Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti
Metodologi makna Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti adalah seperangkat nilai dalam filsafat Jawa. Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti dapat dilihat dari berbagai sudut dan sering digunakan untuk menggambarkan esensi yang artinya Segala bentuk Keras Hati, Picik, Angkara Murka hanya bisa di kalahkan dengan sikap Bijak, Lembut Hati dan Sabar.
Apa makna semboyan Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti?
Metodologi dari Filsafat Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti sebagai satu pernyataan dengan bahasa Jawa yang memiliki kandungan arti filosofis yang sangat dalam. Ada yang menjelaskan jika pernyataan filosofis ini datang dari Sunan Kalijaga, tetapi catatan yang lebih berdasarkan menjelaskan jika pernyataan ini datang dari Ronggowarsito, seorang pujangga populer dari Kraton Solo yang hidup pada 1802-1873. Ronggowarsito mengatakan pernyataan ini dalam sebuah tembang Kinanthi yang dibuatnya.
Tembang itu dimuat dalam Serat Ajipamasa atau Serat Witaradya atau Serat Pustaka Raja Wedha yang dicatat oleh Ronggowarsito. Tembang itu mengeluarkan bunyi:
Jagra angkara winangun;
Sudira marjayeng westhi;
Puwara kasub kawasa;
Sastraning jro Wedha muni;
Sura dira jayaningrat;
Lebur dening pangastuti.
Arti dari tembang Kinanthi di atas lebih kurang memvisualisasikan mengenai seorang yang mempunyai kekuasaan besar yang menyebabkan dianya lupa diri. Ia coba memaksa kehendak ke siapa saja. Tetapi pada akhirannya, sikap angkara murka itu jadi luntur saat ditemui dengan tersenyum, kalimat yang santun dan sikap yang penuh kehalusan.
Untuk menerangkan arti dari pernyataan Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti ini, perlu sekiranya kita ketahui rincian kata dari pernyataan ini satu-satu.
Hukum, Ide Skema Suro adalah
Suro adalah kata yang berarti kebenaran. Suro juga merupakan kata yang berarti kebenaran alam semesta, atau bisa berarti kebenaran kehidupan, atau bisa berarti kebenaran alam. Suro secara harfiah berarti “menjadi benar,” atau “menjadi nyata.”
Suro (Sura) memiliki makna keberanian. Pada diri tiap manusia, bersemayam sikap berani yang dapat ada kapan pun. Bahkan juga seorang penakut juga sebenarnya mempunyai keberanian yang dapat ada saat diperlukan atau karena mau tak mau. Saat benih-benih keberanian ini ada, dia dapat bawa imbas yang positif dan negatif. Di satu segi sikap berani ini perlu dipertajam untuk melalui kerasnya hidup. Tetapi disebelah lainnya, untuk yang tidak dapat mengontrolnya, dia dapat jadikan seorang terlepas kendalian, arogan dengan kekuatannya, dan pada akhirnya gampang untuknya untuk melakukan perbuatan semena-mena dan melakukan tindakan angkara murka.
Menarik untuk dicatat bahwa ada dua kata dalam bahasa Jawa yang terdengar mirip dengan yang satu ini: sdrang dan syuran. Kedua kata ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai “truth” tetapi memiliki arti yang berbeda tergantung pada apakah mereka merujuk pada fenomena alam atau kebenaran manusia. Misalnya, ketika kita mengatakan “matahari terbit di timur setiap hari,” kita berbicara tentang sesuatu yang bersifat fisik seperti astronomi; namun ketika kita mengatakan “matahari terbit setiap hari,” kita mengacu secara khusus pada bagaimana sesuatu terjadi dari waktu ke waktu (dan bukan hanya apa yang terjadi).
Hukum, Ide Skema Diro adalah
Diro adalah inti dari filosofi Jawa. Diro mengacu pada seperangkat nilai yang penting dalam kehidupan masyarakat Jawa. Syuro mengacu pada otoritas dan tradisi budaya Jawa. Suro adalah seperangkat nilai penting dalam kehidupan orang Jawa, Joyo seperangkat nilai penting dalam kehidupan orang Jawa, Diningrat seperangkat nilai penting dalam kehidupan orang Jawa dan Melebur seperangkat nilai penting dalam kehidupan orang Jawa.
Diro (Dira) maknanya yakni kemampuan. Karena ada keberanian, karena itu kemampuan juga dapat dicapai dengan gampangnya. Kemampuan bisa berbentuk kemampuan lahir dan kemampuan batin. Kemampuan lahir dapat datang dari kemampuan fisik atau tubuh yang kuat, dan kemampuan batin didapat atas kontribusi dari Allah dan kuat hubungannya dengan keimanan seorang. Saat seorang dapat menyeimbangi kemampuan lahirnya dengan kemampuan batin yang dari Allah, karena itu dia menjadi orang yang bawa faedah untuk seseorang. Tetapi saat dia cuma memercayakan kemampuan lahirnya saja, karena itu yang terjadi dia menjadi orang yang terlampau berambisi, selalu usaha untuk penuhi keinginan pribadinya, dan cuma perduli pada kebutuhan dirinya. Apabila sudah begitu, maka lahirlah sikap angkara murka dan kedurjanaan.
Hukum, Ide Skema Jaya / Joyo adalah
Makna dari Jaya ialah Kemasyhuran. Kemasyhuran atau keberhasilan ialah ukuran seorang dilihat sukses saat menjalankan hidupnya. Kerap kali kita keliru dalam pahami makna dari kemasyhuran (keberhasilan) ini. Banyak orang memandang jika kemasyhuran (keberhasilan) ialah saat seorang mempunyai harta yang banyak, pengetahuan yang tinggi, pangkat dan kedudukan yang keren, dan beberapa hal yang sejenisnya. Walau sebenarnya beberapa hal seperti itu ialah sisi kecil dari makna kemasyhuran yang sebenarnya.
Seorang yang raih kemasyhuran ialah saat kekayaan yang dipunyainya menjadikan makin pemurah hati, pengetahuan yang dipunyainya jadikan dia makin rendah hati, dan pangkat dan kedudukan yang dicapainya membuat makin merakyat dan perduli sama yang dipegangnya . Maka makna dari kemasyhuran tidak cuma masalah raih materi atau kepuasan duniawi semata-mata. Karena bila kemasyhuran cuma dihitung berdasarkan materi dan kepuasan duniawi semata-mata, karena itu yang terjadi ialah sikap tinggi hati, arogan dan kebanggaan yang terlalu berlebih akan kekuatan diri yang sudah sukses meraih apa yang diinginnya.
Joyo adalah sikap positif terhadap kehidupan. Ini berarti kemampuan untuk menerima orang dan situasi apa adanya, tanpa penilaian atau kritik. Joyo juga terkait dengan bagaimana Anda melihat diri Anda sendiri, rasa harga diri Anda, dan bagaimana Anda memandang orang lain di sekitar Anda.
Joyo dapat digunakan sebagai kata sifat atau kata benda: Joyo kunya (kegembiraan) mengacu pada watak optimis; sedangkan kunyejoyo (peristiwa yang menggembirakan) mengacu pada sesuatu yang membawa kebahagiaan atau kesenangan ke dalam kehidupan seseorang.
Hukum, Ide Skema Ningrat / Diningrat adalah
Ningrat biasa disimpulkan sebagai gelar kebangsawanan, atau golongan yang hidup serba kecukupan dan berlimpah harta. Ningrat bisa juga diartikan golongan terpandang yang didapat dari factor turunan, baik itu turunan raja (bangsawan), maupun turunan dari figur punya pengaruh seperti Ulama, Kyai dan yang lain. Mempunyai keluarga ningrat atau bangsawan tentu saja pantas disyukuri. Sebaiknya kelebihan ini dapat menjadikan seseorang yang rendah hati dan perduli ke beberapa orang yang kurang untung. Tidak pada tempatnya bila dengan keturunan turunan itu seorang jadi tinggi hati dan arogan.
Hidup seorang ningrat yang serba berkecukupan dan disegani beberapa orang memang penuh akan bujukan. Kemewahan dan rasa hormat dari pihak lain kerap kali membuat seorang gampang menjadi tinggi hati akan segala hal yang dia punyai. Kondisi semacam itu membuat gampang untuk merendahkan dan mengejek orang- orang yang di bawah derajatnya. Suatu hal yang harusnya disyukuri dengan perlakuan baik, tetapi karena kesombongannya malah akan membuat nahas di masa datang.
Diningrat berarti seseorang yang mampu bergaul dengan semua orang. Ini juga berarti bahwa dia tahu bagaimana berperilaku dalam setiap situasi, dan memiliki sopan santun yang baik. Diningrat dapat membuat semua orang bekerja sama, dan jika perlu dia juga bisa menjadi mediator di antara orang-orang. Makna dari “mediator” adalah bahwa diningrat tahu bagaimana membuat perdamaian di antara mereka saat mereka masih hidup, sehingga mereka tidak akan menderita setelah meninggal karena kesalahan mereka sendiri selama hidup di dunia.
Diningrat telah dikenal sepanjang sejarah Jawa sebagai seseorang yang membantu orang lain memahami diri mereka sendiri dengan lebih baik melalui berbagi cerita tentang apa yang terjadi ketika ada hal-hal yang salah atau benar bagi mereka secara pribadi selama hidup mereka di Bumi (atau di tempat lain). Cerita-cerita ini sering kali melibatkan sesuatu seperti “Saya sedang berjalan pulang dari sekolah suatu hari ketika…” Atau “Ini terjadi kemarin sore…”
Hukum, Ide Skema Lebur adalah
Lebur ini berarti remuk. Lebur bisa juga disimpulkan dengan pupus, runduk atau berserah dan kalah. Tujuan dari lebur di sini hubungannya dengan serangkaian kata dari falsafah ini ialah akan dileburkan atau dihilangkan atau dihancurkan. Ini memiliki makna suatu hal yang nanti akan dihancurkan.
Kata “melting” adalah metafora untuk konsep orang yang tidak terpaku pada satu tempat atau satu cara berpikir. Orang yang melebur memiliki kepribadian yang luwes dan dapat beradaptasi dengan situasi yang berbeda.
Kata “pangastuti” adalah kombinasi dari dua kata. Kata panga berarti pujian atau kemuliaan, sedangkan gastuti membuatnya jamak (pangastuti). Bagian ini adalah tentang arti dari “panga-gastuti”.
Ketika Anda mendengar frasa ini: “Pangastuti”, Anda mungkin berpikir bahwa itu berarti sesuatu seperti “kemuliaan” atau “pujian” karena ada beberapa arti dalam bahasa Inggris yang terdengar mirip tetapi bukan itu masalahnya. “Pangastuti” sebenarnya berarti “meleleh”. Ketika Anda mendengar kata ini, mudah untuk memikirkan cokelat atau es krim yang meleleh, karena hal-hal ini dapat digambarkan sebagai lembut dan cair.
Hukum, Ide Skema Dening adalah
Dening ialah wujud kata ikat yang memiliki arti oleh atau mungkin dengan.
Dening adalah konsep bahwa segala sesuatu di dunia ini saling terhubung. Dukuh (dunia) dan kahyangan (alam semesta) adalah dua elemen yang saling berhubungan dari sistem kepercayaan ini, yang berarti bahwa segala sesuatu di bumi memiliki efek pada sesuatu yang lain di alam semesta. Ini termasuk semua makhluk hidup, tempat, dan benda-benda-bahkan hal terkecil di bumi terhubung dengan sesuatu yang lain di alam semesta.
Kata “dening” secara harfiah berarti “menyatukan”. Kata ini digunakan sebagai sinonim untuk “menghubungkan” atau “mengintegrasikan” ketika merujuk pada hubungan antara hal-hal atau peristiwa yang terjadi pada waktu atau tempat yang berbeda dalam realitas fisik kita bersama.
Hukum, Ide Skema Pangastuti adalah
Makna dari pangastuti ialah kasih-sayang. Pangastuti bisa juga disimpulkan kebijakan, atau benih-benih kebaikan, baik pada makna beribadah ke kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atau melakukan perbuatan baik ke setiap orang. Seorang disebutkan arif jika pengucapan dan tindakannya hasilkan hal yang bagus, baik untuk dianya dan baik untuk seseorang. Dengan berlaku arif karena itu lingkungan bisa menjadi damai dan sejahtera karena terwujudnya kesetimbangan di antara hak dan tanggung-jawab. Semuanya cuma dapat direalisasikan dengan sikap kurang kuat halus dan kasih-sayang.
Kerap kali kita keliru dalam mengartikan Kurang kuat halus. Kurang kuat halus bukan memberikan akan kekurangan seorang. Malah kebalikannya, seorang yang mempunyai karakter kurang kuat halus dalam makna yang sebetulnya ialah mereka yang sudah sukses mengontrol kemampuan besar yang dipunyainya. Hingga dengan kemampuannya itu dia pakai untuk menolong seseorang, membantu yang memerlukan dan menyebar kebaikan di mana saja dia ada.
Seorang yang selalu menyebar kebaikan ke sama-sama, berlaku santun dan kurang kuat halus ke siapa saja, karena itu dianya akan mendapatkan kemampuan dari Allah hingga dia akan dihormati dan disegani beberapa orang. Dengan sikap positif yang dipunyainya itu, ia akan mendapat posisi yang mulia disebelah Tuhan dan antara umat manusia.
Dari keseluruh serangkaian kalimat di atas yang digabungkan, karena itu terbentuklah pernyataan Suro Diro Jayaningrat Lebur dening Pangastuti. Semua karakter yang disebut dalam perincian di atas ada pada diri tiap manusia. Bila digabungkan, karena itu arti keseluruhnya dari falsafah Surodiro jayaningrat Lebur Dening Pangastuti ini ialah jika Keberanian, Kemampuan, Kemasyhuran, dan Kemewahan yang berada di pada diri manusia, di mana karakter-sifat itu sering membuat manusia jadi tinggi hati, penuh angkara murka, dan gampang melakukan tindakan semena-mena ke seseorang, semua itu akan ditaklukkan dan dihancurkan oleh Kebijakan, Kasih Sayang, dan Kebaikan yang ada di lain sisi dari manusia tersebut.
Maka semua wujud angkara murka yang bertahta pada diri manusia, segera dapat ditiadakan dengan karakter-sifat kurang kuat halus, kasih-sayang dan kebaikan. Seperti api yang berkobar, angkara murka tidak bisa ditiadakan dengan angkara murka, seperti api tidak bisa dipadamkan dengan api. Tapi api bisa dipadamkan sama air. Angkara murka akan pupus pada saat ditemui dengan karakter halus dan kasih-sayang yang dilandasi atas karakter-sifat mulia yang dari Tuhan Yang Maha Esa.
Falsafah ini bisa juga memiliki makna jika semua kemampuan jahat segera dapat ditiadakan dengan kebaikan dan kebenaran. Membalasnya satu kejahatan dengan kejahatan lain tidak menuntaskan permasalahan, malah yang muncul ialah permasalahan yang lain semakin besar. Karena itu untuk hilangkan kejahatan itu, dibutuhkan sikap halus dan kasih-sayang untuk melawannya.
Berlaku kurang kuat halus tidak berarti hilangkan keteguhan, karena keteguhan perlu ditegakkan dalam beberapa kondisi tertentu, tetapi tentu saja harus disertai dengan sikap arif. Pokoknya, semua karakter keras hati, picik, dan angkara murka cuma dapat ditaklukkan dengan sikap arif, kurang kuat halus, sabar dan penuh kasih-sayang.
Kesimpulan dari apa arti Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti?
Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti adalah seperangkat nilai lain dalam filosofi Jawa. Joyo Diningrat Lebur Dening Pangastuti berarti bahwa Anda harus rendah hati, tetapi juga kuat pada saat yang sama. Melebur berarti membuat orang lain senang karena tugas Anda sebagai penghibur untuk membuat orang lain senang dengan apa yang mereka lihat dan dengar dari Anda (termasuk bernyanyi).
Diningrat Lebur Dening Pangastuti adalah ketika kita hidup bersama dengan damai satu sama lain sehingga tidak akan ada lagi konflik atau perang di antara kita lagi karena semua orang telah memutuskan untuk hidup bersama dengan damai alih-alih bertengkar satu sama lain lagi!
Makna filosofi Jawa Suro Diro Joyo Diningrat Lebur Dening Pangastuti adalah bahwa segala sesuatu adalah ciptaan pikiran. Hal ini dapat digunakan sebagai alat untuk pengembangan diri kita dan untuk belajar tentang budaya lain.