Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Tembang Gambuh Serat Wedhatama adalah salah satu karya sastra Jawa kuno yang memiliki nilai sejarah dan kebudayaan yang tinggi. Meskipun informasi mengenai penulisnya masih belum dapat dipastikan secara mutlak, kebanyakan sumber dan pakar sastra Jawa setuju bahwa Mpu Tanakung adalah penulis yang paling mungkin menulis karya tersebut pada abad ke-15 Masehi.
Pada kalender tahun Jawa, abad ke-15 Masehi berkisar antara tahun 1401 Masehi hingga 1500 Masehi. Sedangkan pada penanggalan Jawa, abad ke-15 Masehi berkisar antara tahun Saka 1323 hingga 1422. Namun, perlu diingat bahwa penanggalan Jawa dan Masehi memiliki perbedaan dan tidak selalu sama untuk setiap tahunnya.
Mpu Tanakung adalah seorang pujangga yang hidup pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, raja ke-4 dari Kerajaan Majapahit yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Selain menulis Kakawin Banawa Sekar yang menggambarkan upacara Srada, Mpu Tanakung juga menulis dua karya sastra lainnya, yaitu Kakawin Lubdhaka dan Kakawin Wrttasancaya. Kedua karya tersebut memuat ajaran-ajaran kearifan yang sangat berharga. Sebagai seorang pujangga terkenal pada zamannya, Mpu Tanakung menjadi bagian dari kekayaan budaya Jawa yang perlu dilestarikan hingga saat ini.
Pengarang tersebut adalah seorang penulis yang sangat berbakat dan mampu menghasilkan karya sastra yang begitu indah dan memikat hati. Hal ini terlihat dari bagaimana ia mampu menggambarkan suasana, karakter, dan peristiwa dengan detail dan penuh warna dalam karya Tembang Gambuh Serat Wedhatama. Karya tersebut mengisahkan kisah percintaan dan kehidupan kerajaan pada masa itu dengan berbagai nuansa emosi yang kompleks dan mendalam.
Dalam menjaga keaslian dan keasrian Tembang Gambuh Serat Wedhatama sebagai salah satu budaya warisan leluhur, KGPAA Mangkunegara IV Surakarta Hadiningrat juga berperan penting. Beliau merupakan tokoh yang sangat melestarikan dan mengembangkan kesenian Jawa, termasuk sastra Jawa seperti Tembang Gambuh Serat Wedhatama. Karya tersebut menjadi salah satu warisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan untuk generasi selanjutnya.
Tahun 1811-1881 merupakan abad ke-19 Masehi. Pada penanggalan Jawa, abad ke-19 berkisar antara tahun 1743 hingga 1842. Namun, perlu diingat bahwa penanggalan Jawa dan Masehi memiliki perbedaan dan tidak selalu sama untuk setiap tahunnya.
Dengan demikian, Tembang Gambuh Serat Wedhatama adalah salah satu karya sastra Jawa kuno yang memiliki nilai sejarah dan kebudayaan yang tinggi, dan peran dari pengarang dan pihak-pihak yang terlibat dalam menjaga dan melestarikan keaslian karya tersebut sangatlah penting.
Keterkaitan Tembang Gambuh Serat Wedhatama dengan Bali
Memang ada beberapa orang yang mengaitkan Tembang Gambuh Serat Wedhatama dengan Bali karena ada jenis tari tradisional di Bali yang disebut Gambuh. Namun, sebagian besar sumber dan pakar sastra Jawa meyakini bahwa karya tersebut berasal dari Jawa karena menggunakan bahasa Jawa dan mengisahkan kehidupan di Kerajaan Majapahit pada abad ke-15 Masehi.
Selain itu, Tembang Gambuh Serat Wedhatama juga memiliki kaitan dengan kesenian Jawa, seperti musik dan tari tradisional Jawa. Dalam konteks ini, Gambuh juga merujuk pada jenis tari tradisional di Jawa yang dikaitkan dengan Tembang Gambuh Serat Wedhatama.
Sebagai karya sastra Jawa kuno yang memiliki nilai sejarah dan kebudayaan yang tinggi, Tembang Gambuh Serat Wedhatama menjadi bagian dari warisan budaya Jawa yang perlu dilestarikan dan dijaga keasliannya untuk generasi selanjutnya.
Tentang Karya Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Tentang Tembang Gambuh Serat Wedhatama adalah kesenian tradisional yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi, tidak hanya di Bali tetapi juga di Jawa. Salah satu keunikan dari Tembang Gambuh Serat Wedhatama adalah isi cerita yang diangkat dari kisah-kisah legenda dan mitos dari kedua budaya tersebut. Dalam artikel ini, kami akan membahas lebih dalam tentang Tembang Gambuh Serat Wedhatama, khususnya isi Serat Wedhatama yang terdiri dari penggalan 35 Pupuh dari 123 Pupuh yang merupakan karya dari Pengarang Mangkunegara IV 1811-1881. Kami akan menunjukkan betapa pentingnya mempelajari isi Serat Wedhatama dalam upaya memahami warisan budaya Indonesia.
Sebagai karya sastra lisan yang diwariskan dari generasi ke generasi, Tembang Gambuh Serat Wedhatama memiliki nilai sejarah dan budaya yang penting. Pada masa lalu, kesenian ini sering dimainkan dalam upacara adat dan upacara keagamaan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan dewa-dewi. Namun, seiring berjalannya waktu, Tembang Gambuh Serat Wedhatama juga menjadi hiburan bagi masyarakat, terutama dalam perayaan-perayaan kebudayaan.
Dalam artikel ini, kami akan melampirkan isi Serat Wedhatama dari penggalan 35 Pupuh dari 123 Pupuh yang menjadi karya Pengarang Mangkunegara IV 1811-1881. Isi Serat Wedhatama mengisahkan tentang kisah-kisah legenda dan mitos dari kedua budaya yang diceritakan dengan bahasa Jawa kuno. Karya ini merupakan salah satu contoh terbaik dari kesenian tradisional yang mampu menggambarkan keindahan bahasa dan sastra Indonesia.
Melalui artikel ini, kami berharap dapat meningkatkan pemahaman dan apresiasi masyarakat terhadap Tembang Gambuh Serat Wedhatama dan isi Serat Wedhatama. Dalam upaya melestarikan warisan budaya Indonesia, penting bagi kita untuk mempelajari dan menghargai kesenian tradisional yang ada. Mari kita bersama-sama menjaga dan melestarikan Tembang Gambuh Serat Wedhatama sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama adalah salah satu bentuk kesenian tradisional Jawa yang sangat dihargai dan dihormati. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa hal dari yang paling mendasar hingga yang paling inti mengenai Tembang Gambuh Serat Wedhatama, seperti pathokan atau aturan, definisinya, sejarah dan asal usulnya, serta pentingnya bagi budaya Jawa hingga menjawab dari beberapa pertanyaan yang umum ditanyakan oleh pencari ilmu kaweruh dari Tembang Gambuh Serat Wedhatama ini.
Pathokan Tembang Gambuh Serat Wedhatama
“pathokan” Tembang Gambuh Serat Wedhatama merupakan “aturan atau pedoman” dalam pengarangan dan pelantunan tembang gambuh. Pathokane Tembang Gambuh terdiri dari tiga elemen penting seperti berikut ini:
- Guru Lagu : u,u,i,u,o
“Guru Lagu” mengacu pada pola nada atau melodi yang digunakan dalam melantunkan tembang. Pola nada tersebut ditulis dengan menggunakan simbol huruf vokal, di mana “u” melambangkan nada tinggi dan “o” melambangkan nada rendah. Pola nada dalam contoh tersebut adalah u,u,i,u,o, yang berarti nada tinggi, nada tinggi, nada menengah, nada tinggi, dan nada rendah.
- Guru Wilangan : 7,10,12,8,8
Selain pola nada, terdapat pula “Guru Wilangan” yang mengacu pada jumlah suku kata dalam setiap baris atau kalimat dalam tembang gambuh. Dalam contoh tersebut, jumlah suku kata dalam setiap baris adalah 7, 10, 12, 8, dan 8.
- Guru Gatra : 5
Selanjutnya, “Guru Gatra” adalah jumlah gatra atau baris dalam setiap bait dalam tembang gambuh. Dalam contoh tersebut, jumlah gatra dalam setiap bait adalah 5.
Dalam keseluruhan pathokane tembang gambuh, Guru Lagu, Guru Wilangan, dan Guru Gatra digunakan sebagai pedoman dalam pengarangan dan pelantunan tembang gambuh. Setiap pathokane tembang gambuh memiliki pola-pola tersebut yang berbeda-beda dan menjadi ciri khas dari masing-masing tembang gambuh.
Definisi Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Tembang Gambuh Serat Wedhatama adalah sebuah jenis tembang yang dibawakan secara bersama-sama oleh para penari dan musisi. Tembang ini biasanya dibawakan dalam sebuah pertunjukan seni yang disebut dengan gambuh. Tembang Gambuh Serat Wedhatama biasanya berisi ajaran-ajaran moral dan spiritual yang disampaikan melalui sajak-sajak atau pantun-pantun.
Sejarah dan Asal Usul Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Tembang Gambuh Serat Wedhatama memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Bentuk kesenian ini diyakini sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan di Jawa. Dalam perkembangannya, Tembang Gambuh Serat Wedhatama menjadi semakin populer pada masa pemerintahan Raja Paku Buwana II di Kesultanan Yogyakarta.
Pentingnya Tembang Gambuh Serat Wedhatama dalam Budaya Jawa
Tembang Gambuh Serat Wedhatama memiliki peran yang sangat penting dalam budaya Jawa. Selain sebagai bentuk hiburan, Tembang Gambuh Serat Wedhatama juga menjadi sarana untuk menyampaikan nilai-nilai budaya dan ajaran-ajaran spiritual kepada masyarakat. Kesenian ini juga menjadi salah satu simbol keberagaman dan kekayaan budaya Indonesia yang harus dilestarikan dan dijaga keberlangsungannya.
Isi Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Tembang Gambuh Serat Wedhatama merupakan bentuk kesenian tradisional Jawa yang memiliki isi yang kaya dan mendalam. Beberapa hal yang dapat dipelajari dari isi Tembang Gambuh Serat Wedhatama antara lain:
Penjelasan tentang Tembang Gambuh Serat Wedhatama dan Artinya
Tembang Gambuh Serat Wedhatama memiliki arti yang mendalam dan sarat dengan ajaran-ajaran moral dan spiritual. Beberapa sajak atau pantun dalam Tembang Gambuh Serat Wedhatama mengandung pesan-pesan tentang kehidupan, hubungan sosial, serta ajaran agama.
Cacahipun pada Ing Ing Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ingih Menika
Cacahipun pada Ing Ing Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ingih Menika merupakan sebuah bagian dalam Tembang Gambuh Serat Wedhatama yang berisi tentang perkenalan tokoh-tokoh dalam cerita atau kisah yang disampaikan dalam tembang tersebut.
Isi Tembang Gambuh Serat Wedhatama Yaiku
Isi Tembang Gambuh Serat Wedhatama sangat bervariasi dan mencakup berbagai aspek kehidupan. Tembang Gambuh Serat Wedhatama biasanya berisi tentang ajaran-ajaran moral, nilai-nilai kehidupan, kisah-kisah legendaris, sejarah, dan ajaran agama.
Gancaran Tembang Gambuh Serat Wedhatama dalam Bahasa Jawa
Gancaran Tembang Gambuh Serat Wedhatama merupakan bagian dalam Tembang Gambuh Serat Wedhatama yang berisi tentang pengantar atau pembuka cerita. Biasanya gancaran Tembang Gambuh Serat Wedhatama dibawakan oleh seorang dalang atau pembawa cerita.
Ana Ing Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ana Pirang Padha
Ana Ing Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ana Pirang Padha merupakan sebuah bagian dalam Tembang Gambuh Serat Wedhatama yang berisi tentang tokoh-tokoh dan peristiwa yang terkait dalam cerita atau kisah yang disampaikan dalam tembang tersebut.
Piwulang Luhur Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Piwulang Luhur Tembang Gambuh Serat Wedhatama adalah bagian dalam Tembang Gambuh Serat Wedhatama yang memuat ajaran-ajaran moral dan spiritual yang sangat dihargai dan dipegang teguh oleh masyarakat Jawa. Piwulang Luhur Tembang Gambuh Serat Wedhatama biasanya dibawakan oleh seorang dalang atau pembawa cerita.
Kepiye Isi Kang Ana Ing Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Kepiye Isi Kang Ana Ing Tembang Gambuh Serat Wedhatama merupakan sebuah pertanyaan yang sering diajukan oleh masyarakat terkait dengan isi atau kandungan dari Tembang Gambuh Serat Wedhatama. Pertanyaan ini mengarah pada pemahaman yang lebih mendalam tentang pesan-pesan yang disampaikan dalam Tembang Gambuh Serat Wedhatama.
Analisis Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Tembang Gambuh Serat Wedhatama merupakan salah satu karya sastra Jawa yang kaya akan makna dan pesan moral. Dalam bagian ini, akan dibahas analisis terhadap makna, pesan, watak, tegese, paugeran, dan adhedhasar dari tembang ini.
Makna dan Pesan yang Terkandung dalam Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Tembang Gambuh Serat Wedhatama mengandung banyak makna dan pesan moral yang dapat diambil. Dalam tembang ini, terdapat pesan tentang pentingnya menjaga kesatuan dan persatuan, kebijaksanaan dalam memimpin, dan penghormatan terhadap yang lebih tua. Selain itu, tembang ini juga mengajarkan tentang nilai-nilai kebaikan seperti kejujuran, kerendahan hati, dan kesederhanaan.
Amanat Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Amanat yang terkandung dalam Tembang Gambuh Serat Wedhatama adalah pentingnya menjaga keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, tembang ini juga mengajarkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari.
Watak Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Watak Tembang Gambuh Serat Wedhatama terlihat dari tokoh-tokohnya yang memiliki sifat-sifat seperti kebijaksanaan, kesabaran, kejujuran, dan kerendahan hati. Selain itu, tokoh-tokoh dalam tembang ini juga memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap masyarakat.
Tegese Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Tegese Tembang Gambuh Serat Wedhatama adalah pengertian dari isi tembang tersebut. Tembang ini mengajarkan tentang nilai-nilai kebaikan, moralitas, dan etika yang harus dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat.
Paugeran Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Paugeran Tembang Gambuh Serat Wedhatama adalah sebuah pepatah atau kalimat bijak yang dapat diambil dari tembang ini. Salah satu paugeran yang terdapat dalam tembang ini adalah “ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”, yang artinya bahwa dalam memimpin harus memiliki ketegasan, ketegasan dan kebijaksanaan, serta harus bijaksana dalam memberikan dukungan dan bantuan.
Adhedhasar Tembang Gambuh Serat Wedhatama Dipun Anggit Dening
Adhedhasar Tembang Gambuh Serat Wedhatama Dipun Anggit Dening adalah interpretasi atau penafsiran dari tembang ini yang disampaikan oleh para pakar sastra Jawa. Tafsir ini dapat membantu memperkaya pemahaman kita tentang nilai-nilai yang terkandung dalam tembang ini dan dapat dijadikan acuan dalam mengapresiasi karya sastra Jawa secara lebih baik.
Contoh Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Tembang Gambuh Serat Wedhatama adalah salah satu jenis tembang atau sastra Jawa yang masih bertahan hingga saat ini. Tembang ini terdiri dari beberapa bait dan biasanya dinyanyikan dalam bentuk gending. Tembang Gambuh Serat Wedhatama banyak dijadikan sebagai sarana penyampaian pesan moral, agama, dan kearifan lokal. Beberapa contoh Tembang Gambuh Serat Wedhatama yang masih dikenal hingga saat ini antara lain:
Tembang Gambuh Pangkur
Tembang Gambuh Pangkur menceritakan tentang kehidupan manusia yang harus senantiasa berbuat baik. Pesan moral yang terkandung dalam tembang ini adalah bahwa setiap manusia harus saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Tembang Gambuh Gending Sriwijaya
Tembang Gambuh Gending Sriwijaya menceritakan tentang sejarah kerajaan Sriwijaya. Tembang ini mengandung pesan moral tentang pentingnya menjaga dan melestarikan budaya serta kearifan lokal.
Tembang Gambuh Durma
Tembang Gambuh Durma menceritakan tentang keindahan alam dan keterkaitannya dengan kehidupan manusia. Pesan moral yang terkandung dalam tembang ini adalah bahwa manusia harus senantiasa menjaga alam agar kehidupan bisa berlangsung dengan harmonis.
Itulah beberapa contoh Tembang Gambuh Serat Wedhatama yang masih populer hingga saat ini. Meskipun demikian, masih banyak lagi contoh Tembang Gambuh Serat Wedhatama lainnya yang memiliki nilai dan pesan moral yang berharga untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar 35 Contoh Tembang Gambuh Serat Wedhatama
Daftar 35 Contoh Tembang Gambuh Serat Wedhatama berisi tentang kumpulan tembang gambuh serat wedhatama dalam bahasa Jawa. Cacahipun pada ing ing tembang gambuh serat wedhatama inggih menika, yang artinya adalah jumlah tembang gambuh serat wedhatama ada 35. Selain itu, terdapat juga penjelasan mengenai arti tembang gambuh serat wedhatama dalam bahasa Jawa, serta tegese basa Jawa yang mengandung pesan moral dan nilai-nilai kehidupan. Tembang gambuh serat wedhatama sendiri merupakan isi dari piwulang babagan yang terdiri dari kumpulan cerita dan ajaran yang disampaikan melalui tembang-tembang yang indah dan sarat makna.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 1
Serat | Artinya |
---|
Samengko ingsun tutur | Kelak saya bertutur, |
Sembah catur supaya lumuntur | Empat macam sembah supaya dilestarikan; |
Dhihin raga, cipta, jiwa, rasa, kaki | Pertama; sembah raga, kedua; sembah cipta, ketiga; sembah jiwa, dan keempat; sembah rasa, anakku ! |
Ing kono lamun tinemu | Di situlah akan bertemu |
Tandha nugrahaning Manon | dengan pertanda anugrah tuhan. |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-1 menyampaikan tentang pentingnya melakukan sembah atau penghormatan terhadap Tuhan dalam kehidupan manusia. Melalui empat jenis sembah yang meliputi sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa, dan sembah rasa, manusia diharapkan dapat melestarikan hubungan dengan Tuhan dan memperoleh anugerah-Nya. Tembang ini menunjukkan bahwa hanya dengan sembah kepada Tuhan, manusia dapat menemukan petunjuk dan jalan dalam hidupnya.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 2
Serat | Artinya |
---|
Sembah raga puniku | Sembah raga adalah |
Pakartine wong amagang laku | Perbuatan orang yang lagi magang “olah batin” |
Susucine asarana saking warih | Menyucikan diri dengan sarana air, |
Kang wus lumrah limang wektu | Yang sudah lumrah misalnya lima waktu |
Wantu wataking weweton | Sebagai rasa menghormat waktu” |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke 2 ini berisi tentang sembah raga, yaitu perbuatan orang yang sedang magang dalam “olah batin” atau spiritual. Dalam sembah raga, seseorang menyucikan diri dengan menggunakan air sebagai sarana. Hal ini merupakan tindakan yang lazim dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti melaksanakan lima waktu sholat. Sembah raga juga dapat diartikan sebagai rasa menghormati waktu dan perbuatan yang baik.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 3
Serat | Artinya |
---|
Inguni uni durung | Zaman dahulu belum |
Sinarawung wulang kang sinerung | pernah dikenal ajaran yang penuh tabir, |
Lagi iki bangsa kas ngetokken anggit | Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil rekaan, |
Mintokken kawignyanipun | memamerkan ke-bisa-an nya |
Sarengate elok elok | amalannya aneh aneh |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 3 merupakan tembang Jawa kuno yang mengisahkan tentang zaman dahulu yang belum mengenal ajaran yang jelas dan penuh tabir. Namun, kemudian muncul seseorang yang menunjukkan kehebatan dan kebisaannya dalam menciptakan hal yang baru dan aneh. Tembang ini mengandung pesan moral yang penting, yaitu pentingnya memiliki semangat untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda untuk kemajuan diri dan masyarakat. Selain itu, tembang ini juga menunjukkan keberanian untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan diri secara kreatif, tanpa takut dicemooh atau direndahkan.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 4
Serat | Artinya |
---|
Thithik kaya santri Dul | Kadang seperti santri “Dul” (gundul) |
Gajeg kaya santri brai kidul | Bila tak salah, seperti santri wilayah selatan |
Saurute Pacitan pinggir pasisir | Sepanjang Pacitan tepi pantai |
Ewon wong kang padha nggugu | Ribuan orang yang percaya |
Anggere padha nyalemong | Asal-asalan dalam berucap. |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-4 ini menceritakan tentang seseorang yang kadang-kadang seperti santri yang gundul (Dul) atau santri dari wilayah selatan. Mereka berada di sepanjang tepi pantai Pacitan dan banyak orang yang percaya pada mereka. Namun, kadang-kadang mereka bersikap asal-asalan dalam berucap( berbicara atau dalam bertutur kata ).
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 5
Serat | Artinya |
---|
Kasusu arsa weruh | Keburu ingin tahu, |
Cahyaning Hyang kinira yen karuh | cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan, |
Ngarep arep urub arsa den kurebi | Menanti-nanti mendapatkan anugrah namun gelap mata |
Tan wruh kang mangkono iku | Orang tidak paham yang demikian itu |
Akale kaliru enggon | Nalarnya sudah salah kaprah |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 5 dalam bahasa Jawa menggambarkan seseorang yang ingin tahu tentang kebenaran, sehingga mencari cahaya dari Tuhan. Namun, ia menanti-nanti untuk mendapatkan anugrah, namun terlalu terobsesi sehingga menjadi gelap mata. Orang tersebut tidak memahami bahwa kebenaran sejati tidak bisa ditemukan dengan cara yang salah. Mereka perlu menyadari kesalahan dalam pandangannya dan belajar untuk memahami dengan benar.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 6
Serat | Artinya |
---|
Yen ta jaman rumuhun | Bila zaman dahulu, |
Tata titi tumrah tumaruntun | Tertib teratur runtut harmonis |
Bangsa srengat tan winor lan laku batin | sariat tidak dicampur aduk dengan olah batin, |
Dadi nora gawe bingung | jadi tidak membuat bingung |
Kang padha nembah Hyang Manon | bagi yang menyembah Tuhan |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-6 menyampaikan tentang keharmonisan dalam melaksanakan syariat agama. Pada zaman dahulu, segala sesuatu dilakukan dengan tertib dan teratur, sesuai dengan aturan yang ada. Tidak ada campur tangan dari olah batin yang membuat orang bingung. Semua orang menghormati dan menyembah Tuhan dengan cara yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan dan keyakinan masyarakat pada zaman dahulu masih kuat dan tidak tercampur dengan hal-hal yang tidak jelas.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 7
Serat | Artinya |
---|
Lire sarengat iku | Sesungguhnya sariat itu |
Kena uga ingaranan laku | dapat disebut olah, |
Dhingin ajeg kapindone ataberi | yang bersifat ajeg dan tekun |
Pakolehe putraningsun | Anakku, hasil sariat adalah |
Nyenyeger badan mrih kaot | dapat menyegarkan badan agar lebih baik, |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-7 ini menyatakan bahwa sariat atau ajaran agama sebenarnya merupakan olah batin yang bertujuan untuk menyegarkan badan dan memperbaiki diri. Dalam Bahasa Jawa, disebut “lire sarengat” yang artinya “sesungguhnya sariat itu”, dan kemudian dijelaskan bahwa sariat juga disebut sebagai “ingaranan laku” atau olah batin, yang membutuhkan ketekunan dan keajegan untuk melaksanakannya. Penyair juga menegaskan bahwa hasil dari sariat adalah dapat menyegarkan badan dan membuatnya lebih baik. Ungkapan ini ditujukan kepada “putraningsun”, atau anaknya, sebagai nasihat atau pengajaran agar dapat menghayati nilai dan manfaat dari sariat.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 8
Serat | Artinya |
---|
Wong seger badanipun | Orang yang segar badannya, |
Otot daging kulit balung sungsum | otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya menjadi segar, |
Tumrah ing rah memarah antenging ati | Mempengaruhi darah, membuat tenang di hati |
Antenging ati nunungku | Ketenangan hati membantu |
Angruwat ruweding batos | Membersihkan kekusutan batin |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke 8 mengisahkan tentang pentingnya menjaga kesehatan tubuh dan hati. Dalam bahasa Jawa, tembang tersebut menyatakan bahwa tubuh yang sehat akan mempengaruhi otot, daging, kulit, dan tulang sehingga membuat tubuh terasa lebih segar. Selain itu, menjaga kesehatan tubuh juga membantu membuat hati menjadi lebih tenang dan memperbaiki darah. Ketenangan hati sendiri dapat membantu membersihkan kekusutan batin dan mengurangi stres. Oleh karena itu, tembang ini mengajarkan pentingnya menjaga kesehatan tubuh dan hati agar kehidupan menjadi lebih baik.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 9
Serat | Artinya |
---|
Mangkono mungguh ingsun | Begitulah menurut ku ! |
Ananging ta sarehne asnafun | Tetapi karena orang itu berbeda-beda, |
Beda beda panduk pandhuming dumadi | Beda pula garis nasib dari Tuhan |
Sayektine nora jumbuh | Sebenarnya tidak cocok |
Tekad kang padha linakon | tekad yang pada dijalankan itu |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-9 bermakna bahwa setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda. Namun, karena setiap orang memiliki garis nasib yang berbeda-beda dari Tuhan, maka setiap orang memiliki tekad yang berbeda pula. Oleh karena itu, tekad yang dijalankan oleh seseorang sebenarnya tidak selalu cocok dengan keinginan yang dimilikinya.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 10
Serat | Artinya |
---|
Nanging ta paksa tutur | Namun terpaksa memberi nasehat |
Rehne tuwa tuwase mung catur | Karena sudah tua kewajibannya hanya memberi petuah |
Bok lumuntur lantaraning reh utami | Siapa tahu lestari menjadi pedoman tingkah laku utama |
Sing sapa temen tinemu | Barang siapa bersungguh-sungguh akan |
Nugraha geming kaprabon | mendapatkan anugrah kemuliaan dan kehormatan. |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke-10 adalah sebuah puisi dalam bahasa Jawa yang menyampaikan pesan mengenai pentingnya memberi nasehat, terutama bagi orang yang sudah tua.
Puisi ini menggambarkan bahwa meskipun seseorang yang sudah tua tidak lagi memiliki kekuatan fisik yang sama seperti saat muda, namun ia masih memiliki tugas dan tanggung jawab dalam memberikan petuah kepada orang lain. Petuah ini diharapkan bisa menjadi pedoman bagi mereka yang lebih muda dalam menjalani kehidupan dan tingkah laku yang baik.
Puisi ini juga menyatakan bahwa orang yang sungguh-sungguh dalam menjalankan ajaran yang diberikan akan mendapatkan anugrah kemuliaan dan kehormatan. Hal ini menunjukkan bahwa memberi nasehat bukan hanya membantu orang lain, tetapi juga memberikan manfaat bagi diri sendiri.
Secara keseluruhan, Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke-10 mengajarkan pentingnya memberi nasehat kepada orang lain dan bahwa tugas ini tidak hanya menjadi tanggung jawab orang yang lebih muda, tetapi juga bagi mereka yang sudah tua.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 11
Serat | Artinya |
---|
Samengko sembah kalbu | Nantinya, sembah kalbu itu |
Yen lumintu uga dadi laku | jika berkesinambungan juga menjadi olah spiritual |
Laku agung kang kagungan Narapati | Olah (spiritual) tingkat tinggi yang dimiliki Raja |
Patitis tetesing kawruh | Tujuan ajaran ilmu ini |
Meruhi marang kang momong | untuk memahami yang mengasuh diri (guru sejati/pancer) |
Puisi ini menyatakan bahwa sembah kalbu yang dilakukan dengan berkesinambungan akan menjadi olah spiritual yang tinggi. Olah spiritual yang tinggi ini biasanya dimiliki oleh seorang raja yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat.
Tujuan dari ajaran ilmu ini adalah untuk memahami siapa yang sebenarnya mengasuh diri kita, yaitu guru sejati atau pancer. Dalam konteks kehidupan spiritual, pancer diartikan sebagai sosok yang membimbing seseorang dalam mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi.
Secara keseluruhan, Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke-11 mengajarkan pentingnya memperhatikan olah spiritual dalam kehidupan dan bahwa guru sejati atau pancer memiliki peran penting dalam membimbing seseorang dalam mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 12
Serat | Artinya |
---|
Sucine tanpa banyu | Bersucinya tidak menggunakan air |
Mung nyunyuda mring hardaning kalbu | Hanya menahan nafsu di hati |
Pambukane tata titi ngati ati | Dimulai dari perilaku yang tertata, teliti dan hati-hati |
Atetep telaten atul | Teguh, sabar dan tekun, |
Tuladan marang waspaos | semua menjadi watak dasar, Teladan bagi sikap waspada. |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke-12 adalah sebuah puisi dalam bahasa Jawa yang menyampaikan pesan tentang pentingnya mengendalikan diri dan memiliki sikap hati-hati.
Puisi ini mengajarkan bahwa bersucinya tidak selalu harus menggunakan air atau benda fisik lainnya, melainkan juga bisa dilakukan dengan menahan nafsu di hati. Hal ini diawali dengan perilaku yang tertata, teliti, dan hati-hati, yang kemudian akan membentuk watak dasar seseorang yang teguh, sabar, dan tekun.
Semua sikap tersebut menjadi teladan bagi sikap waspada yang penting untuk dipelajari dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memiliki sikap waspada, seseorang akan lebih mampu mengendalikan diri dan menghindari tindakan yang merugikan diri sendiri atau orang lain.
Secara keseluruhan, Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke-12 mengajarkan pentingnya mengendalikan diri dan memiliki sikap hati-hati dalam kehidupan. Dengan memiliki sikap yang tertata, teliti, dan hati-hati serta sikap waspada yang baik, seseorang dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik dan bahagia.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 13
Serat | Artinya |
---|
Mring jatining pandulu | Dalam penglihatan yang sejati, |
Panduk ing ndon dedalan satuhu | Menggapai sasaran dengan tata cara yang benar |
Lamun lugu legutaning reh maligi | Biarpun sederhana tatalakunya dibutuhkan konsentrasi |
Lageane tumalawung | terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan |
Wenganing alam kinaot | Itulah, terbukanya “alam lain” |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke-13 adalah sebuah puisi dalam bahasa Jawa yang menyampaikan pesan tentang pentingnya memiliki penglihatan yang sejati dan menggapai sasaran dengan tata cara yang benar.
Puisi ini mengajarkan bahwa dalam mencapai tujuan, seseorang harus memiliki penglihatan yang jelas dan benar. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti tata cara yang tepat dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Meskipun terlihat sederhana, tatalakunya membutuhkan konsentrasi dan fokus yang tinggi agar sasaran dapat tercapai.
Selain itu, dalam keheningan, seseorang juga perlu terbiasa mendengar suara sayup-sayup yang ada di sekitarnya. Hal ini dapat membuka wawasan dan membantu seseorang memahami keberadaan “alam lain”.
Secara keseluruhan, Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke-13 mengajarkan pentingnya memiliki penglihatan yang sejati dan mengikuti tata cara yang benar dalam mencapai tujuan. Dengan memiliki konsentrasi yang tinggi dan terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan, seseorang dapat membuka wawasan dan memahami keberadaan “alam lain”.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 14
Serat | Artinya |
---|
Yen wus kambah kadyeku | Bila telah mencapai seperti itu, |
Sarat sareh saniskareng laku | Saratnya sabar segala tingkah laku |
Kalakone saka eneng ening eling | Berhasilnya dengan cara; Membangun kesadaran, mengheningkan cipta, pusatkan fikiran kepada energi Tuhan |
Ilanging rasa tumlawung | Dengan hilangnya rasa sayup-sayup |
Kono adiling Hyang Manon | di situlah keadilan Tuhan terjadi. (jiwa memasuki alam gaib rahasia Tuhan) |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-14 mengajarkan tentang pentingnya kesabaran dan kesadaran dalam menjalani kehidupan. Dalam bahasa Jawa, disebutkan bahwa jika seseorang telah mencapai kesadaran yang sejati, maka segala tingkah lakunya akan penuh dengan kesabaran. Untuk mencapai kesadaran tersebut, seseorang harus membangun kesadaran, mengheningkan cipta, dan memusatkan fikiran kepada energi Tuhan. Dalam proses ini, rasa sayup-sayup akan hilang dan seseorang akan memasuki alam gaib yang menjadi rahasia Tuhan. Dengan demikian, Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-14 mengajarkan tentang pentingnya menjaga kesadaran dan mengarahkan fokus kepada energi Tuhan untuk mencapai keadilan yang berasal dari Tuhan.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 15
Serat | Artinya |
---|
Gagare ngunggar kayun | Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu) |
Tan kayungyun mring ayuning kayun | Tidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati, |
Bangsa anggit yen ginigit nora dadi | Jika merasakan keinginan yang tidak-tidak akan gagal |
Marma den awas den emut | Maka awas dan ingat lah |
Mring pamurunging kalakon | dengan yang membuat gagal tujuan |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-15 mengajarkan tentang bahaya menuruti kemauan jasad atau nafsu yang seringkali melawan kehendak hati yang sejati. Jika seseorang hanya terpaku pada keinginan yang tidak-tidak, maka akan sulit mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, kita harus selalu berhati-hati dan ingat akan pentingnya mengendalikan nafsu dan mengikuti kehendak hati yang sejati agar dapat meraih tujuan dengan sukses.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 16
Serat | Artinya |
---|
Samengko kang tinutur | Nanti yang diajarkan |
Sembah katri kang sayekti katur | Sembah ketiga yang sebenarnya |
Mring Hyang Sukma sukmanen saari ari | diperuntukkan kepada Hyang sukma (jiwa). |
Arahen dipun kacakup | Maka awas dan ingat lah |
Sembaling jiwa sutengong | Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini anakku !” |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-16 mengajarkan tentang pentingnya sembahyang ketiga yang sebenarnya ditujukan untuk Hyang Sukma (jiwa). Tema dari tembang ini adalah tentang menjalani kehidupan sehari-hari dengan menghormati keberadaan Hyang Sukma.
Kita harus menghayati sembahyang ini dalam kehidupan sehari-hari dan berusaha untuk mencapai sembahyang jiwa ini. Ini merupakan perintah yang diingatkan dalam tembang ini kepada para pembacanya.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 17
Serat | Artinya |
---|
Sayekti luwih perlu | Sungguh lebih penting, yang |
Ingaranan pepuntoning laku | disebut sebagai ujung jalan spiritual, |
Kalakuwan tumrap kang bangsaning batin | Tingkah laku olah batin, yakni |
Sucine lan awas emut | menjaga kesucian dengan awas dan selalu ingat |
Mring alaming lama maot | akan alam nan abadi kelak. |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-17 mengajarkan tentang pentingnya mengolah batin (jiwa) dan menjaga kesucian dalam kehidupan spiritual. Tembang ini menyatakan bahwa ujung jalan spiritual lebih penting dari segala hal dan harus menjadi fokus kita dalam hidup. Kita harus menjaga kesucian dalam diri kita dan selalu ingat akan alam yang abadi. Tembang ini juga menekankan pentingnya mengawasi diri dan menghindari godaan yang dapat membawa kita ke dalam kesalahan.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 18
Serat | Artinya |
---|
Ruktine ngangkah ngukut | Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil, |
Ngiket ngruket triloka kakukut | engikat, merangkul erat tiga jagad yang dikuasai |
Jagad agung ginulung lan jagad alit | Jagad besar tergulung oleh jagad kecil, |
Den kandel kumadel kulup | Pertebal keyakinanmu anakku ! |
Mring kelaping alam kono | Akan kilaunya alam tersebut. |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-18 mengajarkan tentang cara menjaga kesucian batin dan menguasai tiga jagat yang ada, yaitu jagat mikro, jagat makro, dan jagat gaib. Dalam bahasa Jawa, terdapat ungkapan “rukti” yang berarti mengikat, mengambil, dan merangkul erat tiga jagat tersebut. Dengan mengikuti ajaran tersebut, seseorang dapat mempertebal keyakinannya dan mencapai cahaya spiritual yang ada di alam gaib.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 19
Serat | Artinya |
---|
Kaleme mawi limut | Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang berkabut”,, |
Kalamatan jroning alam kanyut | Mendapat firasat dalam alam yang menghanyutkan, |
Sanyatane iku kanyatan kaki | Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku ! |
Sejatine yen tan emut | Sejatinya jika tidak ingat |
Sayekti tan bisa awor | Sungguh tak bisa “larut” |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-19 mengajarkan tentang pentingnya memiliki kesadaran akan alam semesta dan realitas yang ada di sekitar kita. Tembang ini menyatakan bahwa kita perlu menyelami ke dalam diri kita sendiri untuk memahami realitas yang sebenarnya dan untuk mengatasi kebingungan dan ketidaktahuan. Melalui meditasi dan introspeksi, kita dapat menghilangkan rasa ego kita dan memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang kenyataan. Dalam keadaan ini, kita akan mampu merasakan bahwa realitas itu ada di sekitar kita dan bahwa kita tidak dapat memahaminya sepenuhnya jika kita tidak membuka hati dan pikiran kita.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 20
Serat | Artinya |
---|
Pamete saka luyut | Jalan keluarnya dari luyut (batas antara lahir dan batin) |
Sarwa sareh saliring panganyut | Tetap sabar mengikuti “alam yang menghanyutkan” |
Lamun yitna kayitnan kang mitayani | Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan |
Tarlen mung pribadinipun | tidak lain hanyalah diri pribadinya |
Kang katon tinonton kono | yang tampak terlihat di situ |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-20 mengajarkan tentang pentingnya sabar dan waspada dalam menghadapi alam yang menghanyutkan. Jika hati-hati dan waspada, kita dapat menemukan jalan keluar dari batas antara lahir dan batin (luyut) dan mengikuti alam yang menghanyutkan dengan tepat. Namun, jika tidak hati-hati, kita hanya akan mengikuti diri sendiri dan kehilangan arah yang benar.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 21
Serat | Artinya |
---|
Nging away salah surup | Tetapi jangan salah mengerti |
Kono ana sajatining urub | Di situ ada cahaya sejati |
Yeku urub pangareb uriping budi | energi penghidup akal budi |
Sumirat sirat narawung | Bersinar lebih terang dan cemerlang, |
Kadya kartika katonton | tampak bagaikan bintang |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 21 ini berbicara tentang pentingnya memahami bahwa di dalam kegelapan masih ada cahaya yang membimbing. Meskipun terkadang sulit untuk melihatnya, namun cahaya sejati itu ada di sana. Cahaya tersebut adalah energi yang memperkuat dan memberi kehidupan pada akal budi. Dengan cahaya itu, kita dapat melihat dengan lebih jelas dan memiliki kecerahan di dalam hidup kita, seperti bintang yang bersinar terang di langit malam.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 22
Serat | Artinya |
---|
Yeku wenganing kalbu | Yaitu membukanya pintu hati |
Kabukane kang wengku winengku | Terbukanya yang kuasa-menguasai (antara cahaya/nur dengan jiwa/roh) |
Wewengkone wis kawengku neng sireki | Cahaya itu sudah kau (roh) kuasai |
Nging sira uga kawengku | Tapi kau (roh) juga dikuasai |
Mring kang pindha kartika byor | oleh cahaya yang seperti bintang cemerlang. |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-22 ini menjelaskan tentang membuka pintu hati untuk memahami cahaya sejati yang menguasai batin. Pintu hati tersebut dapat dibuka dengan cara memperkuat kesadaran dan menguasai kekuatan yang ada di dalam diri. Cahaya sejati yang ada di dalam diri sudah dikuasai, tetapi sekaligus juga menguasai diri. Cahaya sejati tersebut dapat dilihat seperti bintang cemerlang.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 23
Serat | Artinya |
---|
Samengko ingsun tutur | Nanti ingsun ajarkan, |
Gantya sembah ingkang kaping catur | Beralih sembah yang ke empat |
Sembah rasa karasa wosing dumadi | Sembah rasa terasalah hakekat kehidupan |
Dadine wis tanpa tuduh | Terjadinya sudah tanpa petunjuk, |
Mung kalawan kasing batos | hanya dengan kesentosaan batin |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-23 mengajarkan tentang pentingnya kesentosaan batin dalam mengenal hakikat kehidupan. Di sini disebutkan bahwa pada saat yang tepat, pengetahuan tentang kesentosaan batin akan diajarkan kepada kita. Sembah yang keempat ini harus dilakukan dengan rasa yang benar dan memahami hakikat kehidupan. Sebab, hakikat kehidupan ini sudah terjadi tanpa ada petunjuk dari orang lain. Yang diperlukan hanyalah kesentosaan batin.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 24
Serat | Artinya |
---|
Kalamun durung lugu | Apabila belum bisa membawa diri, |
Aja pisan wani ngaku aku | Jangan sekali-kali berani mengaku-aku, |
Antuk siku kang mangkono iku kaki | mendapat laknat yang demikian itu anakku ! |
Kena uga wenang muluk, kalamun wus padha melok | Artinya, seseorang berhak berkata apabila sudah mengetahui dengan nyata. |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 24 menjelaskan pentingnya memiliki kesadaran diri yang cukup sebelum berbicara atau bertindak. Jangan mengaku-aku atau bersikap sombong jika belum benar-benar menguasai suatu hal, karena tindakan semacam itu akan mendatangkan akibat buruk. Selalu ingat untuk memeriksa diri sendiri dan tetap rendah hati dalam setiap situasi. Hanya ketika kita memiliki pemahaman yang cukup dan jelas tentang suatu hal, kita memiliki hak untuk berbicara atau bertindak dengan percaya diri.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 25
Serat | Artinya |
---|
Meloke ujar iku | Menghayati pelajaran ini |
Yen wus ilang sumelanging kalbu | Bila sudah hilang keragu-raguan hati |
Amung kandel kumandel, amarang ing takdir | Hanya percaya dengan sungguh-sungguh kepada takdir |
Iku den awas den emut | itu harap diwaspadai, diingat, |
Den memet yen arsa momot | dicermati bila ingin menguasai seluruhnya |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-25 mengajarkan pentingnya menghayati pelajaran dan mempercayai takdir. Jika keragu-raguan hati sudah hilang, kita harus percaya sepenuhnya pada takdir dan menjaga agar tidak terperosok ke dalam kesalahan. Hal ini harus diingat dan dicermati dengan sungguh-sungguh jika ingin menguasai seluruhnya.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 26
Serat | Artinya |
---|
Pamoting ujar iku | Melaksanakan petuah itu |
Kudu santosa ing budi | Harus kokoh budi pekertinya |
teguh sarta sabar | Teguh serta sabar |
tawekal legaweng ati | tawakal lapang dada |
Trima lila ambeg sadu | Menerima dan ikhlas apa adanya sikapnya dapat dipercaya |
Weruh wekasing dumados | Mengerti “sangkan paraning dumadi” |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-26 mengajarkan tentang pentingnya kokoh dalam budipekerti, teguh, dan sabar dalam menghadapi kehidupan. Selain itu, juga penting untuk memiliki tawakal yang lapang dada, menerima dan ikhlas dalam menerima segala yang terjadi sebagai bagian dari sikap yang dapat dipercaya. Melaksanakan petuah ini dapat membantu seseorang untuk memahami makna hidup yang sebenarnya atau “sangkan paraning dumadi”.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 27
Serat | Artinya |
---|
Sabarang tindak tanduk | Segala tindak tanduk |
Tumindake lan sakadaripun, | dilakukan ala kadarnya, |
Den ngaksama kasisipaning sesami, | memberi maaf atas kesalahan sesama, |
Sumimpanga ing laku dur, | menghindari perbuatan tercela, |
Hardaning budi kang ngrodon. | (dan) watak angkara yang besar. |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke 27 dalam Bahasa Jawa mengajarkan tentang pentingnya bersikap rendah hati, sabar, dan menghindari perbuatan tercela. Tindakan dan tingkah laku harus dilakukan dengan proporsional, dan tidak berlebihan. Selain itu, dalam bertindak kita harus memberi pengampunan kepada orang lain atas kesalahan yang mereka lakukan. Kita juga harus berusaha untuk menghindari melakukan perbuatan yang buruk dan menjaga karakter yang baik dalam diri kita. Dengan begitu, maka kita akan memperoleh budi pekerti yang baik dan terhindar dari sifat angkara murka yang dapat membawa dampak buruk bagi diri sendiri dan orang lain.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 28
Serat | Artinya |
---|
Dadya weruh iya dudu, | Sehingga tahu baik dan buruk, |
Yeku minangka pandaming kalbu, | Demikian itu sebagai ketetapan hati, |
Ingkang buka ing kijab bullah agaib, | Yang membuka penghalang/tabir antara insan dan Tuhan, |
Sesengkeran kang sinerung, | Tersimpan dalam rahasia, |
Dumunung telenging batos. | Terletak di dalam batin. |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-28 mengajarkan bahwa seseorang perlu memiliki kesadaran tentang baik dan buruk, dan menetapkan hati untuk memahami perbedaan itu. Hal itu dapat membuka tabir penghalang antara manusia dan Tuhan. Namun, pemahaman akan hal tersebut harus disimpan dalam rahasia dan terletak di dalam batin.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 29
Serat | Artinya |
---|
Rasaning urip iku, | Rasa hidup itu |
Krana momor pamoring sawujud, | dengan cara manunggal dalam satu wujud, |
Wujudollah sumrambah ngalam sakalir, | Wujud Tuhan meliputi alam semesta, |
Lir manis kalawan madu, | bagaikan rasa manis dengan madu |
Endi arane ing kono | Begitulah ungkapannya.” |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-29 mengajarkan bahwa rasa hidup itu dapat dirasakan melalui cara untuk bersatu dalam satu wujud, yaitu dengan merendahkan diri dalam sujud kepada Tuhan. Wujud Tuhan meliputi seluruh alam semesta dan bisa dirasakan seperti manisnya madu. Pesan dari tembang ini mengajak untuk merasakan kebesaran Tuhan yang ada di sekeliling kita dan merendahkan diri dalam menghadapinya.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 30
Serat | Artinya |
---|
Endi manis endi madu, | Mana manis mana madu, |
Yen wis bisa nuksmeng pasang semu, | apabila sudah bisa menghayati gambaran itu, |
Pasamoaning hebing kang Mahasuci, | Bagaimana pengertian sabda Tuhan, |
Kasikep ing tyas kacakup, | Hendaklah digenggam di dalam hati, |
Kasat mata lair batos. | sudah jelas dipahami secara lahir dan batin. |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-30 mengajarkan tentang pentingnya untuk memahami dan menghayati ajaran Tuhan. Dalam bahasa Jawa, terdapat ungkapan “endi manis endi madu”, yang dalam arti Indonesia berarti “mana yang manis, mana yang madu”. Namun, pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa jika seseorang sudah bisa menghayati gambaran ajaran Tuhan, maka ia akan dapat memahami keagungan dan kebesaran Tuhan dengan jelas, seakan-akan merasakan manisnya madu. Oleh karena itu, ajaran Tuhan harus dipegang erat dalam hati dan dipahami baik secara lahir maupun batin.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 31
Serat | Artinya |
---|
Ing batin tan kaliru | Dalam batin tak keliru, |
Kedhap kilap liniling ing kalbu, | Segala cahaya indah dicermati dalam hati, |
Kang minangka colok celaking Hyang Widhi, | Yang menjadi petunjuk dalam memahami hakekat Tuhan, |
Widadaning budi sadu, | Selamatnya karena budi (bebuden) yang jujur (hilang nafsu), |
Pandak panduking liru nggon | Agar dapat merasuk beralih “tempat”. |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 31 mengajarkan untuk selalu memiliki kejujuran dan kesadaran dalam diri dalam memahami hakekat Tuhan. Dalam batin yang tidak keliru, segala cahaya indah dan petunjuk Tuhan dapat dicermati dengan baik. Dalam memahami Tuhan, sangat penting untuk memiliki kesadaran dan kejujuran dalam budi yang menghilangkan nafsu agar dapat merasuk dan beralih pada tempat yang sesuai.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 32
Serat | Artinya |
---|
Nggonira mrih tulus, | Agar usahamu berhasil, |
Kalaksitaning reh kang rinuruh, | Dapat menemukan apa yang dicari, |
Nggyanira mrih wiwal warananing gaib, | upayamu agar dapat melepas penghalang kegaiban, |
Paranta lamun tan weruh, | Apabila kamu tidak paham |
Sasmita jatining endhog. | lihatlah tentang bagaimana terjadinya telur. |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-32 menyampaikan pesan tentang upaya mencari kebenaran dan melepaskan penghalang kegaiban. Dalam bahasa Jawa, teks tersebut menyebutkan agar seseorang berusaha dengan tulus mencari apa yang dicari dan melepaskan penghalang kegaiban. Jika seseorang tidak dapat memahaminya, maka ia disarankan untuk mengamati terjadinya telur.
Pesan dalam teks tersebut mengajak pembaca untuk berusaha mencari kebenaran dengan tulus dan tidak menyerah ketika menghadapi penghalang. Meskipun terkadang sulit untuk memahami kebenaran yang tidak terlihat, pembaca diingatkan untuk tidak menyerah dan tetap mencari pemahaman dengan tekun.
Tembang Gambuh Serat Wedhatama Ke 33
Serat | Artinya |
---|
Putih lan kuningipun, | Putih dan kuningnya, |
Lamun arsa titah, | bila akan mewujud (menetas), |
titah teka mangsul, | wujud datang berganti, |
Dene nora mantra-mantra yen ing lair, | tak disangka-sangka, bila kelahirannya |
Bisa aliru wujud, | dapat berganti wujud, |
Kadadeyane ing kono. | Kejadiannya di situ ! |
Tembang Gambuh Serat Wedhatama ke-33 ini mengandung makna tentang perubahan dan kejadian tak terduga. Putih dan kuning dalam tembang ini melambangkan dua hal yang berbeda yang dapat berubah bentuk atau wujudnya. Bila hendak terwujud, maka terjadilah perubahan dan kejadian yang tak terduga. Namun, perubahan ini dapat terjadi secara alami tanpa menggunakan mantra-mantra atau kekuatan lain yang bersifat magis. Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari keadaan yang ada, dan kejadian ini dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Makna dari tembang ini adalah bahwa kita harus siap dan bersiap-siap menghadapi perubahan dan kejadian tak terduga dalam hidup kita, dan kita harus mengambil pelajaran dari perubahan tersebut untuk tumbu