaythu aṣāba.
Artinya:
Dan Kami tundukkan angin untuknya, yang berjalan dengan perintahnya dengan lembut, di mana saja dia menghendaki.
Tafsirnya:
Ayat ini menyampaikan bahwa Allah SWT mengabulkan permohonan Nabi Sulaiman dengan menundukkan angin untuknya. Nabi Sulaiman diberi kekuasaan atas angin sehingga ia bisa mengendalikannya sesuai kehendaknya. Angin akan berhembus menurut perintahnya, membawanya ke tempat yang diinginkan, dan membantu memudahkan perjalanan atau keperluannya.
Keberadaan kekuasaan Nabi Sulaiman atas angin ini menunjukkan betapa besar dan luasnya karunia dan kekuasaan yang diberikan Allah kepadanya. Dia memiliki kontrol penuh atas elemen alam, termasuk angin, yang bisa digunakan untuk keperluan dan kepentingan kerajaannya.
Tafsir ayat ini mengajarkan tentang keajaiban kekuasaan Allah dalam mengendalikan alam semesta dan memberikan kekuasaan-Nya kepada hamba-Nya yang saleh. Hal ini juga mengingatkan kita akan pentingnya berserah diri kepada Allah dan menggunakan karunia yang diberikan-Nya dengan baik, mengikuti petunjuk-Nya, dan menggunakannya untuk tujuan yang benar dan bermanfaat.
6.3. Surah Saad (38:37)
Arab:
وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاءٍ وَغَوَّاصٍ
Transliterasi Latin:
Wa ash-shayāṭīna kulla bannā’in wa gawwāṣin.
Artinya:
Dan setan-setan, semuanya adalah pembangun dan penyelam.
Tafsirnya:
Ayat ini menyatakan bahwa setan-setan adalah ahli dalam membuat benda-benda, bangunan, dan menyelam di dalam lautan. Ini menunjukkan bahwa setan-setan memiliki kemampuan tertentu dalam bidang-bidang tersebut. Namun, keahlian mereka bukanlah sebagai berkah atau kemuliaan, melainkan digunakan untuk memperdaya dan menyesatkan manusia.
Dalam konteks kisah Nabi Sulaiman, ayat ini mengacu pada pengaruh dan peran setan-setan dalam upaya mereka untuk menggoda dan mempengaruhi manusia. Meskipun setan-setan memiliki kemampuan tertentu, mereka menggunakan keahlian mereka untuk tujuan yang jahat dan merusak.
Tafsir yang lebih umum dari ayat ini adalah mengingatkan kita tentang keberadaan setan dan upaya mereka dalam mengganggu dan mempengaruhi manusia. Ayat ini mengajarkan pentingnya waspada terhadap godaan setan dan menjaga diri dari pengaruh mereka yang negatif.
6.4. Surah Saad (38:38)
Arab:
وَاٰخَرِيۡنَ مُقَرَّنِيۡنَ فِىۡ الۡاَصۡفَادِ
Transliterasi Latin:
Wa ākharīna muqarranīna fī al-aṣfād.
Artinya:
Dan yang lainnya, terikat dalam belenggu.
Tafsirnya:
Ayat ini menggambarkan bahwa selain setan-setan yang ahli dalam pembangunan dan penyelaman, ada juga setan-setan yang terikat dalam belenggu. Mereka tidak memiliki kebebasan seperti setan-setan yang lain dan tidak dapat melakukan kerusakan dan tipu daya mereka. Mereka ditekankan dalam belenggu sebagai hukuman atas kejahatan dan pemberontakan mereka terhadap Allah.
Dalam konteks ujian Nabi Sulaiman, ayat ini mungkin merujuk pada bagian dari setan-setan yang ditundukkan dan dikurung oleh Nabi Sulaiman, sehingga mereka tidak memiliki kebebasan untuk menyebabkan kerusakan atau mengganggu manusia.
Secara umum, ayat ini mengajarkan bahwa selain setan-setan yang bebas bergerak dan mencoba menggoda manusia, ada juga setan-setan yang dikurung dan terikat sebagai hukuman atas kejahatan mereka. Hal ini memberikan pengertian bahwa Allah memiliki kendali penuh atas setan-setan dan mampu menghukum mereka sesuai dengan keadilan-Nya.
6.5. Surah Saad (38:39)
Arab:
هَٰذَا عَطَاؤُنَا فَامْنُنْ أَوْ أَمْسِكْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Transliterasi Latin:
Hādhā ‘aṭā’unā fa-mnun aw amsik bi-ghayri ḥisābin.
Artinya:
“Inilah pemberian Kami, maka berikanlah dengan melimpah atau tahanlah tanpa batasan.”
Ayat ini merupakan perintah dari Allah kepada Nabi Sulaiman (Salomo) terkait kekayaan dan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Allah memberikan keleluasaan kepada Nabi Sulaiman untuk memilih antara memberikan dengan melimpah atau membatasi pemberian, tanpa adanya perhitungan atau batasan yang kaku.
Tafsirnya:
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memberikan keleluasaan kepada Nabi Sulaiman dalam penggunaan kekayaan dan kekuasaan yang diberikan-Nya. Nabi Sulaiman diberikan kebebasan untuk menggunakan karunia tersebut dengan murah hati dan bermurah hati dalam memberikan kepada orang lain, atau dia bisa membatasi pemberian tersebut tanpa mempertimbangkan secara terperinci atau membatasi diri dalam memberi.
Ayat ini juga mengajarkan pentingnya sikap dermawan dan kemurahan hati dalam menggunakan kekayaan dan kekuasaan yang diberikan oleh Allah. Nabi Sulaiman diajarkan untuk menggunakan karunia tersebut dengan sebaik-baiknya, baik itu dalam memberikan kepada orang lain maupun dalam kepentingan umum, tanpa terikat pada perhitungan yang kaku.
6.6. Surah Saad (38:40)
Arab:
وَإِنَّ لَهُۥ عِندَنَا لَزُلۡفَىٰ وَحُسۡنَ مَـَٔابٍ
Transliterasi Latin:
Wa-inna lahu ‘indanā la-zulfan wa ḥusna ma’ābin.
Artinya:
“Dan sesungguhnya baginya di sisi Kami kedudukan yang dekat dan kebaikan tempat kembali.”
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah memberikan Nabi Sulaiman kedudukan yang tinggi di sisi-Nya dan memberikan balasan yang baik bagi kebaikan dan amal perbuatannya. Nabi Sulaiman diberikan keistimewaan oleh Allah dalam mendapatkan kedudukan yang mulia dan pahala yang luar biasa di akhirat.
Tafsirnya:
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memberikan pahala yang besar kepada Nabi Sulaiman atas kesabaran, keteguhan iman, dan ketaatannya dalam menghadapi ujian tahta dan ujian kekayaan yang diberikan kepadanya. Meskipun Nabi Sulaiman diberikan kekayaan, kekuasaan, dan kesenangan duniawi, dia tetap mempergunakan semua itu dengan cara yang baik dan sesuai dengan kehendak Allah.
Allah menjanjikan Nabi Sulaiman kedudukan yang dekat di sisi-Nya, yang menggambarkan keridhaan dan kasih sayang-Nya terhadap Nabi Sulaiman. Selain itu, Allah memberikan kebaikan sebagai balasan di akhirat, yaitu kenikmatan dan pahala yang abadi bagi Nabi Sulaiman.
Ayat ini juga mengajarkan kita pentingnya menjaga hati dan niat kita dalam menghadapi ujian kekayaan dan kekuasaan. Sebagai hamba Allah, kita harus selalu mengingat bahwa segala karunia yang kita terima adalah pemberian dari-Nya, dan kita harus menggunakan kekayaan dan kekuasaan tersebut dengan cara yang baik, bermanfaat bagi orang lain, dan sesuai dengan petunjuk-Nya. Dengan demikian, kita dapat mengharapkan balasan dan kebaikan dari Allah di dunia dan akhirat.
6.7. Surah Saad (38:41)
Arab:
وَٱذۡكُرۡ عَبۡدَنَآ أَيُّوبَ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّى مَسَّنِىَ ٱلشَّيۡطَـٰنُ بِنُصۡبٍ۬ وَعَذَابٍ
Transliterasi Latin:
Wa ʾudhkur ʿabdana Ayyūba idh nādā Rabbahu ʾannī massaniya ash-Shayṭānu binusbin wa ʿadhābin.
Artinya:
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami, Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya: ‘Sesungguhnya syaitan telah mendatangkan kesengsaraan kepadaku dengan sentuhan dan siksaan.'”
Ayat ini mengisahkan tentang Nabi Ayyub (Ayub) yang memohon kepada Allah ketika dia ditimpa cobaan berupa penyakit dan kesengsaraan yang disebabkan oleh syaitan. Nabi Ayyub merasa tertimpa musibah yang sangat berat dan dia berdoa kepada Allah untuk menghilangkan kesengsaraan yang ia alami.
Tafsirnya:
Ayat ini mengajarkan tentang ketabahan, kesabaran, dan keteguhan iman Nabi Ayyub dalam menghadapi ujian yang berat. Meskipun dia ditimpa penyakit yang melumpuhkan tubuhnya dan kehilangan harta serta keluarganya, Nabi Ayyub tetap berpegang teguh pada imannya kepada Allah dan berdoa kepada-Nya.
Nabi Ayyub merasa bahwa penyakitnya dan kesengsaraan yang dia alami adalah akibat dari campur tangan syaitan. Dia berdoa kepada Allah untuk membebaskannya dari cobaan ini dan menghilangkan kesakitan yang dia alami.
Ayat ini mengingatkan kita tentang pentingnya bersabar dan bertahan dalam menghadapi ujian dan cobaan hidup. Seperti Nabi Ayyub, kita perlu mengingat Allah dalam setiap situasi dan berdoa kepada-Nya untuk mendapatkan kekuatan dan pertolongan-Nya. Allah adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dan Dia akan memperhatikan doa hamba-hamba-Nya yang tulus.
Ujian yang dihadapi oleh Nabi Ayyub juga mengajarkan kita bahwa kesengsaraan dan musibah adalah bagian dari kehidupan dan dapat menjadi sarana pengujian dan pembersihan iman kita. Dengan kesabaran dan tawakal kepada Allah, kita dapat melewati ujian-ujian tersebut dengan baik dan mendapatkan balasan yang baik di akhirat.
6.8. Surah Saad (38:42)
Arab:
اُرۡكُضۡ بِرِجۡلِكَ ۚ هٰذَا مُغۡتَسَلٌ ۢ بَارِدٌ وَّشَرَابٌ
Transliterasi Latin:
Urkuḍ bi-rijlika, hādhā mughtasalun bāridun wa sharābun.
Artinya:
<d