Ilmu Martabat Tujuh Dalam Tasawuf Hayyu, Nur, Sir, Roh Ilapi, Napsu, Budi, dan Jasad

Ilmu Martabat Tujuh

Ilmu Martabat Tujuh dalam Tasawuf merupakan pengembangan dari konsep Kodrat Iradat Tuhan yang dikenal dalam tujuh keadaan: Kayu, Nur, Sir, Roh Ilapi, Napsu, Budi, dan Jasad. Namun dalam tasawuf, tujuh keadaan tersebut dikenal dengan martabat yang lebih spesifik.
Ilmu Martabat Tujuh Dalam Tasawuf Hayyu, Nur, Sir, Roh Ilapi, Napsu, Budi, dan Jasad
  1. Ilmu Martabat 7 – Pertama: dikenal sebagai Hayyu yang merupakan keadaan hidup yang berada di luar Dzat.
  2. Ilmu Martabat 7 – Kedua: dikenal sebagai Nur yang merupakan keadaan cahaya yang berada di luar Urip.
  3. Ilmu Martabat 7 – Ketiga: dikenal sebagai Sir yang merupakan keadaan rahsa/rasa sejati yang rahasia, yang berada di luar Nur/Cahya.
  4. Ilmu Martabat 7 – Keempat: dikenal sebagai Roh Ilapi yang merupakan keadaan yang telah bersandar, disebut Suksma, yang berada di luar Sir/Rahsa.
  5. Ilmu Martabat 7 – Kelima: dikenal sebagai Napsu yang merupakan keadaan kepribadian, yang berada di luar Roh Iapi/ Suksma.
  6. Ilmu Martabat 7 – Keenam: dikenal sebagai Budi yang merupakan keadaan kesadaran jaga, yang berada di luar Napsu.
  7. Terakhir, Ilmu Martabat 7 – Ketujuh: dikenal sebagai Jasad yang merupakan keadaan yang berada di luar Budi. Dari martabat tujuh ini, seseorang dapat mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi dalam tasawuf.
Dalam tasawuf, Ilmu Martabat Tujuh ini dianggap sebagai kunci untuk mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi dan menjadi lebih dekat dengan Tuhan. Martabat Tujuh ini diharapkan dapat dicapai melalui meditasi, ibadah, dan pemahaman yang mendalam tentang ajaran tasawuf. Dengan mencapai martabat tujuh ini, seseorang dapat mencapai kedekatan dengan Tuhan yang lebih dalam dan menjadi lebih berkualitas dalam hidupnya.

Ilmu Martabat 7 Hayyu, Nur, Sir, Roh Ilapi, Napsu, Budi, Jasad

Allah SWT dikenal sebagai Dzat Yang Mahasuci yang bersifat Tunggal, yang berarti tidak berbilang. (Tuhan) juga dikenal sebagai Dat Mutlak Kadim Ajali Abadi, yang berarti Dzat yang absolut, terdahulu, nirwaktu, dan abadi. Dzat Yang Mahasuci telah membabar Kodrat Iradat-Nya dalam tujuh keadaan. Tujuh keadaan tersebut diakui sebagai Warana Dat (Tabir Peng-halang Dzat).
Tujuh keadaan tersebut adalah Kayu, Nur, Sir, Roh Ilapi, Napsu, Budi, dan Jasad. Kayu (Hayyu) merupakan keadaan hidup, yang berada di luar Dat (Dzat). Nur adalah keadaan cahaya, yang berada di luar Urip (Hidup). Sir (Sirr) merupakan keadaan rahsa/rasa sejati yang rahasia, yang berada di luar Nur/Cahya. Roh Ilapi (Ruh Idlafi) merupakan keadaan yang telah bersandar, disebut Suksma, yang berada di luar Sir/Rahsa. Napsu (Nafs) merupakan keadaan kepribadian, yang berada di luar Roh Iapi/ Suksma. Budi merupakan keadaan kesadaran jaga, yang berada di luar Napsu. Jasad (Badan Fisik) merupakan keadaan yang berada di luar Budi.
Kayu (Hayyu) mendapat wewenang Dat (Dzat) untuk menghidupkan jasad (badan fisik) yang tercipta dari tanah. Seiring dengan perkembangan jasad, cahaya (Nur) muncul dan memberikan penerangan pada jasad. Kemudian rahasia (Sir) muncul dan menjadi dasar dari perasaan, pikiran, dan perbuatan manusia. Setelah itu, Roh Ilapi (Ruh) muncul dan menjadi dasar dari jiwa manusia. Kemudian Napsu muncul dan menjadi dasar dari kepribadian manusia. Kemudian Budi muncul dan menjadi dasar dari kesadaran manusia. Terakhir, Jasad muncul sebagai badan fisik manusia.

Martabat 7 Penjelasan Wirid Dhingdhing Jalal Aran Kijab

(Dinding Agung Namanya Jilbab) Dhingdhing Jalal memiliki arti Dinding Agung. Sebuah penyekat yang agung dan kuat. Kijab ialah perkataan Jawa dari kata Arab, Jilbab. Jilbab memiliki arti tirai. Apa penyekat agung yang berperan sebagai tirai penghambat ini? Tidak lain ialah Tubuh Fisik manusia atau Jasad. Dhingdhing Jalal atau Jasad sebetulnya cuman satu, namun memiliki dua jenis per-wujudan:
  1. Jasad Turab (Jasad Turab): Tubuh Tanah, yakni tubuh yang terbentuk dari tanah. Disebutkan tubuh Jasmani.
  2. Jasad Latip (Jasad Lathif): Tubuh Lembut, yakni tubuh Suksma. Disebutkan tubuh Rukani (Ruhani).
Saat Dhingdhing Jalal telah terbentuk dengan prima, calon manusia bisa dikatakan sebagai manusia. Pada waktu itu dia ada pada Ngalam Individu Kamil (Alam Individu ‘Insan Kamil’: Alam Manusia Sempurna), sebuah alam penuh fantasi tetapi sebagai alam kehadiran manusia yang betul-betul sudah jadi manusia secara prima, prima terliputi tirai ketidaktahuan, masuk ke kandungan ibu di umur kandungan 7 bulan.
Dhingdhing Jalal ialah inti Jasad, dikatakan sebagai Warananing Dzat (Selubung Dzat) sekalian Sasandhaning Atma (Tempat Bertumpu Ruh).
Kang minangka Warananing Kalaratingsun (yang disebut Selubung Hadlarat Ingsun).
Warana (Selubung) Dzat Tuhan sudah komplet ada pada Ngalam Individu ‘Insan Kamil’ ini. Semuanya yang sudah disebutkan di Induk Pengetahuan atas ialah Warana/Tirai dari Kalarat Tuhan. Kalarat ialah penyuaraan lidah Jawa untuk kata Arab, Hadlarat, yang memiliki arti Kedatangan.
Benar-benar Dzat Yang Mahasuci memiliki sifat Esa. Esa memiliki arti tidak berbilang, Disebutkan sebagai Dat Mutlak Kadim Ajali Kekal (Dzat Mutlaq Qadim Azali Abadi), yang memiliki arti Dzat yang absolut, sebelumnya, nirwaktu, dan kekal. Dzat Yang Mahasuci sudah membabar Kodrat Iradat (Qudrat Iradah:
Kuasa dan Kehendak)-Nya dalam tujuh kondisi. Tujuh kondisi itu dianggap sebagai Warana Dat (Tirai Peng-halang Dzat). Tujuh kondisi itu ialah:
  1. Kayu (Hayyu): Urip (Hidup), ada di luar Dat (Dzat).
  2. Nur: Cahya (Sinar), ada di luar Urip (Hidup).
  3. Sir (Sirr): Rahsa/Rasa Sejati Yang Rahasia, ada di luar Nur/Cahya.
  4. Arwah Ilapi (Ruh Idlafi): Ruh yang sudah bertumpu, disebutkan Suksma, ada di luar Sir/Rahsa.
  5. Napsu (Nafs): Personalitas, ada di luar Arwah Iapi/ Suksma.
  6. Budi: Kesadaran Menjaga, ada di luar Napsu.
  7. Jasad: Tubuh Fisik, ada di luar Budi.
Kayu (Hayyu) mendapatkan kuasa Dat (Dzat) untuk menjaga kehadiran Nur/Cahya, Sir/Rahsa, Arwah Ilapi/ Suksma, Napsu, Budi, Jasad. Rata tanpa satu juga yang terlintasi. Adapun yang terlihat riil dan dapat kita raba dari kehadiran Kayu, satu demi satu penuturannya seperti berikut:
  1. Saat Kayu menjaga Nur/Cahya, dia menyerap ke mata batin kita. Oleh karena itu kita mempunyai Kesadaran Kepahaman (Awareness). Bila kita memiliki Kesadaran Wirid Kepahaman, itu maknanya Pandangan Dzat menggunakan mata batin kita.
  2. Saat Kayu menjaga Sir/Rahsa, dia menyerap ke dalam hidung batin kita. Oleh karena itu kita mempunyai hati. Bila kita sanggup berasa, itu maknanya Penciuman Dzat menggunakan hidung batin kita.
  3. Saat Kayu menghidup Arwah llapi/Suksma, dia menyerapke lidah batin kita. Oleh karena itu kita sanggup berhubungan. Bila kita sanggup berhubungan, itu maknanya Penyuaraan Dzat menggunakan lidah batin kita.
  4. Saat Kayu menjaga Napsu, dia menyerap ke telinga batin kita. Oleh karena itu kita sanggup terima semua kesan dari dunia luar lika kita sanggup terima semua kesan dari dunia luar, itu maknanya Pendengaran Dzat menggunakan telinga batin kita.
  5. Saat Kayu menjaga Budi, dia menyerap ke otak dan jantung kita. Oleh karena itu kita mempunyai Kesadaran Menjaga (Consciousness). Bila kita sanggup mempunyai Kesadaran Menjaga, itu maknanya Kesadaran Menjaga Dzat menggunakan otak dan jantung kita.
  6. Saat Kayu menjaga Jasad, dia rata dalam darah. Oleh karena itu semua Jasad dapat hidup. Bila kita mempunyai kehidupan, itu maknanya Hidup Dzat menggunakan Jasad kita. Sama saat Dzat menjaga semua isi alam: matahari, bulan, bintang, dan lain-lain.
Juga bisa diuraikan seperti berikut:
  1. Dat (Dzat) berkuasa atas Kayu (Hayyu), Maknanya, Dat ialah Witing Urip (akar Kehidupan).
  2. Kayu berkuasa atas Nur/Cahya. Maknanya, Kayu atau Hidup kuasai keluarnya Nur/Cahya.
  3. Nur/Cahya berkuasa atas Sir/Rahsa. Maknanya, Nur/Caby kuasai hidupnya Sir/Rahsa.
  4. Sir/Rahsa berkuasa atas Arwah Ilapi/Suksma. Maknanya, Sir Rahsa kuasai hidupnya Arwah Ilapi/Suksma.
  5. Arwah Ilapi/Suksma berkuasa atas Napsu. Maknanya, Arwah Ilapi/Suksma kuasai hidupnya Napsu.
  6. Napsu berkuasa atas Budi. Maknanya, Napsu menguasi hidupnya Budi.
  7. Budi berkuasa atas Jasad. Maknanya, Budi kuasai hidup-nya Jasad.
Jika dibalik urut-urutannya, karena itu posisinya seperti berikut:

 

Jasad kawisesa dening Budi; Budi kawisesa dening Napsu, Napsu kawisesa dening Suksma; Suksma kawisesa dening Rahsa; Rahsa kawisesa dening Cahya; Cahya kawisesa dening Urip; Urip kapurba dening Dat, Mulane sarananing Urip iku tanpa wangenan karo ananing Dat. Iya Urip kita iku Dating Gusti Kang Amaha Suci Sejati. Saja uwas sumelang ing galih.

 

Jasad dalam kuasa Budi; Budi dalam kuasa Naps Napsu dalam kuasa Suksma; Suksma dalam kuasa Rahsa; Rahsa dalam kuasa Cahya; Cahya dalam kuasa Urip (Hidup), Urip seutuhnya terkuasai Dat (Dzat). Oleh karena itu kehadiran Urip tidak dapat terbatasi dengan kehadiran Dat. Sesungguhnyalah Urip kita berikut Dat Tuhan Yang Mahasuci Sejati. Tidak boleh ada kebimbangan kembali dalam hati.
Berikut ini ialah penjelasan dari urut-urutan fasilitas atau perangkat Dzat:
  1. Dat Mutlak Kadim Ajali Kekal (Dzat Mutlaq Qadim Azali Abadi): Dzat yang mutlak, sebelumnya, nirwaktu, dan kekal.
    • Dat tidak dapat dipilih. Dia rata dan mencakup hidup kita. Disebutkan ora zaman (tidak berzaman atau berwaktu), ora pusara (tidak bermaqam atau berkedudukan), ora arah (tidak bisa ditunjuk), ora enggon (tidak berada), ora kantha (tidak berwujud), ora rupa (tidak berupa), ora warna (tidak berwarna), bukan lelaki, bukan wanita, bukan wandu. Dikasih perumpamaan kombang angleng ing awang-awang (kumbang mempunyai persembunyian di awang-awang). Kombang ialah binatang yang hadirnya diikuti dengan dengungan.
    • Awang-awang ialah tempat kosong yang tidak bisa dijumpai apa saja di situ. Awang-awang ialah satu “tempat” yang tidak beruang dan waktu. Kombang angleng ing awang-awang sebetulnya menyimbolkan getaran kehendak Dzat Yang Mahasuci yang ada dari satu lokasi yang sebetulnya bukan tempat; lokasi yang tidak beruang dan waktu; yang qadim, azali, dan kekal. Dalam tuntunan Tasawuf Martabat Tujuh disebutkan la takyun (la ta’yun, tidak nyata), karena belum menyata kehadirannya.
  2. Martabat 7 – Kayu (Hayyu): Hidup, disebutkan Atma/Ruh.
    • Kayu ialah tajalli (kemunculan) dari Dzat, karena dia tersorot oleh kuasa Dat Sejati. Dikasih perumpamaan kusuma anjrah ing tawang (bunga yang tumbuh di langit). Tujuannya, keelokan yang tumbuh di langit dan tanpa mempunyai akar apa saja karena dirinya ialah akar yang sebenarnya. Dalam tuntunan Martabat Tujuh disebutkan takvun awalnya (at-tayun al-awwal, realisasi pertama), karena mulai menyata kehadirannya.
  3. Martabat 7 – Nur/Cahya, disebutkan pranawa (pokok penglihatan)
    • Nur ialah tajalii dari Kayu, jadi sandaran dari hidup, karena tersorot kuasa Atma Sejati. Dikasih perumpamaan tunjung tanpa talaga (teratai tanpa telaga). Tujuannya, keelokan dan kecantikan yang tumbuh tanpa perlu media, karena kehadirannya sendiri ialah media khusus dari terbentuknya semua semesta berikut isi didalamnya. Dalam tuntunan Martabat Tujuh disebutkan takyun sani (at-ta’yum ats-tsani, realisasi ke-2 ), karena telah menyata keberadannya.
  4. Martabat 7 – Sir (Sirr): Rahsa, disebutkan pramana (pokok kesadaran)
    • Sir (Sirr) ialah tajalli dari Nur/Cahya, karena tersorot kuasa Pranawa Sejati (pokok pandangan sejati). Dikasih perumpamaan isining wuluh wungwang (isi bum-bungan). Bumbungan ialah benda berwujud bundar tanpa isi (kosong). Tetapi kita lupa, dalam bumbungan ada udara yang mengisinya. Perumpamaan ini ialah ingin memperlihatkan suatu hal yang seakan-akan tidak ada tetapi sebenarnya ada. Dalam tuntunan Martabat Tujuh disebutkan akyan sabita (al-a’yan ats-tsabitah, realisasi yang tetap), karena telah menyata dan telah masih tetap kehadirannya.
  5. Martabat 7 – Ruh Ilapi (Ruh Idlafi): Suksma
    • Arwah Ilapi ialah tajalli dari Sir/Rahsa, karena tersorot kuasa Pramana Sejati (ukuran sejati). Dikasih perumpamaan tapaking kuntul anglayang (tapak jejak burung bangau yang melayang-layang). Tujuannya, Arwah Ilapi benar-benar kabur kehadirannya, seperti tapak jejak burung bangau yang terbang. Walaupun Arwah Ilapi tidak dapat dijumpai dengan pancaindra, tetapi riil kehadirannya. Dalam tuntunan Martabat Tujuh disebutkan akyan karijiyah (ala’yan al-kharijiyyah, realisasi external), karena telah betul-betul menyata kehadirannya.
  6. Martabat 7 – Napsu (Nafs): Individu
    • Napsu ialah tajalli dari Arwah Ilapi, karena tersorot kuasa Suksma Sejati. Dikasih perumpamaan geni murub ing têlêng samudra (api berkobar di tengah-tengah samudra). Samudra ialah simbol dunia. Api yang berkobar di tengah-tengah samudra ialah simbol karakter dari Napsu yang sama api. Napsu disanggupi kemauan dan tekad. Napsu berikut yang memberi warna kehidupan dunia. Karena itu telah pas bila Napsu dimisalkan api yang berkobar di tengah-tengah samudra alias dunia. Dalam tuntunan Martabat Tujuh disebutkan akyan mukawiyah (ala’yan al-mukhawiyyah, realisasi terselinap), karena tidak bisa disaksikan mata kehadirannya.
  7. Martabat 7 – Budi: disebutkan kaelingan (Kesadaran Jaga)
    • Budi ialah tajalli dari Napsu, karena tersorot kuasa Individu Sejati. Dikasih perumpamaan kuda ngerap ing pandhegan (kuda beriari pada tempat pemberhentianny atau lumpuh angideri jagad (sang lumpuh mengekling dunia). Kuda ialah simbol Kesadaran Menjaga manusia yang aktif tanpa mengenal capek. Kuda vang lari di tempa pemberhentiannya menyimbolkan Kesadaran Menjaga ya terus aktif dalam diri manusia sejak awalnya buka mata pada pagi hari sampai malam saat manusia tidur Selama waktu Kesadaran Menjaga akan selalu saya seperti satu ekor kuda yang tetap lari di tempa pemberhentiannya.
    • Tempat penghentian kuda itu tidak lain ialah diri sendiri. Dan silumpuh melingkari dunia ialah simbol dari kedatangan Kesadaran Menjaga yang membuat kegiatan batin manusia ada. Batin manusia sarat dengan pemikiran atau daya ingat, dan kemauan Batin manusia sukai menyusun buat apa yang terkadang terlampau muluk untuk ditempuh. Seperti seorang lumpuh yang seakan-akan melingkari dunia Sang lumpuh ialah simbol kebatasan kita sebaga manusia, melingkari dunia ialah simbol dari pergolakan batin yang terlampau muluk. Dalam tuntunan Martabat Tujuh disebutkan akyan maknawiyah (al-a’yan al ma’nawiyyah, Kusuperwujudan maknawi), karena telah riil mampa berhubungan.
  8. Martabat 7 – Jasad: Tubuh Fisik
    • Jasad ialah tajalli dari Karakter-Nya,  tempat beberapa Gampang yang telah tertera di atas semua. Jasad terserang beragam sorotan. Dikasih perumpamaan kodhok kinemulan ing leng (katak yang terselimuti lubang persem-bunyiannya), Katak ialah Gampang, dan lubang persembunyiannya ialah Jasad, Itu memiliki arti, Gampang diselimuti Jasad. Bila dia sanggup menyatu dengan Dzat, kondisi itu dikasih perumpamaan kodhok angemuli leng (katak yang menyelimutinya lubang persembunyiannya). Itu memiliki arti Gampang menyelimutinya Jasad. Jasad ialah Warana/Kijab (Jilbab) yang sebenarnya.
Jangan sampai ragu kembali, karena kehadiran Bale Aras Bangku,” Lokilmakpul, Taraju, Wot Siratulmustakim, surga, neraka, bumi, langit, dan semua didalamnya, telah tercakup dalam Warana.
  • Arasy Kursiy: Singgasana Tuhan.
  • Lauhul Mahfudz: Kitab Catatan Semesta.
  • Tarazu: mizan, alat penimbang amal
  • Jembatan Shirathal Mustaqim: titian benar-benar kecil yang kabarnya sebesar rambut ang dibelah tujuh.
Artikel ini membahas tentang Ilmu Martabat Tujuh Dalam Tasawuf terhadap Kodrat Iradat Tuhan yang dikupas dengan detail Tujuh Keadaan yang diakui sebagai Warana Dat (Tabir Peng-halang Dzat) yaitu Kayu (Hayyu), Nur, Sir, Roh Ilapi, Napsu, Budi, dan Jasad. Setiap keadaan memiliki peran yang berbeda dalam mencapai kesempurnaan spiritual bagi manusia. Artikel ini juga menjelaskan bahwa perjalanan menuju kesadaran yang lebih tinggi dan menyadari hakikat Allah SWT yang sebenarnya tidak mudah dan memerlukan usaha yang keras, kesabaran, dan kesungguhan da kita sebagai manusia dan juga sebagai anggota Warga Persaudaraan Setia Hati Terate semoga selalu di Kasihi Sayangi Cintai dan belum itu kita mendapat sudah seharusnya lebih dahulu kita sebagai Insan harus bersikap seperti itu danitu memang wajib fardhu ain. Baca artikel ini untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang informasi Ilmu Martabat Tujuh Dalam Tasawuf terhadap Kodrat Iradat Tuhan, Kayu (Hayyu), Nur, Sir, Roh Ilapi, Napsu, Budi dan Jasad.

Leave a Comment