Hasta Brata: Surya, Candra, Kartika, Angkasa, Maruta, Samudra, Dahana dan Bhumi

Hasta Brata

<a href="https://www.pshterate.com/"><img data-src="Hasta Brata.png" alt="Hasta Brata: Surya, Candra, Kartika, Angkasa, Maruta, Samudra, Dahana dan Bhumi"></a>
Hasta Brata adalah sebuah teori kepemimpinan yang memiliki akar budaya dan filosofi Jawa. Konsep ini mengaitkan berbagai objek atau kondisi alam dengan sikap dan karakteristik yang diharapkan dari seorang pemimpin. Hasta Brata menekankan pentingnya kepemimpinan yang bijaksana dan bertanggung jawab dalam membangun bangsa dan negara. Dalam teori ini, terdapat delapan elemen yang disimbolisasikan dengan benda atau kondisi alam tertentu, yaitu Surya, Candra, Kartika, Angkasa, Maruta, Samudra, Dahana, dan Bhumi.

Etimologi

Nama “Hasta Brata” berasal dari bahasa Jawa, yang secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai “tangan yang teguh”. Hal ini menggambarkan sikap kepemimpinan yang kokoh dan terpercaya, sebagaimana tanggung jawab seorang pemimpin dalam mengarahkan dan membimbing masyarakatnya. Konsep ini merupakan bagian integral dari budaya Jawa dan telah mewarnai pola pikir dan tindakan para pemimpin di daerah tersebut.

Prinsip Hasta Brata

Berikut adalah penjelasan mengenai prinsip-prinsip yang terkandung dalam konsep Hasta Brata:

1. Surya (Matahari)

Surya, yang merupakan sumber cahaya dan kehidupan, melambangkan kemampuan seorang pemimpin untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi kehidupan rakyatnya. Seperti sinar matahari yang memberikan kehangatan dan cahaya, seorang pemimpin harus mampu membangun bangsa dan negara dengan menginspirasi dan mendorong kemajuan rakyatnya.

2. Candra (Bulan)

Candra, yang memancarkan sinar di tengah kegelapan malam, menggambarkan kemampuan seorang pemimpin untuk memberi semangat kepada rakyatnya, baik dalam suka maupun duka. Seperti bulan yang menerangi kegelapan malam, seorang pemimpin harus mampu memberikan dukungan, kepedulian, dan semangat kepada rakyatnya dalam berbagai situasi.

3. Kartika (Bintang)

Kartika, yang memancarkan sinar kemilauan dan berada di tempat tinggi, melambangkan peran seorang pemimpin sebagai teladan bagi rakyatnya. Seperti bintang yang menjadi pedoman arah, seorang pemimpin harus menjadi contoh yang baik dalam melakukan perbuatan baik, adil, dan bijaksana.

4. Angkasa (Langit)

Angkasa, dengan keluasan tak terbatasnya yang menampung segala sesuatu, menggambarkan sikap seorang pemimpin yang harus memiliki ketulusan batin dan kemampuan untuk mengendalikan diri. Seorang pemimpin harus dapat menerima dan menghargai berbagai pendapat yang beragam dari rakyatnya, serta memiliki kapasitas untuk mengelola perbedaan tersebut dengan bijak.

5. Maruta (Angin)

Maruta, yang selalu ada di mana-mana tanpa membedakan tempat, melambangkan kehadiran seorang pemimpin yang dekat dengan rakyatnya tanpa memandang derajat atau martabat. Seperti angin yang mengisi semua ruang yang kosong, seorang pemimpin harus memiliki keterbukaan dan kedekatan dengan rakyatnya, menghargai semua individu tanpa adanya diskriminasi.

6. Samudra (Laut/air)

Samudra, dengan luasnya yang tak terhingga dan sifatnya yang sejuk menyegarkan, melambangkan sikap kasih sayang seorang pemimpin terhadap rakyatnya. Seperti air yang memberikan kehidupan dan kesegaran, seorang pemimpin harus bersifat empati, peduli, dan mampu memberikan perlindungan dan keamanan kepada rakyatnya.

7. Dahana (Api)

Dahana, dengan kemampuannya membakar apa pun yang bersentuhan dengannya, melambangkan keberanian dan ketegasan seorang pemimpin dalam menegakkan kebenaran. Seorang pemimpin harus memiliki wibawa dan keberanian untuk melawan ketidakadilan serta mengambil langkah tegas demi kebaikan bersama, tanpa pandang bulu.

8. Bhumi (Bumi/tanah)

Bhumi, dengan sifatnya yang kuat dan murah hati memberi hasil kepada yang merawatnya, menggambarkan sikap penuh kebijaksanaan seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus bermurah hati dalam melayani rakyatnya, menjaga kepercayaan yang diberikan oleh rakyat, serta memastikan kesejahteraan mereka dengan adil dan bijaksana.

Filosofi Lainnya

Selain Hasta Brata, terdapat pula beberapa filsafat lain yang sering digunakan dalam konteks kepemimpinan di Jawa. Filsafat-filsafat ini bertujuan agar setiap pemimpin, khususnya dari budaya Jawa, memiliki sikap yang tenang dan penuh wibawa sehingga masyarakatnya dapat hidup dengan tenang dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Salah satu falsafah yang terkenal adalah “Aja gumunan, aja kagetan lan aja dumeh.” Falsafah ini menekankan agar seorang pemimpin tidak terlalu terheran-heran terhadap hal-hal yang baru, tidak menunjukkan sikap kaget saat menghadapi situasi yang tak terduga, dan tidak sombong saat menjadi seorang pemimpin. Falsafah ini mengajarkan pentingnya menjaga sikap dan emosi bagi semua orang, terutama seorang pemimpin.
Selain itu, terdapat pula falsafah yang berkaitan dengan sikap bawahan terhadap pimpinan. Falsafah ini dibentuk untuk memastikan bahwa seorang bawahan dapat bekerja secara kooperatif dengan pimpinan dan tidak mengutamakan egoisme kepribadian atau mencoba mempermalukan atasan. Salah satu ungkapan yang mewakili falsafah ini adalah “Kena cepet ning aja ndhisiki, kena pinter ning aja ngguroni, kena takon ning aja ngrusuhi.” Falsafah ini mengajarkan agar seorang bawahan tidak mendahului pimpinan, tidak menggurui pimpinan, dan tidak menyudutkan pimpinan saat bertanya. Tujuannya adalah agar seorang bawahan tidak melakukan tindakan yang memalukan pimpinan, walaupun kemampuannya mungkin melebihi pimpinan tersebut. Falsafah ini bukan untuk menghambat kemajuan karier seseorang, melainkan merupakan kode etik atau norma yang harus dipahami oleh setiap bawahan atau warga negara, demi menjaga citra pimpinan yang berarti juga menjaga citra perusahaan dan bangsa pada umumnya.

Kesimpulan

Hasta Brata adalah sebuah teori kepemimpinan yang berakar dalam budaya Jawa. Konsep ini menghubungkan berbagai objek atau kondisi alam dengan sifat-sifat yang diharapkan dari seorang pemimpin. Hasta Brata menekankan pentingnya kepemimpinan yang bijaksana dan bertanggung jawab dalam membangun bangsa dan negara. Selain itu, terdapat pula berbagai filsafat lain yang berkaitan dengan sikap dan perilaku seorang pemimpin, maupun sikap bawahan terhadap pimpinan. Falsafah-falsafah ini mengajarkan pentingnya menjaga sikap yang tenang, menghormati, dan beretika dalam hubungan antara pemimpin dan masyarakatnya. Dengan menerapkan prinsip-prinsip Hasta Brata dan falsafah-falsafah terkait, diharapkan bahwa kepemimpinan yang baik dapat terwujud, yang pada gilirannya akan membawa kemajuan dan harmoni bagi bangsa dan negara.

Leave a Comment